tag:blogger.com,1999:blog-106590702024-03-07T19:00:01.054-08:00T a z q i r a h C o r n e rKlipping Artikel Islam ~dunia mayaa~Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.comBlogger84125tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-46992938932610205932011-08-02T22:00:00.000-07:002011-08-03T16:53:04.598-07:00Alma'tsurat<strong>Membaca Al Ma’tsurat</strong><br />sumber: <a href="www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-membaca-al-matsurat.htm">Eramuslim.com</a><br /><br />Al ma’tsurat merupakan kumpulan dzikir dan doa yang dikumpulkan oleh Imam Hasan Al Banna yang diambil dari hadits-hadits Nabi saw untuk dibaca oleh setiap anggota jama’ah Ikhwanul Muslimin khususnya atau seluruh kaum muslimin pada umumnya agar senantiasa mengingat Allah swt dan berada dalam ketaatan kepada-Nya.<br /><br />Imam Al Banna juga meminta agar al ma’tsurat senantiasa dibaca pada saat pagi, mulai dari waktu fajar hingga zhuhur dan pada saat petang mulai dari waktu ashar hingga setelah isya, baik secara berjama’ah maupun sendirian. Beliau mengatakan,”Siapa yang tidak sempat membaca seluruhnya hendaklah dia membaca sebagiannya sehingga kelak ia tidak terbiasa melalaikan dan meninggalkannya.”<br /><br />Imam Al Banna juga mengingatkan setiap anggotanya agar senantiasa menyadari pentingnya mengingat Allah di setiap waktu dan keadaan, keutamaan-keutamaannya dan memperhatikan adab-adab didalam berdzikir.<br /><br />Al Banna mengatakan,”Apabila engkau mengetahui, wahai akh yang mulia, maka janganlah engkau merasa aneh jika seorang muslim senantiasa mengingat Allah disetiap keadaannya, mewarisi Nabi saw—dialah sebaik-baik makhluk—didalam dzikir, doa, syukur, tasbih dan tahmid disetiap keadaan baik yang kecil, besar maupun yang dianggap remeh. Sesungguhnya Nabi saw senantiasa dzikrullah disetiap keadaannya maka tidaklah aneh jika kami meminta kepada Ikhwanul Muslimin untuk meniru sunnah Nabi mereka dan berqudwah kepadanya serta menghafalkan dzikir-dzikir ini dan mendekatkan dirinya kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pengampun dengannya, sebagaimana firman Allah swt :<br /><br />لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا<br /><br /><br />Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)<br /><br />Tentang dzikir secara berjama’ah, Imam Al Banna menyebutkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim,”Tidaklah suatu kaum duduk-duduk untuk berdzikrullah kecuali para malaikat mengelilingi mereka, dipayungi dengan rahmat, turun ketenangan kepada mereka dan Allah menyebut-nybut mereka kepada siapa saja yang berada disisi-Nya.”<br /><br />Kalian akan banyak menjumpai hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi saw keluar untuk shalat berjama’ah sementara mereka sedang berdzikrullah di masjid lalu beliau saw memberikan kabar gembira kepada mereka dan tidak melarang mereka.<br /><br />Berjama’ah didalam ketaatan adalah sesuatu yang disukai terlebih lagi apabila didalamnya banyak mengandung manfaat, seperti menyatukan hati, menguatkan ikatan, memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat, mengajarkan orang-orang awam yang belum baik dalam belajar dan mengumandangkan syiar-syiar Allah swt.<br /><br />Memang sesungguhnya berjama’ah didalam dzikir dilarang apabila didalamnya terdapat hal-hal yang dilarang syariat, seperti mengganggu orang shalat, senda gurau, tertawa, menyelewengkan lafalnya, mengungguli bacaan yang lain atau sejenisnya, dan jika terjadi seperti itu maka berjama’ah didalam berdzikir tidaklah diperbolehkan bukan pada berjama’ahnya itu sendiri, khususnya apabila dzikrullah secara berjama’ah itu dengan menggunakan lafal-lafal dzikir yang ma’tsur lagi shahih sebagaimana didalam wazhifah (al matsurat) ini.<br /><br />Alangkah baiknya jika Ikhwan senantiasa membacanya disetiap pagi dan petang di tempat-tempat berkumpul mereka ataupun di sebuah masjid dengan menghindari hal-hal yang dimakruhkan. Dan siapa saja yang kehilangan berjama’ah didalam membacanya maka hendaklah dia membacanya secara sendirian dan janganlah meremehkannya. (Majmu’atur Rosail hal 519 – 522)<br /><br />Membaca al ma’tsurat atau kumpulan-kumpulan dzikir lainnya baik secara berjama’ah maupun sendirian diperbolehkan selama didalam pembacaannya tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at, sebagaimana disebutkan didalam sebuh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, Nasai dari hadits Muawiyah bin Abu Sofyan ra, dia berkata,”Sesungguhnya Nabi saw mendatangi halaqah para sahabat, dan berkata,”apa yang menjadikan kalian duduk-duduk?’ mereka mengatakan,’Kami duduk untuk berdzikrullah dan memuji-Nya terhadap atas segala petunjuk-Nya kepada kami kepada islam dan segala nikmat-Nya kepada kami… sehingga beliau bersabda,’Telah datang Jibril menemuiku dan memberitahuku bahwa Allah swt membanggakan kalian dihadapan para malaikat.”<br /><br /><strong>Siapakah Imam Hasan Al Banna?</strong><br /><br />Jika kita membicarakan sosok Hasan Al Banna maka kita tidak bisa melepaskannya dari Jama’ah al Ikhwanul Muslimin, karena dia adalah pendiri dan tokoh sentral jama’ah ini.<br /><br />Hasan Al Banna dilahirkan di kota al Mahmudiyah di Propinsi al Buhairoh, Mesir pada tahun 1906. Ayahnya adalah seorang ulama yang bernama Ahmad Abdurrahman Al Banna.<br /><br />Di usia 8 th Al Banna disekolahkan di Madrasah Diniyah Ar Rasyad dan pada usianya yang menginjak 12 tahun dia berhasil menghafal setengah Al Qur’an. Bersama teman-teman SD nya dia mendirikan “Perkumpulan Akhlak dan Adab” kemudian “Perkumpulan Mencegah Hal-hal yang Diharamkan”.<br /><br />Pada usia belum genap 14 tahun ia telah menghafal 2/3 Al Qur’an dan masuk Madrasah Mu’allimin di Damanhur. Pada usia 16 tahun dia masuk Sekolah Tinggi Darul ‘Ulum dan menyelesaikannya dengan mendapatkan ijazah diploma pada usia 20 tahun di bulan Juni 1927. Setelah itu dia memutuskan untuk menjadi seorang guru di Ismailiyah.<br /><br />Berbagai penurunan kualitas umat, baik dalam skala Mesir maupun internasional bahkan cenderung menuju kehancuran, seperti berbagai kerusakan akidah, dekadensi moral, keadaan Turki setelah PD I yang berada dibawah kekuatan Inggris dan menjadikannya sebuah negara sekuler serta bercokolnya penjajah di bumi Mesir mendorongnya untuk membentuk al Ikhwanul Muslimin pada bulan Maret 1928.<br /><br />Setelah mendirikan jama’ah Al Ikhwanul Muslimin di Ismailiyah, Hasan Al Banna mulai mendirikan masjid dan tempat pertemuan al Ikhwan, membangun Ma’had Hira al Islamiy, sekolah untuk ibu-ibu kaum mukminin yang menjadikan da’wah Ikhwan mulai dikenal dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.<br /><br />Pada tahun 1933, Hasan Al Banna pindah ke Kairo yang kepindahannya ini menjadikan berpindah pula Kantor Pusat al Ikhwanul Muslimin kesana. Sejak di Kairo, beliau selalu melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk melakukan pembinaan para anggota ikhwan yang baru tentang akhlak berda’wah dan membekali mereka agar memiliki ketahanan didalam mengemban beban-bebannya. Pekerjaan ini terus dilakukannya hingga jama’ah al Ikhwanul Muslimin memenuhi seluruh tempat di Mesir.<br /><br />Hal itu pun didukung dengan berbagai strategi da’wah yang dipusatkan di Kairo diantaranya :<br /><br />1. Berbagai ceramah, ta’lim di masjid-masjid.<br />2. Menerbitkan Risalah “al Mursyid al ‘Am”, majalah pekanan “al Ikhwanul Muslimin” kemudian majalah “An Nadzir”<br />3. Mengeluarkan surat-surat dan buletin.<br />4. Membentuk syu’bah-syu’bah (cabang-cabang) di dan luar Kairo.<br />5. Membentuk organisasi kepanduan & olah raga.<br />6. Memfokuskan da’wah ke kampus dan sekolah.<br />7. Mu’tamar dan dauroh di Kairo & kota-kota lain.<br />8. Menghidupkan kembali syi’ar-syi’ar islam di Kairo dan kota-kota lain.<br />9. Munashoroh negeri-negeri islam terutama Palestina.<br />10. Mengambil peran dalam perbaikan politik dan sosial.<br />11. Ikut serta dalam memerangi kristenisasi.<br />12. Mengingatkan kelalaian penguasa terhadap islam.<br /><br />Hal itu menjadikan pemerintah Kolonial Inggris geram sehingga mereka membuat langkah-langkah untuk memadamkan cahaya da’wah dengan melakukan :<br /><br />1. Menjauhkan para pendukung Hasan Al Banna dari semua kursi pemerintahan di Mesir.<br />2. Memutasikan Al Banna dari pekerjaannya di Kairo ke Qana.<br /><br />Hingga akhirnya al Ikhwanul Muslimin dibubarkan untuk pertama kalinya pada tahun 1942 dan menutup seluruh cabang-cabangnya.<br /><br />Pada Oktober 1946 mulailah terjadi pegolakan di Mesir yang ditandai dengan berbagai demonstrasi mahasiswa yang dipelopori oleh para mahasiswa Ikhwan. Demonstrasi ini terus berlangsung hingga pada 9 Februari 1947 beberapa mahasiswa Ikhwan menjadi syuhada dalam sebuah Long March menuju istana Abidain<br /><br />Pengawasan pemerintah terhadap para aktivis ikhwan pun diperketat sejak bulan Juni hingga Agustus 1947. Dan siapapun yang dianggap mencurigakan dan berbahaya akan ditangkap, dan puncaknya adalah pada bulan September 1947 terjadi penangkapan besar-besaran terhadap anggota ikhwan oleh Pemerintahan Ismail Shidqi. Tidak kurang dari 40.000 anggota ikhwan ditangkap dan dipenjarakan. Tindakan sewenang-wenang ini pun berlanjut dengan penangkapan para tokoh Ikhwan pada tanggal 16 November 1947 yang menjadikan kerusuhan di Mesir semakin meluas. Puncak dari itu adalah jatuhnya Ismail Shidqi pada tanggal 8 Desember 1947.<br /><br />Permasalahan Mesir pun dibawa ke dewan Keamanan PBB seperti yang diusulkan ikhwan. Pada kesempatan ini ikhwan pun mengirimkan utusannya yang bernama Mustafa Mukmin ke sidang Dewan Keamanan PBB namun beliau diusir ke luar gedung sehingga dia berpidato di luar gedung Dewan yang cukup menyita banyak perhatian orang-orang yang melintas, termasuk para imigran dari Asia dan Afrika. Hasan Al Banna pun mengirimkan surat ke Dewan Keamanan PBB agar Inggris ditarik dari Mesir dan menyatukan Wadi an Nil.<br /><br />Berbagai konspirasi internasional pun terus dilakukan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang mendesak pembubaran al Ikhwanul Muslimin untuk yang kedua kalinya. Sehingga pada 8 Desember 1948 ada sebuah instruksi militer tentang pembubaran Jama’ah al Ikhwanul Muslimin dan menyita seluruh aset-asetnya.<br /><br />Sejak itu kembali terjadi berbagai penangkapan terhadap banyak kader dan tokoh-tokoh ikhwan hingga puncaknya adalah penembakan Imam Hasan Al Banna, pada tanggal 11 Februari 1949 di depan kantor Asy Syubbanul Muslimun oleh segerombolan orang yang mengenai lambung dan tangan beliau.<br /><br />Al Banna sempat dibawa ke RS al Qashrul Aini dan ketika seorang dokter muslim yang bernama Abdullah al Katib ingin memeriksanya maka ia pun dilarang. Hingga pada malam harinya, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir,<br /><br />Pada pukul 01.00 dini hari (12 Februari 1949) datang serombongan orang menemui ayahnya dan memberitahukan kematiannya dan mengatakan kepadanya bahwa jenazah Hasan Al Banna bisa diambil dengan syarat tidak ada iring-iringan pelepasan jenazah dan pemasangan tenda di rumahnya.<br /><br />Pada keesokan harinya, ayahnya sendiri dengan ditemani oleh Mukram dan beberapa saudara perempuannya mengurusi jenazahnya serta mengantarkannya ke pemakaman Imam Syfi’i dengan dikawal oleh tank-tank berlapis baja. (dari berbagai sumber)<br /><br />Demikianlah sejarah ringkas kehidupan seorang muassis (pendiri) sebuah jama’ah besar yang da’wahnya hingga hari ini terus menyinari banyak tempat di bumi. Kehidupan seorang yang menghabiskan waktunya untuk umat dan da’wah yang itu semua dibuktikan dengan gugurnya beliau ditangan orang-orang zhalim yang menghendaki cahaya kebenaran ini padam namun mereka lupa bahwa da’wah ini bukanlah milik Hasan Al Banna atau para pengikutnya yang setiap saat bisa mengalami kematian dan digantikan oleh generasi berikutnya. Sesungguhnya da’wah ini adalah milik Allah Yang Maha Agung lagi Maha Perkasa, Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, firman Allah swt :<br /><br />يُرِيدُونَ لِيُطْفِؤُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ<br /><br /><br />Artinya : “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (QS. Ash Shaff : 8)<br /><br /><p>Wallahu A’lam</p><p><strong><span style="font-size:100%;">FILE TEKS dan MP3 ALMA'TSURAT</span></strong></p><br />Alma'tsurat Wadzifah Sugro Pagi,MP3 <span style="color:#993399;"><em><strong><a href="http://www.4shared.com/file/55390698/1b32fca0/Al-Matsurat-Pagi.html">Download</a></strong></em></span><br /><p>Alma'tsurat Wadzifah Sugro Petang,MP3 <a href="http://www.4shared.com/file/55392834/48fcbd80/Al-Matsurat-Sore.html"><strong><em><span style="color:#663366;">Download</span></em></strong></a></p><p>Alma'tsurat Wadzifah Sugro,Teks (Tanpa keterangan-ada teks arab) <a href="http://www.4shared.com/get/F11QPAFK/Al-Mathurat_Sughro.html"><strong><em><span style="color:#663366;">Download</span></em></strong></a> atau (dg keterangan-tanpa teks arab-ada latin) <a href="http://isparmo.web.id/wp-content/plugins/downloads-manager/upload/almatsuraat.pdf"><strong><em><span style="color:#663366;">Download</span></em></strong></a><strong><em><span style="color:#663366;"><br /></span></em></strong></p><p>Alma'tsurat Wadzifah Kubro, MP3 <a href="http://www.bursalagu.com/dl.php?name=al%20ma%20tsurat%20kubro.mp3&src=NHNoYXJlZC5jb20.&ss=cFYtMTgwLjI1My4yMDYuMTIyLXVDYg..&id=d0ZmODR3V1AvQWxfTWF0c3VyYXRfa3Vicm8."><strong><em><span style="color:#663366;">Download</span></em></strong></a><br /></p><p>Alma'tsurat Wadzifah Kubro, Teks (dg keterangan-tanpa latin) <a href="http://www.oocities.org/gigih67/document/AlMaksturot.pdf"><strong><em><span style="color:#663366;">Download </span></em></strong></a> </p><p><br /></p>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com79tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-70355555027904471452011-07-01T00:16:00.001-07:002011-07-01T00:18:44.824-07:00JENIS-JENIS PERKATAAN YANG BAIKAl-Quran adalah al-Qaul. Dengan memperhatikan kata qaul dalam konteks perintah (amr), kita dapat menyimpulkan enam jenis perkataan yang baik: qaulan ma’rufan (QS An-Nisaa: 5), qaulan sadidan (QS. An-Nisaa: 9, Al-Ahzab:70). Qaulan balighan (QS. An-Nisaa: 63), qaulan kariman (QS. Al-Israa: 23), qaulan layyinan (QS. Thaahaa: 44), dan qaulan maysuran (QS. Al-Israa: 28).<br /><br />1. QAULAN MA’RUFAN (PERKATAAN YANG BAIK)<br /><br />Qaulan Ma'rifan adalah ungkapan yang jujur dan mendidik serta dapat menjadi teladan di tengah masyarakat. Kata qaulan ma’rufan disebutkan Allah dalam Al-Quran sebanyak lima kali. Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim. Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang miskin.<br /><br />Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakkan atau disedekahkan kepada orang lain. Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah terhadap istri Nabi. Kelima, berkenaan dengan soal pinangan terhadap seorang wanita.<br /><br />Kata ma’rufan dari kelima ayat tersebut, berbentuk isim maf’ul dari kata ‘arafa, bersinonim dengan kata al-Khair atau al-Ihsan yang berarti baik.<br /><br /> <br /><br />2. QAULAN SADIDAN (PERKATAAN YANG BENAR)<br /><br />Qaulan Sadidan adalah konsep perkataan yang benar, tegas, jujur, lurus, to the pint, tidak berbelit-belit dan tidak bertele-tele. Kata qaulan sadidan disebut dua kali dalam Al-Quran. Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan dalam urusan anak yatim dan keturunan. Kedua, Allah memerintahkan qaulan sadidan sesudah takwa. <br /><br />Alferd Korzybski, peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa , baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan bahasa yang tidak benar. Ada beberapa cara menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata yang sangat abstark, ambigu, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan apabila kita tidak setuju dengan pandangan kawan kita.<br /><br />Kedua, menciptakan istilah yang diberi makna lain berupa eufimisme atau pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang digunakan sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan makna yang lazim.<br /><br /> <br /><br />3. QAULAN LAYYINAN (PERKATAAN YANG LEMBUT)<br /><br />Konsep Qaulan Layyinan dilatarbelakangi kisah Musa ASdanHarun AS yang diutus untuk menghadapi Firaun dan mengajaknya beriman kepadaAllah SWT. Kata qaulan layyinan hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran (QS. Thaahaa: 44)<br /><br />Nabi Muhammad saw mencotohkan kepada kita bahwa beliau selalu berkata lemah lembut kepada siapa pun, baik kepada keluarganya, kepada kaum muslimin yang telah mengikuti nabi, maupun kepada manusia yang belum beriman. Qaulan layyinan sangat efektif untuk mencapai tujuan dan mendapatkan feedback yang positif.<br /><br /> <br /><br />4. QAULAN MAYSURAN (PERKATAAN YANG PANTAS)<br /><br />Jenis perkataan ini lebih merupakan perkataan yang mengandung empati kepada orang yang diajak bicara. Kata qaulan maysuran hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran, QS. Al-Israa’: 28.Berdasarkan sebab-sebab turunnya (ashab al-nuzulnya) ayat tersebut, Allah memberikan pendidikan kepada nabi Muhammad saw untuk menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana dalam menghadapi keluarga dekat, orang miskin dan musafir.<br /><br />Secara etimologis, kata maysuran berasal dari kata yasara yang artinya mudah atau gampang (Al-Munawir,1997: 158). Ketika kata maysuran digabungkan dengan kata qaulanmenjadi qaulan maysuran yang artinya berkata dengan mudah atau gampang. Berkata dengan mudah maksudnya adalah kata-kata yang digunakan mudah dicerna, dimengerti,, dan dipahami oleh lawan bicara.<br /><br /> <br /><br />5. QAULAN BALIGHAN (PERKATAAN YANG MEMBEKAS PADA JIWA)<br /><br /> Kata qaulan balighan dalam Al-Quran disebutkan dalam surat Al-Nisaa’ ayat 63. Kata baligh berarti fasih, jelas maknanya , terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Perkataan jenis ini lebih ditujukan agar kata-katayang diucapkan masuk kedalamjiwalawan bicara. Perkataanyang disampaikan hendaknya memang berasal dari hati si pembicara. Karena sesuatuyang berasal dari hati akan masuk ke dalam hati pula. <br /><br /> <br /><br />6. QAULAN KARIMAN (PERKATAAN YANG MEMULIAKAN)<br /><br />Qaulan Kariman disampaikan dengan kata-kata yang penuh hormat, santun, serta tidak bermaksud menentang atau meremehkan lawan bicara. Kata qaulan kariman dalam Al-Quran disebutkan hanya satu kali, yaitu dalam surat Al-Israa’ ayat 23.<br /><br />Substansi ayat tersebut, paling tidak mengandung dua hal, yakni: (1) berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada Allah, dan (2) berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada kedua orang tua. Menurut Hamka (1999: 63), dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa akhlak kepada Allah merupakan pokok etika sejati, sebab hanya Allah semata yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi hidup kita, memberi rezeki.<br /><br />Tuntunan akhlak kepada kedua orang tua, antara lain: keharusan berbakti kepada orang tua, dan mengurus orang tua di saat mereka sudah usia lanjut. Jika seorang anak mengikuti perintah Allah ini, ia akan selamat di dunia dan di akhirat.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-6804843235232297222009-10-27T06:54:00.000-07:002009-10-27T07:00:37.869-07:00Aku ingin Anak Lelaki ku meniru muKetika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!"<br /><br />Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku."<br /><br />Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa.<br />Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah."<br /><br />Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu."<br /><br />Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.<br /><br />Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.<br /><br />Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.<br />Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima. Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah.<br /><br />Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan seremeh itu, katanya.<br /><br />Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!"<br /><br />Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!"<br /><br />Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu.<br /><br />Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.<br /><br />Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.<br /><br />Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini. Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.<br />Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya: "Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka<br />dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!"<br /><br />Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam.<br /><br />Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?"<br /><br />Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?<br /><br />Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.<br /><br />Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta. Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan.<br /><br />Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku. Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."<br />Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan.<br /><br />Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.<br /><br />Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu!<br /><br />Amin, Alhamdulillah (Oleh : Neno Warisman - 'Izinkan Aku Bertutur')<br /><br />sumber : Divan Semesta (blog)Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-40455219634085446642009-09-02T21:33:00.000-07:002009-09-02T21:37:21.449-07:00Adab Pergaulan di Dunia Maya<span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Kisah Bincang-bincang Seorang Istri di Dunia Maya (Sumber: Jilbab.or.id)</strong></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">sumber artikel: <a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/2642-kisah-istri-kecanduan-chating.html"><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">disini</span></a><br /><br />Kisah ini terjadi di Lebanon berdasarkan apa yang saya dengar lewat kajian bersama ustadz di majelis ilmu syar’I … Ustadz menguraikan kisah ini agar bisa menjadi perhatian bagi muslimah di sini (Sydney) agar mereka berhati-hati terhadap chatting ini dan tidak melayani sapaan dari laki-laki yang suka iseng menggoda lewat chatting ini…<br /><br />Beliau adalah seorang wanita muslimah yang <em>alhamdulillah</em> Allah karuniakan kepadanya seorang suami yang baik akhlak dan budi pekertinya. Di rumah ia pun memilki komputer sebagaimana keluarga muslim lainnya di mana komputer bukan lagi merupakan barang mewah di Lebanon. Sang suami pun mengajari bagaimana menggunakan fasilitas ini yang akhirnya ia pun mahir bermain internet. Yang akhirnya ia pun mahir pula chatting dengan kawan-kawanya sesama muslimah.<br /><br />Awalnya ia hanya chatting dengan rekannya sesama muslimah, … hingga pada suatu hari ia disapa oleh seorang laki-laki yang mengaku sama-sama tinggal dikota beliau.Terkesan dengan gaya tulisannya yang enak dibaca dan terkesan ramah. Sang muslimah yang telah bersuami ini akhirnya tergoda pada lelaki tersebut.<br /><br />Bila sang suami sibuk bekerja untuk mengisi kekosongan waktunya, ia akhirnya menghabiskan waktu bersama dengan lelaki itu lewat chatting, … sampai sang suami menegurnya setiba dari kerja mengapa ia tetap sibuk di internet. Sang istri pun membalas bahwa ia merasa bosan karena suaminya selalu sibuk bekerja dan ia merasa kesepian, … ia merahasiakan dengan siapa ia chatting .. khawatir bila suaminya tahu maka ia akan dilarang main internet lagi…. Sungguh ia telah kecanduan berchatting ria dengan lelaki tersebut.<br /><br />Fitnah pun semakin terjadi di dalam hatinya, .. ia melihat sosok suaminya sungguh jauh berbeda dengan lelaki tersebut, enak diajak berkomunikasi, senang bercanda dan sejuta keindahan lainnya di mana setan telah mengukir begitu indah di dalam lubuk hatinya.<br /><br />Duhai fitnah asmara semakin membara, … ketika ia chatting lagi sang laki-laki itu pun tambah menggodanya, .. ia pun ingin bertemu empat mata dengannya. Gembiralah hatinya, .. ia pun memenuhi keinginan lelaki tersebut untuk berjumpa. Jadilah mereka berjumpa dalam sebuah restoran, lewat pembiacaran via darat mereka jadi lebih akrab. Dari pertemuan itu akhirnya dilanjutkan dengan pertemuan berikutnya.<br /><br />Hingga akhirnya si lelaki tersebut telah berhasil menawan hatinya. Sang suami yang menasehati agar ia tidak lama-lama main internet tidak digubrisnya. Akhirnya suami wanita ini menjual komputer tersebut karena kesal nasehatnya tidak di dengar, lalu apa yang terjadi ?? Langkah itu (menjual komputer) membuat marah sang istri yang akhirnya ia pun meminta cerai dari suaminya. Sungguh ia masih teringat percakapan manis dengan laki-laki tersebut yang menyatakan bahwa ia sangatlah mencintai dirinya, dan ia berjanji akan menikahinya apabila ia bercerai dari suaminya.<br />Sang suami yang sangat mencintai istrinya tersebut tentu saja menolak keputusan cerai itu.<br /><br />Karena terus didesak sang istri akhirnya ia pun dengan berat hati menceraikan istrinya. Sungguh betapa hebatnya fitnah lelaki itu. Singkatnya setelah ia selesai cerai dengan suaminya ia pun menemui lelaki tersebut dan memberitahukan kabar gembira tentang statusnya sekarang yang telah menjadi janda. Lalu apakah si lelaki itu mau menikahinya sebagaimana janjinya???<br />Ya ukhti muslimah dengarlah penuturan kisah tragis ini, … dengan tegasnya si lelaki itu berkata, <strong>“Tidak!! Aku tidak mau menikahimu! Aku hanya mengujimu sejauh mana engkau mencintai suamimu,ternyata engkau hanyalah seorang wanita yang tidak setia kepada suami. Dan, aku takut bila aku menikahimu nantinya engkau tidak akan setia kepadaku! Bukan ,..bukan..wanita sepertimu yang aku cari, aku mendambakan seorang istri yang setia dan taat kepada suaminya..!” </strong><br />Lalu ia pun berdiri meninggalkan wanita ini, .. sang wanita dengan isak tangis yang tidak tertahan inipun akhirnya menemui ustadz tadi dan menceritakan Kisahnya…. Ia pun merasa malu untuk meminta rujuk kembali dengan suaminya yang dulu … mengingat betapa buruknya dia melayani suaminya dan telah menjadi istri yang tidak setia.<br />[Berakhir nukilan dari http://jilbab.or.id/archives/403-bercerai-dari-suami-akibat-kecanduan-chatting/ ] </span> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Jika seseorang betul-betul merenungkan kisah di atas, tentu saja dia akan menggali beberapa pelajaran berharga. Itulah di antara bahaya chatting dengan lawan jenis yang tidak mengenal adab dalam bergaul. Lihatlah akibat chatting dengan lawan jenis, di sana bisa terjadi perceraian antara kedua pasangan tersebut disebabkan si istri memiliki hubungan dengan pria kenalannya di dunia maya.<br />Di pelajaran lainnya adalah hendaknya selalu ada pengawasan dari kepala keluarga terhadap anggota keluarganya. Kepala keluarga seharusnya dapat memberikan batasan terhadap pergaulan anggota keluarganya termasuk istrinya, apalagi dalam masalah penggunaan internet. Inilah pelajaran yang mesti diperhatikan oleh seorang suami sebagai kepala keluarga.<br />Adapun untuk anggota keluarga yaitu istri dan anak, hendaklah mereka selalu merasa mendapatkan pengawasan dari Allah <em>subahanahu wa ta’ala. </em>Hendaklah mereka meyakini bahwa Allah <em>Ta’ala </em></span>mengetahui segala yang nampak maupun yang tersembunyi. Sehingga Allah mengetahui segala apa yang mereka lakukan. Karena Allah-lah Maha Mengetahui dan Maha Melihat dengan sifat kesempurnaan. Tentu saja sikap selalu merasa penjagaan dari Allah ini bisa muncul jika seseorang telah dibekali dengan aqidah dan tauhid yang benar. Itulah pentingnya pendidikan aqidah pada keluarga.</p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Selain itu pula, istri mesti diluruskan tatkala dia berada dalam kekeliruan. Istri mesti diluruskan dengan lemah lembut dan harus berhati-hati dalam menasehatinya. Rasulullah <em>shallallahu ’alaihi wa sallam </em>bersabda, </span></p> <div style="text-align: center;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><strong>ُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا </strong></span><br /></span></span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">"<em>Bersikaplah yang baik terhadap wanita karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk.</em><em>Bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun, j<strong>ika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka bersikaplah yang baik terhadap wanita</strong>.</em>" (HR. Bukhari no. 5184)<br />Juga perlu diketahui bahwa kerusakan yang terjadi akibat chatting di atas bukanlah bisa terjadi hanya pada wanita. Kerusakan semacam itu pun sebenarnya dapat terjadi pada laki-laki. Oleh karena itu, perlu sekali diberitahukan kepada pembaca sekalian beberapa adab-adab yang mesti diperhatikan ketika bergaul dengan lawan jenis. Karena tidak memperhatikan beberapa adab berikut inilah terjadi keretakan rumah tangga atau mungkin bagi yang belum menikah pun bisa terjadi kerusakan dengan terjerumus dalam perantara-perantara menuju zina atau bahkan bisa terjerumus dalam zina. <em>Na’udzu billahi min dzalik.</em></span></p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Beberapa Adab yang Mesti Diperhatikan dalam Pergaulan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)</strong></span><br /><strong><em>Pertama</em></strong>, menjauhi segala sarana menuju zina<br />Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br /></span></p> <div style="text-align: right;"> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا</strong></span></span></span></div> <span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Dan janganlah kamu <span style="text-decoration: underline;">mendekati zina</span>; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.</em>”(QS. Al Isro’ [17] : 32)<br /><strong><em>Kedua</em></strong>, selalu menutup aurat<br />Allah <em>Ta’ala </em>berfirman,<br /></span></p> <div style="text-align: right;"> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا </strong></span></span></span></div> <span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "<span style="text-decoration: underline;">Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka</span>". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. </em>(QS. Al Ahzab [33] : 59)<br /><strong><em>Ketiga</em></strong>, saling menundukkan pandangan<br />Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah <em>Ta’ala </em>berfirman,<br /></span></p> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ </strong></span></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"> </span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Katakanlah kepada <strong>laki – laki yang beriman</strong> :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” </em>(QS. An Nuur [24] : 30 )<br />Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,<br /></span></p> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ</strong></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"></span></span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Katakanlah kepada <strong>wanita-wanita yang beriman </strong>: "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya</em>” (QS. An Nuur [24] : 31)<br /><strong><em>Keempat</em></strong>, tidak berdua-duaan dengan lawan jenis<br />Dari Ibnu Abbas, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br /></span></p> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ</strong></span></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"></span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.</em>” (HR. Bukhari, no. 5233)<br /><strong><em>Kelima</em></strong><strong>, </strong>menghindari bersentuhan dengan lawan jenis<br />Dari Abu Hurairah <em>radhiyallahu ‘anhu</em> , Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br /></span></p> <div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-size:14;"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ</strong></span></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"></span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Setiap anak Adam </em><em>telah ditakdirkan bagian untuk </em><em>berzina</em><em> dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak</em><em>. </em><em>Zina k</em><em>edua mata adalah dengan melihat. </em><em>Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara</em><em>. </em><em><span style="text-decoration: underline;">Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh)</span></em><em>. Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” </em>(HR. Muslim no. 6925)<br /><strong><em>Keenam, </em></strong>tidak melembutkan suara di hadapan lawan jenis<br />Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br /></span></p> <div style="text-align: center;"><span style="font-size:14;"><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><strong>يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا</strong></span></span></span><br /><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"></span></div> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">“<em>Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. <span style="text-decoration: underline;">Maka janganlah kamu melembutkan pembicaraan </span>sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.</em>” (QS. Al Ahzab: 32). Perintah ini berlaku bukan hanya untuk istri-istri Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, namun juga berlaku untuk wanita muslimah lainnya. </span></p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Lalu bagaimana dengan adab chatting dengan lawan jenis? Hal ini dapat pula kita samakan dengan telepon, SMS, pertemanan di friendster dan pertemanan di facebook</strong></span></span></p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Jawabnya adalah sama atau hampir sama dengan adab-adab di atas.<br /><strong><em>Pertama</em></strong>, jauhilah segala sarana menuju zina melalui pandangan, sentuhan dan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahrom.<br /><strong><em>Kedua</em></strong>, tutuplah aurat di hadapan bukan mahrom.<br />Sehingga seorang muslimah tidak menampakkan perhiasan yang sebenarnya hanya boleh ditampakkan di hadapan suami. Contoh yang tidak beradab seperti ini adalah berbusana tanpa jilbab atau bahkan dengan busana yang hakekatnya telanjang. Inilah yang banyak kita saksikan di beberapa foto profil di FB atau friendster. <em>Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka.</em><br /><strong><em>Ketiga</em></strong>, tundukkanlah pandangan.<br />Bagaimana mungkin bisa saling menundukkan pandangan jika masing-masing orang memajang foto di hadapan lawan jenisnya? Wanita memamerkan fotonya di hadapan pria. Mungkinkah di sini bisa saling menundukkan pandangan? Oleh karena itu, alangkah baiknya jika foto profil kita bukanlah foto kita, namun dengan foto yang lain yang bukan gambar makhluk bernyawa. Tujuannya adalah agar foto wanita tidak membuat fitnah (godaan) bagi laki-laki, begitu pula sebaliknya. Di antara bentuk menundukkan pandangan adalah janganlah menggunakan <em>webcamp</em> selain dengan sesama jenis saja ketika ingin melakukan obrolan di dunia maya.<br /><strong><em>Keempat</em></strong>, hati-hatilah dengan berdua-duaan bersama lawan jenis yang bukan mahrom.<br />Jika seorang pria dan wanita melakukan pembicaraan via chatting, telepon atau sms –tanpa ada hajat (keperluan)-, itu sebenarnya adalah <span style="text-decoration: underline;">semi</span> kholwat (<span style="text-decoration: underline;">semi</span> berdua-duaan). Apalagi jika di dalamnya disertai dengan kata-kata mesra dan penuh godaan sehingga membangkitkan nafsu birahi. Dan jika memang ada pembicaraan yang dirasa perlu antara pria dan wanita yang bukan mahrom, maka itu hanya seperlunya saja dan sesuai kebutuhan. Jika tidak ada kebutuhan lagi, maka pembicaraan tersebut seharusnya dijauhi agar tidak terjadi sesuatu yang bisa menjurus pada yang haram.<br /><strong><em>Kelima, </em></strong>janganlah melembutkan atau mendayu-dayukan suara atau kata-kata di hadapan lawan jenis.<br />Penyimpangan dalam adab terakhir ini, kalau diterapkan dalam obrolan chatting adalah dengan kata-kata yang lembut atau mendayu-dayu dari wanita yang menimbulkan godaan pada pria. Contoh menggunakan kata-kata yang sebenarnya layak untuk suami istri seperti “sayang”, dsb.<br />Jika setiap muslim mengindahkan adab-adab di atas, maka tentu saja dia tidak akan terjerumus dalam perbuatan dosa dan tidak akan mengalami hal yang serupa dengan kisah di atas dengan izin Allah.<br /><em></em></span></p> <p style="text-align: center;"><strong><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;"><em>Kami ingatkan pula bahwa tulisan ini bukanlah hanya kami tujukan kepada kaum hawa saja, namun kami juga tujukan pada para pria agar mereka juga memperhatikan adab-adab di atas. Jadi janganlah tulisan ini dijadikan sebagai sarana untuk memojokkan wanita atau para istri, namun hendaklah dijadikan nasehat untuk bersama. </em></span></strong></p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">Semoga Allah <em>subhanahu wa ta’ala</em> memberikan sifat ketakwaan, memberi kita petunjuk dan kecukupan. Semoga Allah melindungi dan menjaga keluarga kita dari hal-hal yang haram dan mendatangkan murka Allah. Semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin. <em>Wa shallallahu wa sallamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Walhamdulillahir rabbil ‘alamin.</em><br /></span></p> <p><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif;">***<br />Panggang, Gunung Kidul, 10 Sya’ban 1430 H<br />Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br />Artikel http://rumaysho.com</span></p>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-5349562421329551362009-09-02T21:10:00.000-07:002009-09-02T21:15:27.395-07:00Musibah Datang karena Maksiat dan Dosa<div class="article-toolswrap"> <div class="article-tools clearfix"> <div class="article-meta"> <span class="createdate"> Jumat, 17 Juli 2009 03:00 </span> <span class="createby"> Muhammad Abduh Tuasikal </span> <span class="article-section"> <a href="http://rumaysho.com/belajar-islam.html"> Belajar Islam </a> - </span> <span class="article-category"> <a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu.html"> Manajemen Qolbu </a> </span> </div> </div> </div><br />“<em>Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)</em>.” (<strong>QS. Asy Syuraa: 30</strong>)<br /><br /><em>‘</em>Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, <div style="text-align: right;"><span style="font-size: 14pt;">مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ</span></div> <p>“<em>Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat</em>.” (<strong><em>Al Jawabul Kaafi, hal. 87</em></strong>)<br />Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu- di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,</p> <div style="text-align: right;"><span style="font-size: 14pt;">وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ</span></div> <p>“<em>Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)</em>.” (<strong>QS. Asy Syuraa: 30</strong>)</p> <p>Para ulama salaf pun mengatakan yang serupa dengan perkataan di atas.</p> <p>Ibnu Qoyyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, <br />“Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (<strong><em>Al Jawabul Kaafi, hal. 87</em></strong>)</p> <p>Ibnu Rojab Al Hambali –rahimahullah- mengatakan,<br />“Tidaklah disandarkan suatu kejelekan (kerusakan) melainkan pada dosa karena semua musibah, itu semua disebabkan karena dosa.” (<strong><em>Latho’if Ma’arif, hal. 75</em></strong>)</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Saatnya Merubah Diri </strong></span></p> <p>Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap hamba merenungkan hal ini. Ketahuilah bahwa setiap musibah yang menimpa kita dan datang menghampiri negeri ini, itu semua disebabkan karena dosa dan maksiat yang kita perbuat. Betapa banyak kesyirikan merajalela di mana-mana, dengan bentuk tradisi ngalap berkah, memajang jimat untuk memperlancar bisnis dan karir, mendatangi kubur para wali untuk dijadikan perantara dalam berdoa. Juga kaum muslimin tidak bisa lepas dari tradisi yang membudaya yang berbau agama, namun sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masih banyak yang enggan meninggalkan tradisi perayaan kematian pada hari ke-7, 40, dst. Juga masih gemar dengan shalawatan yang berbau syirik semacam shalawat nariyah. Juga begitu banyak kaum muslimin gemar melakukan dosa besar. Kita dapat melihat bahwa masih banyak di sekitar kita yang shalatnya bolog-bolong. Padahal para ulama telah sepakat –sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qoyyim- bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa besar yang lainnya yaitu lebih besar dari dosa berzina, berjudi dan minum minuman keras. <em>Na’udzu billah min dzalik. </em> Begitu juga perzinaan dan perselingkuhan semakin merajalela di akhir-akhir zaman ini. Itulah berbagai dosa dan maksiat yang seringkali diterjang. Itu semua mengakibatkan berbagai nikmat lenyap dan musibah tidak kunjung hilang.</p> <p>Agar berbagai nikmat tidak lenyap, agar terlepas dari berbagai bencana dan musibah yang tidak kunjung hilang, hendaklah setiap hamba memperbanyak taubat yang nashuh (yang sesungguhnya). Karena dengan beralih kepada ketaatan dan amal sholeh, musibah tersebut akan hilang dan berbagai nikmat pun akan datang menghampiri.<br />Allah Ta’ala berfirman,</p> <div style="text-align: right;"><span style="font-size: 14pt;">ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ</span></div> <p>“(<em>Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.</em>” (QS. Al Anfaal: 53)</p> <div style="text-align: right;"><span style="font-size: 14pt;">إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ</span></div> <p>“<em>Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.</em>” (QS. Ar Ro’du: 11)<br /><em> </em></p> <p><em>Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmus sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.</em></p> <p><strong>Rujukan:</strong><br /><em></em></p> <p><em>Al Jawabul Kaafi Liman Sa-ala ‘anid Dawaa’ Asy Syafii</em>, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah,cetakan kedua: 1427 H<br /><em></em></p> <p><em>Kaifa Nakuunu Minasy Syakirin</em>, ‘Abdullah bin Sholeh Al Fauzan, Asy Syamilah<br /><br />***<br />Disusun di saat Allah memberi nikmat dan kemudahan untuk menulis selepas shalat shubuh, 14 Jumadil Ula 1430 H<br />Di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul <em> </em></p> <p>Penulis<em>: </em>Muhammad Abduh Tuasikal</p> <p>Artikel http://rumaysho.com</p>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-33501920868713077172009-08-26T09:54:00.000-07:002009-08-26T20:03:07.799-07:0019 Tanda Kegagalan RamadhanSumber: Hidayatulloh<br /><br />1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya'ban.<br /><br />Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Sya'ban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu 'anha berkata, "Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya'ban."<br /><br />2. Gampang mengulur shalat fardhu.<br /><br />"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih." (Maryam: 59) Menurut Sa'id bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.<br /><br /><br />3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.<br /><br />Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail.<br />Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih. "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya:90) "Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. " (Hadits Qudsi)<br /><br />4. Kikir dan rakus pada harta benda.<br /><br />Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya. Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).<br /><br />5. Malas membaca Al-Qur'an.<br /><br />Ramadhan juga disebut Syahrul Qur'an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur'an. "Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur'an." (HR Baihaqi)<br />Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur'an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.<br /><br />6. Mudah mengumbar amarah.<br /><br />Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: "Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah." Dalam hadits lain beliau bersabda: "Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)<br /><br />7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.<br /><br />"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan sia-sia, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya." (HR Bukhari dari Abu Hurairah)<br />Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: "Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia." (Al Muhalla VI: 178) Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak: "Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan."<br /><br />8. Memutuskan tali silaturrahim.<br /><br />Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: "…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…"<br />Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.<br /><br />9. Menyia-nyiakan waktu.<br /><br />Al-Qur'an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main. "Allah bertanya: 'Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arsy yang mulia." (Al-Mu'minun: 112-116)<br />Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.<br /><br />10. Labil dalam menjalani hidup.<br /><br />Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw: "Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya." (HR Ahmad, Nasa'i, Baihaqi dari Abu Hurairah)<br />Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.<br /><br />11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.<br /><br />Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan 'amar ma'ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.<br /><br />12. Khianat terhadap amanah.<br /><br />Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.<br /><br />13. Rendah motivasi hidup berjama'ah.<br /><br />Frekuensi shalat berjama'ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama'ah, yang saling menguatkan. "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh." (Ash-Shaf: 4) Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama'ah.<br /><br />14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.<br /><br />Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.<br /><br />15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.<br /><br />Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.<br /><br />16. Tidak mencintai kaum dhuafa.<br /><br />Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.<br /><br />17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.<br /><br />Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.<br />"Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Hasyr: 18)<br /><br />18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.<br /><br />Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati. Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.<br /><br />19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.<br /><br />Secara harfiah makna Idul Fitri berarti "hari kembali ke fitrah". Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari "penjara" Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional. Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-67467514542982907422009-05-27T05:38:00.000-07:002009-05-27T05:48:45.297-07:00SABARSabar: Keajaiban Seorang Mukmin<br />Syarah Hadits<br />2/6/2007 | 17 Jumadil Awal 1428 H | Hits: 13.431<br />Oleh: <a href="http://www.dakwatuna.com/2007/sabar-keajaiban-seorang-mukmin/">Tim dakwatuna.com</a><br /><br />Dari Suhaib r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)<br /><br />Sekilas Tentang Hadits :<br /><br />Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh:<br /><br />· Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.<br /><br />· Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.<br /><br />· Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.<br /><br />Makna Hadits Secara Umum<br /><br />Setiap mukmin digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’. Pesona berpangkal dari adanya positif thinking seorang mukmin. Ketika mendapatkan kebaikan, ia refleksikan dalam bentuk syukur terhadap Allah swt. Karena ia paham, hal tersebut merupakan anugerah Allah. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya. Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, ia akan bersabar. Karena ia yakin, hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang ada rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah swt.<br /><br />Urgensi Kesabaran<br /><br />Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan: seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menggambarkan ciri dan keutamaan orang beriman sebagaimana hadits di atas.<br /><br />Makna Sabar<br /><br />Sabar merupakan istilah dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “shabara”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran“. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)<br /><br />Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah swt.<br /><br />Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.<br /><br />Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Al-Khawas, “Sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidakmampuan. Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang).”<br /><br />Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an<br /><br />Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri, terdapat 103 kali disebut dalam Al-Qur’an, baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah swt.<br /><br />1. Sabar merupakan perintah Allah. “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153). Ayat-ayat yang serupa Ali Imran: 200, An-Nahl: 127, Al-Anfal: 46, Yunus: 109, Hud: 115.<br /><br />2. Larangan isti’jal (tergesa-gesa). “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…” (Al-Ahqaf: 35)<br /><br />3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar: “…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 177)<br /><br />4. Allah akan mencintai orang-orang yang sabar. “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)<br /><br />5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)<br /><br />6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. (Ar-Ra’d: 23 - 24)<br /><br />Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits<br /><br />Sebagaimana dalam Al-Qur’an, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar:<br /><br />1. Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim)<br /><br />2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari)<br /><br />3. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik. Rasulullah mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)<br /><br />4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim)<br /><br />5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya’.” (HR. Bukhari)<br /><br />6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata”Seakan-akan aku memandang Rasulullah saw. menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari)<br /><br />7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)<br /><br />8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullan saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)<br /><br />9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah saw. mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)<br /><br />Bentuk-Bentuk Kesabaran<br /><br />Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga:<br /><br />1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.<br /><br />2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, dan memandang sesuatu yang haram.<br /><br />3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta dan kehilangan orang yang dicintai.<br /><br />Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran<br /><br />Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang harus diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif pada amal. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan melaksanakan ibadah. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat guna meningkatkan kesabaran. Di antaranya:<br /><br />1. Mengikhlaskan niat kepada Allah swt.<br /><br />2. Memperbanyak tilawah (membaca) Al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan.<br /><br />3. Memperbanyak puasa sunnah. Puasa merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.<br /><br />4. Mujahadatun nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat untuk mengalahkan nafsu yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, dan kikir.<br /><br />5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna.<br /><br />6. Perlu mengadakan latihan-latihan sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi, misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah.<br /><br />7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-36051432098146911282009-05-12T16:14:00.000-07:002009-05-12T16:17:49.556-07:00ketik : REG(spasi)HARTA kirim ke N.E.R.A.K.Adikirim: <a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=1342208404">Wahyu Hamzah</a><br />pada grup: <a href="http://www.facebook.com/group.php?gid=52261345923">Ayo Baca Al-Qur'an</a><br /><br />Celakalah kedua belah tangan Abu Lahab dan celakalah dia. Harta bendanya dan apa yang dia usahakan, tidak berguna bagi dirinya. Dia akan masuk api yang menyala-nyala. (QS AL-LAHAB : 1-3)<br /><br />Tahukah kamu orang yang mendustakan hari Pembalasan. Itulah orang yang menolak hak anak yatim. Dan tidak menganjurkan member makan terhadap orang-orang miskin. (QS AL-MA’UN : 1-3)<br /><br />Kecelakaanlah bagi setiap orang yang mengumpat dan mengejek. Yaitu orang yang mengumpulkan hartanya dan menghitung-hitungnya. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Jangan demikian, sungguh ia akan dicampakkan dalam Huthamah (neraka). (QS AL-HUMAZAH : 1-4)<br /><br />Kamu telah dilalaikan oleh kemewahan. Hingga kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, nanti kamu akan mengetahui. (QS AT-TAKASUR : 1-3)<br /><br />Sesungguhnya manusia itu sangat tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya ia menyaksikan hal itu. Dan sesungguhnya ia sangat cinta pada harta. (QS AL-‘ADIYAT : 6-8)<br /><br />Jangan demikian (wahai orang yang ingkar) sesungguhnya manusia itu sungguh melampaui batas. Karena ia melihat dirinya kaya. Sesungguhnya kembali(mu) itu kepada Tuhanmu. (QS AL-‘ALAQ : 6-8)<br /><br />Dan adapun orang yang kikir dan memandang dirinya kaya. Dan mendustakan terhadap kebaikan. Maka segera Kami permudah dia pada kesukaran. (QS AL-LAIL : 8-11)<br /><br />Adapun manusia apabila dia diuji Tuhannya dan dimuliakan-Nya serta dia dikaruniai kenikmatan oleh-Nya, maka dia berkata : “Tuhanku memuliakanku”. Adapun apabila dia diuji oleh-Nya dan disempitkan-Nya rezekinya, maka dia berkata : “Tuhanku menghinakanku”. Janganlah demikian, bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak menganjurkan untuk member makan kepada orang miskin. Dan kamu memakan harta pusaka secara campur baur. Dan kamu mencintai harta dengan cinta yang berlebihan. (QS AL-FAJR : 15-20)<br /><br />Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain minta disempurnakan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka merugikan (mengurangi). (QS AL-MUTAFFIFIN : 1-3)<br /><br />Sesungguhnya neraka Jahanam adalah tempat penantian (orang-orang kafir). Lagi (pula) menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang durhaka. Mereka tinggal di dalamnya dalam waktu yang lama. Di dalamnya mereka tidak merasakan kesejukan dan tidak ada minuman. Kecuali air panas dan nanah. (QS AN-NABA’ : 21-25)Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-59147552684569865382009-05-10T20:00:00.000-07:002009-05-10T20:26:11.567-07:00Dikirim: Nawawi Muhammad<br />di <a href="http://www.new.facebook.com/group.php?gid=52695014485">"NGAJI,BIKIN KEREN"</a><br /><br />Istiqamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16). Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan" (institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan. Lihat saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi microchip (harfiah: kerupuk kecil) dalam teknologi elektronika.<br /><br />Siapa saja yang mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen, pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang statis. Memang istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan. Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat.<br /><br />Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri. Lebih-lebih lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan "cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu sendiri.<br /><br />Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas. (afzan. m. wahab*)Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-39663250656718083402009-05-10T18:40:00.000-07:002009-05-10T18:44:22.579-07:00Islam Iltizamdikirim: Nawawi Muhammad<br />di <a href="http://www.new.facebook.com/group.php?gid=52695014485">"NGAJI, BIKIN KEREN"</a><br /><br />Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Rabb kami ialah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka [dengan mengatakan], 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan [memperoleh] surga yang telah dijanjikan Allah 'kepadamu.' [Fushshilat: 30]<br /><br />Rasulullah saw dan para sahabat adalah orang-orang yang memiliki jiwa militansi sangat tinggi, mereka patut untuk kita jadikan panutan dalam hal iltizam. Apakah pantas orang-orang yang mengikuti jalan mereka selaku umat terbaik justru dicap negatif sebagaimana yang sering terjadi sekarang ini?<br /><br />Iltizam adalah suatu kata yang umum yang menunjukkan makna menetapi dan sungguh-sungguh terhadap syariat atau selainnya. Akan tetapi, dalam konteks sekarang ini lebih cenderung banyak dipakai untuk istilah orang yang berpegang teguh terhadap syariat dan termasuk [memegang erat] agama [Islam]. Dari sini kita katakan bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam agama [iltizam] adalah seorang lurus dan istiqamah [mustaqim], memagang syariat [al mutamassik bisy syari'ah], taat kepada Allah [al muthi' lillah], atau menjalankan syariat Allah dan ittiba kepada Rasulullah saw ['amilan bisyari'atillah wa muttabi'an lirasulillah].<br /><br />Dari definisi [ta'rif] di atas, iltizam pada prinsipnya adalah memegang teguh syariat, mengamalkannya dan ittiba kepada sunah Rasulullah saw: inilah hakikat iltizam. Kita akan melihat bahwa seorang yang multazim aktivitas kesehariannya akan berkisar pada amalan-amalan wajib, ataupun sunah, mungkin juga tambahan [nawafil] dari bentuk-bentuk ibadah dan ketaatan, bisa juga fardu kifayah. Demikianlah tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan memposisikan dirinya sebagai orang yang multazim.<br />Allah SWT berfirman yang artinya, 'Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali [agama] Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.' [Ali Imran: 103]. Dalam konteks ini iltizam bermakna menetapi sesuatu dan berpegang teguh kepadanya [I'tisham].<br />'Maka wajib atas kalian semua berpegang teguh dengan sunahku dan sunah khulafaur rasidin yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham.' [maksudnya berpegang teguhlah dengan sunah sekuat tenaga, red] [HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad Darimi].<br /><br />Apa yang dilakukan seorang multazim? Seorang yang benar-benar multazim harus melakukan amalan-amalan yang menjadi bukti konkrit atas kesungguhan dan komitmennya terhadap Islam.<br /><br />Pertama, Berpegang teguh dengan as Sunah. Seorang yang multazim sudah barang tentu harus memegang as Sunah dengan sungguh-sungguh, atau dengan kata lain mereka adalah ahlus sunah dan ahlus syariah. Dia juga al jamaah [kelompoknya Nabi dan para sahabat], meskipun minoritas dalam umat manusia, tetapi mayoritas untuk pengikut Muhammad; akan tetapi, mereka yang benar-benar pengikut sejati yang kuat dan berada di baris terdepan adalah minoritas dari yang mayoritas pengikut Muhammad saw.<br /><br />Kedua, seorang yang multazim giat menuntut ilmu. Muslim yang multazim haruslah selalu menuntut ilmu sehingga ia beribadah kepada Allah di atas dasar cahaya dan hujjah yang jelas, bukan di atas prasangka dan dugaan, meniru dan ikut-ikutan, kejahilan dan kesesatan. Masalah ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab seorang yang iltizam dengan ajaran Islam otomatis akan menjadi da'i yang menyeru ke jalan Allah. Ia akan mengajak orang lain untuk beristiqamah, iltizam dan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Dengan ilmu [syar'i] inilah, ia akan mengajak orang ke jalan Allah dengan berlandaskan hujah yang terang [bashirah].<br /><br />Ketiga, multazim adalah seorang yang meninggalkan bid'ah, maksiat dan kesia-siaan [lahwu]. Seorang yang istikamah harus selalu bersemangat untuk senantiasa melakukan apa-apa yang disyariatkan Allah, belajar dan mengajarkan Islam. Ia selayaknya juga harus berusaha sekuat tenaga menjauhi segala bentuk yang bisa mencoreng harga dirinya, menodai keadilannya, dan apa saja yang bisa menuurunkan martabat dan kedudukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meninggalkan bid'ah, maksiat, dan segala bentuk kesia-siaan.<br /><br />Keempat, ia berdakwah menyeru ke jalan Allah, juga berjihad menegakkan kalimatullah. Setelah seseorang diberi rahmat oleh Allah berupa kemampuan untuk beriltizam dan beristiqamah, maka ia tidak boleh berhenti sampai di sini. Akan tetapi, ia masih mempunyai kewajiban yang sangat penting, yaitu berdakwah mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak siapa saja, baik itu saudara, sahabat, teman kerja, keluarga, dan siapa saja yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya seiman, sebab jika ia tidak berdakwah kepada kebaikan tentu mereka yang buruk dan sesat akan mengajak kepada keburukan dan kesesatan yang mereka kerjakan. Bukankah kita akan senang jika banyak orang yang mengikuti jejak kebaikan yang kita lakukan? Bukankah kita senang jika banyak orang yang menolong dan membantu kita? Kita juga akan merasa senang jika banyak orang yang senantiasa berbuat kebajikan dan meniti agama yang lurus, baik itu kalangan pemuda, remaja, maupun anak-anak. (Abu Anas Ali bin Husani*) Abu LuzMaya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-54404889279376217972008-12-07T20:14:00.000-08:002008-12-07T20:19:01.070-08:00Bulan Pernah Terbelah?Artikel Bebas<br />Diterjemahkan oleh: Abu Muhammad ibn Shadiq<br />02 Januari 2007 - 01:23<br />Sumber: <a href="http://www.dudung.net/artikel-bebas/bulan-pernah-terbelah-.html">Dudung.net</a><br /><br />Benarkah peristiwa menakjubkan 14 abad yabg lalu saat Rasulullah dengan izin Allah membelah bulan?. Apapun yang datang dari Allah dan Rasulnya masuk akal atau tidak maka tiada pilihan untuk menolaknya. Karena sebuah penolakan adalah sbuah jawaban sedekat apa Iman kita pada kebenaran itu?. Untaian Risalah berikut smoga bisa menambah keyakinan kita akan sebuah kebenaran,... kebenaran yang mutlak dari-Nya. <br /><br />Allah berfirman: "Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)" Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur'an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ??Di bawah ini adalah kisahnya:<br />Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?<br /><br />Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:<br />Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur'an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, "Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung mukjizat secara ilmiah ? Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjagkaunya.<br /><br />Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta'alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.<br /><br />Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?" Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan, .."<br /><br />Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, "Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!" Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja "menyihir" orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, "Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?"Mereka menjawab, "Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dansaling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali...!!!"<br /><br />Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya:<br /><br />Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, "Ini adalah sihir yang terus-menerus", dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap ....sampai akhir surat Al-Qamar.<br /><br />Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, "Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??"<br /><br />Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati."<br />Daud Musa Pitkhok berkata, "Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur'an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur'an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya: Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah...<br /><br />Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS.<br /><br />Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, " Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna". Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, "Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.<br /><br />Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget danberkata, "Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?" Mereka pun menjawab, "Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, "Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab,<br /><br />"Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Presenter pun bertanya, "Bagaimana kalian bisa yakin akanhal itu?" Mereka menjawab, "Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, "Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali".<br /><br />Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, "Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, "Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah ... Maka aku pun berguman, "Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur'an dan aku baca surat Al-Qamar, dan ... saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-88973645051178687712008-12-04T10:43:00.000-08:002008-12-04T10:51:32.146-08:00Setiap yang berjiwa pasti matipenulis: <a href="http://groups.google.co.id/groups/profile?enc_user=SdwvgBcAAABsvYy7ylOXcAtuTzHj1uRgatZc1V3Nc280dLHqonrV6A">firliana putri</a><br />sumber: <a href="http://groups.google.co.id/group/daarut-tauhiid/browse_thread/thread/eeab7b7fae8af41b">daarut-tauhiid<br /></a><br />Allah menegaskan dalam banyak ayatNya, bahwa yang berjiwa pasti akan mengalami kematian. Bukan hanya manusia, melainkan juga tumbuhan, dan binatang. Hal itu di antaranya dikemukakan Allah pada ayat-ayat berikut ini.<br /><br />QS. Al Anbiyaa (21) : 35<br />Tiap-tiap yang berJiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.<br /><br />QS. Al Ankabuut (29) 57<br />Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.<br /><br />Allah menciptakan kehidupan ini memang silih berganti antar satu kejadian dengan kejadian yang lain. Dulu mati kemudian dihidupkan. Yang sebelumnya hidup kemudian dimatikan.<br /><br />Dia juga mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan sebaliknya mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Begitulah Allah menunjukkan KekuasaanNya. Dan, akhirnya, semua itu kembali kepadaNya belaka.<br /><br />QS. Ali Imran (3) : 27<br />Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).<br /><br />QS Adz Dzaariyat (51) : 49<br />Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.<br /><br />Pada kenyataannya, kita memang melihat di sekitar bahwa segala yang hidup mengalami kematiannya. Pada sisi yang berbeda, kita juga memperoleh pemahaman bahwa binatang dan tumbuhan ternyata juga memiliki Jiwa. Tapi, dalam skala yang lebih rendah.<br /><br />Dalam diskusi tentang otak secara struktural, diketahui bahwa otak manusia memiliki struktur otak binatang, khususnya jenis reptil. Inilah yang disebut sebagai otak tua : palaeoenchepalon. Bagian otak ini memiliki mekanisme kerja yang tidak melibatkan fungsi rasional. Ia lebih banyak melibatkan amygdala (otak emosional) dan tidak punya hippocampus (otak rasional). Ia juga cenderung bereaksi secara fisik untuk merespon kejadian di luar dirinya.<br /><br />Pada seorang laki-laki 'otak reptilianya' lebih berkembang dibandingkan dengan perempuan. Karena itu, seorang laki-laki cenderung menggunakan reaksi fisik (memukul, merusak dan semacamnya) ketika sedang mengamuk atau marah. Berbeda dengan perempuan yang justru menjadi rasional, dan menahan diri ketika sedang marah.<br /><br />Jadi, binatang juga memiliki Jiwa. Tapi dalam skala yang lebih rendah, karena tidak memiliki otak rasional yang disebut sebagai kulit otak alias cortex cerebri. Apalagi pada tumbuhan, ia tidak memiliki otak. Kualitas Jiwanya adalah paling rendah.<br /><br />Namun, semua itu bakal mengalami kematian, sebagaimana difirmankan oleh Allah. Tidak pandang bulu, apakah kualitas jiwanya tinggi atau rendah. Asalkan ia makhluk hidup, maka dia bakal mati.<br /><br />Bahkan, meskipun tidak ada informasi yang cukup transparan, ada yang berpendapat bahwa jin dan malaikat juga mengalami kematian. Hanya, umumya jauh lebih panjang dari manusia, karena faktor bahan dasar penyusun tubuhnya yang berkualitas lebih tinggi.<br /><br />Itu didasarkan pada pemikiran bahwa setiap yang hidup bakal mengalami kematian, kecuali Allah SWT. Jin dan malaikat adalah termasuk makhluk hidup. Karena itu juga bakal mengalami kematian.<br /><br />Sebagian jin khususnya iblis diberi tenggat waktu untuk tidak mati sampai hari 'kiamat pertama' (kiamat sughra) oleh Allah. Sedangkan malaikat, tidak mengalami kematiannya sampai 'kiamat yang kedua' (kiamat kubra).<br /><br />QS. Al A'raaf (7) : 14 - 15<br />Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan" Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."<br /><br />QS. Al Kahfi (18) : 50<br />Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.<br /><br />Ayat di atas menginformasikan kepada kita bahwa khusus Iblis, diberi waktu oleh Allah untuk menggoda manusia sampai Kiamat. Dan adalah Iblis itu dari golongan jin. Namun demikian, tidak semua Jin memiliki usia sepanjang itu. Selebihnya jin juga mengalami proses menua, sakit, dan mati.<br /><br />Secara umum, dari pengalaman orang-orang yang berinteraksi dengan dunia jin, mengatakan bahwa usia jin berkisar 10 kali lipat usia di dunia manusia. Jadi kalau manusia berumur 60 tahun, maka jin bisa berumur 600 tahun, dalam ukuran dunia manusia. Itu dimungkinkan, karena badan jin terbuat dari bahan gelombang panas, sebagaimana difirmankan Allah berikut ini.<br /><br />QS. Al A'raaf (7) : 12<br />Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".<br /><br />QS. Al Hijr (15) : 27<br />Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.<br /><br />Sedangkan malaikat, memiliki usia yang lebih panjang lagi karena badannya terbuat dari cahaya : Kenapa bisa lebih panjang? Sebab, cahaya memiliki kecepatan yang menyebabkan 'waktu malaikat' mulur sesuai dengan teori relativitas waktu.<br /><br />Namun, meskipun terbuat dari cahaya, badan malaikat tidak persis berkecepatan cahaya. Sebab, jika ia memiliki kecepatan persis cahaya, maka malaikat menjadi tidak terikat waktu sama sekali, sesuai teori tersebut, Tm = [To/ akar ( l-v2/C2)]. Jika v sebagai kecepatan malaikat persis dengan c, maka waktu malaikat menjadi tidak berhingga, karena To dibagi dengan nol.<br /><br />Sementara itu, kalau kita baca firman Allah berikut ini, kita bakal tahu bahwa malaikat masih terikat waktu. Yaitu, 1 hari malaikat sama dengan 50.000 tahun manusia. Malaikat bisa mencapai waktu tersebut ketika melesat dengan kecepatan hampir mendekati cahaya.<br /><br />QS. Al Ma'arij (70) : 4<br />Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.<br /><br />Dengan kata lain, usia malaikat bukanlah tidak berhingga. Mereka masih terikat waktu, tetapi waktunya bisa mulur, memanjang sampai 1 : 50.000 tahun ukuran manusia.<br /><br />Berarti, usia bumi yang sudah 5 miliar tahun bagi manusia ini, dalam hitungan malaikat cuma berumur 100.000 hari alias sekitar 274 tahun malaikat. Atau, alam semesta yang telah berumur 12 miliar tahun itu pun barulah sekitar 240.000 hari alias sekitar 657 tahun malaikat.<br /><br />Maka, pada hari kiamat nanti para makhluk Allah ada yang mati dan ada yang tetap hidup. Termasuk para malaikat dan iblis. Mereka yang dikehendaki Allah untuk mati, bakal dimatikan olehNya. Tetapi yang dikehendaki hidup, bakal tetap hidup.<br /><br />QS. An Najm (53) : 26<br />Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).<br /><br />QS. Az Zumar (39) : 68<br />Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu.<br /><br />Sedangkan manusia, dengan umurnya yang sangat pendek puluhan tahun saja sebagian besarnya sudah mati sebelum kiamat. Tetapi sebagian yang lain bakal mengalami hari kiamat yang mengerikan itu. Bagaimanakah kematian seorang manusia terjadi? Dan bagaimana kaitannya dengan Ruh dan Jiwa? Marilah kita bahas berikut ini.<br /><br />2. SAAT BERPISAHNYA BADAN DAN JIWA<br /><br />Kematian adalah misteri kedua, yang terkait dengan Jiwa dan Ruh. Misteri yang pertama adalah kehidupan itu sendiri. Pertanyaan. tentang 'Bagaimana terjadinya kematian' tidak kalah misteriusnya dengan pertanyaan tentang: 'bagaimana terjadinya kehidupan'.<br /><br />Ya, munculnya kematian dan kehidupan adalah misteri yang tiada pernah berakhir diperbincangkan oleh manusia sepanjang sejarah kehidupan itu sendiri. Munculnya kehidupan masih menjadi teka-teki yang belum terjawab dengan memuaskan. Apalagi periode sebelum munculnya kehidupan. Tapi, insya Allah, saya akan membahasnya dalam diskusi terpisah tentang munculnya kehidupan di alam semesta.<br /><br />Sedangkan yang terkait dengan kematian akan kita bahas dalam diskusi kali ini. Di antaranya saat-saat kematian, periode sesudah kematian, dan kondisi Jiwa serta Ruh terkait dengan kematian tersebut.<br /><br />Bagaimanakah sebenarnya proses kematian terjadi pada manusia? Kita bisa meninjaunya dari dua sisi yang berbeda. Yang pertama adalah sisi medis, dan yang kedua dari sisi agama.<br /><br />Saya kira secara medis kita bisa dengan mudah mendefinisikan yang disebut dengan kematian. Jika seseorang sudah tidak bernafas, denyut jantung berhenti, dan otak sudah tidak beraktivitas lagi, maka dikatakan orang tersebut telah mengalami kematian.<br />Sebab, jika nafas dan jantung sudah tidak berfungsi, seluruh sel dalam tubuh kita juga akan mengalami kematiannya. Pasokan oksigen dan zat-zat gizi semuanya bakal berhenti dan tidak lagi menghidupi sel. Maka, tidak lama kemudian, miliaran sel di tubuh kita akan mengalami kehancuran secara dramatis dan kemudian membusuk. Itulah akhir dari sebuah kematian.<br /><br />Dalam metode yang berbeda, saat-saat kematian diketahui dengan cara mendeteksi aktivitas otak seseorang. Cara ini lebih akurat dibandingkan dengan mengukur denyut jantung dan nafas.<br /><br />Bisa jadi denyut jantung dan nafas seseorang sudah berhenti, tapi pada saat itu aktivitas otaknya belum mati. Maka, orang yang mengalami kondisi demikian itu sebenarnya masih bisa ditolong agar tidak mati. Misalnya dengan cara mengaktifkan kembali denyut jantungnya lewat kejutan listrik.<br /><br />Demikian pula jika nafasnya terhenti. Boleh jadi itu hanya karena tersumbatnya saluran nafas oleh suatu benda. Maka orang yang nafasnya terhenti karena hal demikian, masih bisa ditolong dengan cara tertentu, termasuk bantuan nafas buatan.<br /><br />Namun jika yang berhenti beraktivitas secara keseluruhan adalah otaknya, dipastikan orang tersebut telah meninggal dunia. Karena otak adalah pengendali dari berbagai aktivitas organ-organ tubuh lainnya.<br /><br />Secara umum aktivitas otak ini dibagi menjadi dua wilayah besar, yaitu aktivitas otak besar dan aktivitas batang otak. Jika yang 'berhenti' beraktivitas adalah otak besar, tapi batang otaknya masih bekerja, maka orang tersebut dikatakan mati suri alias koma.<br /><br />Otak besar dibantu otak kecil berfungsi untuk mengkoordinasi-kan seluruh aktivitas tubuh. Mulai dari berkehendak sampai pada respon gerakan. Sedangkan batang otak lebih mengatur pada fungsi dasar kehidupan seperti bernafas dan denyut jantung.<br /><br />Sehingga, meskipun kesadaran dan respon motoriknya sudah sangat rendah, kalau batang otak seseorang masih berfungsi, orang itu masih bisa bernafas dan memiliki denyut jantung. Sebab, kontrol terhadap fungsi nafas dan jantung memang berada di batang otak tersebut.<br /><br />Jadi, kematian seseorang dari sisi medis atau organik adalah ketika batang otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Saat itulah perintah untuk menjalankan nafas dan jantung sudah tidak keluar dari batang otaknya.<br /><br />Padahal kita tahu, bahwa nafas dan jantung adalah organ yang berfungsi mendistribusikan oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh agar miliaran sel bisa hidup dan berfungsi dengan baik.<br /><br />Maka, kalau kita telusuri proses kematian seseorang secara medis, kurang lebih demikian:<br />1. Dicabutnya perintah kehidupan dari batang otak, berupa dihentikannya denyut jantung, gerakan paru-paru, dan perintah hilangnya kesadaran di daerah yang dinamakan formasi retikularis. Daerah ini memiliki inti-inti sel yang tersebar di batang otak dan bisa mengeluarkan perintah yang mengatur kondisi sadar manusia.<br />2. Akibat berhentinya denyut jantung dan paru-paru, maka pasokan 'gizi kehidupan' berupa oksigen dan nutrisi pun berhenti. Maka dalam waktu beberapa menit kemudian sel-sel tubuh bakal mengalami kerusakan secara massal.<br />3. Kerusakan itu termasuk meliputi sel-sel otak. Mulai dari kulit otak sampai mengarah ke batang otak dan seluruh sel-sel sarafnya. Saat itulah formasi retikularis mencabut perintah kesadaran seseorang.<br />4. Ketika kesadaran seseorang sudah terhenti diiringi dengan kerusakan miliaran sel di seluruh tubuhnya, maka seseorang dikatakan telah meninggal dunia.<br /><br />Tapi, mekanisme kematian seperti di atas adalah mekanisme normal. Banyak variasi mekanisme munculnya kematian itu. Yang intinya, adalah berhentinya fungsi jantung, nafas dan hilangnya kesadaran, yang kemudian diikuti oleh rusaknya sel-sel tubuh secara massal.<br /><br />Ada yang rusak dari jantungnya terlebih dahulu, misalnya pada orang-orang yang terkena serangan jantung koroner. Ketika jantung tersumbat atau jantung mengalami kegagalan berdenyut, tubuh juga kehilangan pasokan nutrisi dan oksigen. Dan kemudian seseorang akan mengalami kematiannya.<br /><br />Atau bisa juga berasal dari kegagalan pernafasan sehingga menyebabkan kekurangan oksigen. Misalnya pada orang yang tercekik atau tersumbat saluran nafasnya. Maka, sel-sel bakal kekurangan oksigen, dan lantas mengalami kerusakan pada sel-sel otaknya, hilang kesadaran, dan kemudian mengalami kematian.<br /><br />Atau, ada juga yang berawal dari kerusakan organ-organ lain seperti liver, ginjal, pencernaan, pembuluh darah, dan sebagainya, yang pada gilirannya akan mengganggu distribusi nutrisi dan oksigen ke otak dan sel-sel tubuh lainnya.<br /><br />Ujung-ujungnya, otak 'berkesimpulan' bahwa koordinasi organ-organ untuk mempertahankan kehidupan sudah tidak berjalan lagi. Maka, batang otak akan mengeluarkan perintah untuk menghentikan fungsi jantung, paru dan kesadaran seseorang. Itulah saat-saat kematian terjadi.<br /><br />Setelah itu badan bakal membusuk dan hancur secara perlahan-lahan. Jiwa pun 'terlepas' dari badan seiring dengan kerusakan yang terjadi padanya. Jiwa adalah sisi energial dari badan yang bersifat material.<br /><br />Sebagaimana pernah kita bahas dalam diskusi-diskusi sebelumnya, bahwa materi dan energi adalah 'eksistensi' yang selalu berimpit keberadaannya. Dimana ada materi, di situ pasti ada energi.<br /><br />Kemunculan materi dan energi itu bagaikan timbangan. Jika materinya dominan, maka energinya tersimpan sebagai potensi. Sebaliknya, jika energinya yang dominan, maka materinya juga melemah tersimpan sebagai potensi.<br /><br />Demikianlah pada badan manusia. Ketika dilahirkan, ia menyimpan potensi energinya di dalam badan wadagnya, dalam sebuah keseimbangan struktur yang demiklan sempurna.<br /><br />Materi adalah badan, energi adalah Jiwa. Tapi uniknya, energi yang tersimpan sebagai Jiwa itu bukan terdapat pada benda mati, melainkan tersimpan di dalam struktur tubuh manusia yang hidup. Mulai dari susunan terkecilnya secara biomolekuler, menjadi sel, menjadi organ, dan akhirnya tubuh manusia. Maka struktur material yang hidup Ini juga menghasilkan struktur energi yang hidup juga, yaitu Jiwa.<br /><br />Sehingga ketika badan hidup Itu mengalami kerusakannya, maka energi yang terlepas darinya juga bukan energi yang mati, melainkan energi yang hidup. <br /><br />Sudah pernah kita bahas dalam diskusi-diskusi sebelumnya, bahwa energi akan terlepas jika material mengalami kerusakan. Kalau kita merusak kayu dengan cara membakarnya, maka dari kayu itu akan terlepas energi panas. Jumlah materinya berkurang, tapi eksistensi energinya bertambah.<br /><br />Demikian pula kalau kita merusak bahan-bahan peledak dengan dengan cara mereaksikannya secara kimiawi, maka bahan peledak itu akan rusak dan musnah, tapi muncul energi ledakan yang dahsyat.<br /><br />Atau pada energi nuklir. Kalau kita merusak inti atom lewat reaksi berantai dengan menggunakan neutron, maka inti-inti atom Uranium atau plutonium bakal mengalami kerusakan, dan melepaskan energi yang luar biasa besar.<br /><br />Jadi intinya, agar energi keluar dari 'seonggok' materi, kita harus merusak materi itu sedemikian rupa sehingga terlepaslah energi karakteristiknya. Pada benda mati, energi yang keluar adalah 'energi yang mati'. Tapi pada benda hidup energi yang keluar adalah energi yang hidup' juga. Itulah Jiwa.<br /><br />Pada manusia, jiwa akan keluar dari badannya ketika badan itu mengalami kerusakan. Dalam konteks ini adalah kerusakan menyeluruh yang disebut dengan kematian. Tapi, energinya bakal keluar sebagai energi yang hidup.<br /><br />Kenapa bisa demikian? Karena energi kehidupan itu sebenarnya bukan datang dari Jiwa itu sendiri melainkan datang dari Ruh yang masih bersemayam di dalam Jiwa. Ketika Jiwa masih bersatu dengan badan, kehidupan muncul pada kedua-duanya, berasal dari energi kehidupan Ruh. Hidup badannya, hidup Jiwanya.<br /><br />Tapi begitu badannya rusak, maka yang hidup tinggal Jiwanya saja. Dalam bentuk apa? Dalam bentuk energi yang terlepas dari badan.<br /><br />Badan dan Jiwa adalah materi dan energi. Badan memiliki struktur yang khas dari materi, sedangkan Jiwa juga memiliki struktur yang khas dari energi. Keduanya bagaikan dua sisi dari satu keping mata uang yang sama. Tidak bisa dipisahkan. Kalau terpisah, maka ia bukan lagi berfungsi sebagai mata uang.<br /><br />Demikian pula dengan manusia. Ia bisa disebut sebagai manusia adalah ketika badan yang hidup bertemu dengan Jiwa yang hidup. Ketika badannya mati, maka ia tidak lagi disebut sebagai manusia melainkan sebagai mayat alias jenasah. Dan sisi lainnya disebut nyawa. Atau ada yang menyebutnya sebagai roh (memiliki konotasi yang agak berbeda dengan Ruh).<br /><br />Perumpamaan lain tentang badan dan Jiwa itu bisa digambarkan sebagai badan seseorang dengan bayangannya dalam cermin. Meskipun ini tidak persis. Saya hanya ingin menggambarkan bahwa apa yang terdapat pada badan kita, juga terdapat pada Jiwa.<br /><br />Struktur badan, juga terstruktur pada Jiwa. Demikian pula seluruh sifat dan karakter yang terdapat pada badan, pun terdapat pada jiwa. Jiwa bagaikan bayangan cermin dari badan kita sendiri, dalam bentuk energi.<br /><br />Seluruh pengalaman hidup kita tersimpan dalam struktur tubuh kita secara material, tapi juga sekaligus tersimpan dalam struktur Jiwa secara energial.<br /><br />Jadi meskipun badan sudah rusak karena kematian, segala amal dan perbuatan seseorang masih tersimpan dalam bentuk energial di dalam struktur Jiwanya. jiwa masih tetap hidup sesuai dengan alamnya. Itulah yang dikatakan Allah dalam firman berikut ini.<br /><br />QS. Al Imran (3) : 169<br />Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.<br /><br />QS. Al Baqarah (2) 154<br />Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.<br /><br />Allah menepis keraguan banyak kalangan, bahwa mereka yang sudah meninggal dunia itu tidaklah mati, melainkan masih hidup dalam alam yang berbeda. Bahkan mereka memperoleh rezeki dari Allah agar tetap bisa mempertahankan kehidupannya itu.<br /><br />Akan tetapi dunia mereka memang berbeda dengan kita, sehingga kebanyakan kita tidak menyadarinya. Kalau pun ada yang bisa menyadarinya, kata Allah hanya samar-samar saja. Hal itu Dia jelaskan dalam ayat berikut.<br /><br />QS. Maryam (19) : 98<br />Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorangpun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?<br /><br />Bagaikan badan dengan bayangan dalam cermin, kalau kita tidak memandang secara khusus ke arah cermin, maka kita juga tidak menyadari bahwa di dalam cermin itu ada bayangan kita.<br /><br />Badan dan bayangan dalam cermin eksis dalam dunia yang berbeda. ‘Badan’ kita terasa riil di dunia nyata, sedangkan 'bayangan' pun bersifat riil di dalam ‘dunia cermin’. Demikian pula badan dan Jiwa. Badan kita riil berada di Dunia Materi, tapi Jiwa kita juga riil, hidup di Dunia Energi. Bedanya, badan bersifat kuantitas, sedangkan Jiwa bersifat kualitas.<br /><br />Keduanya dibatasi oleh cermin. Cermin itulah yang menjadikan adanya eksistensi yang identik antara badan dan bayangan, satunya kuantitas dan lainnya kualitas. Cermin bagaikan angka nol. Angka nol dalam deret bilangan menjadi 'cermin' atas deretan angka positif dan negatif.<br /><br />Keberadaan angka-angka itu justru muncul dari angka nol. Karena ada angka nol, maka ada angka 1 dan -1, atau 2 dan -2, dan seterusnya sampai tak berhingga.<br /><br />Keberadaan angka nol justru memberikan makna pada bilangan bilangan yang lain. Padahal kita semua tahu, arti dari angka nol itu adalah 'kosong' alias ‘tidak ada isinya’.<br /><br />Tapi, munculnya angka 1 justru dimulai dari 'kosong' itu. Jika tidak ada nol, maka angka 1 itu pun tidak bermakna. Sebab ‘ada’ hanya bisa kita persepsi dengan baik jika kita tahu yang Tidak ada. Angka 10, 100, 1000, dan seterusnya menjadi bermakna justru ketika angka 1 digandengkan dengan sejumlah bilangan nol yang kosong itu.<br /><br />Disinilah saya ingin mengatakan bahwa posisi Ruh dalam kaitannya dengan badan dan jiwa adalah seperti angka nol pada deret bilangan. Ia berada di antara badan dan Jiwa. 'Kosong' tapi memberikan makna pada Jiwa dan badan. Kita tidak tahu apa itu Ruh, tapi justru Ruh itulah yang memberikan makna.<br /><br />Ruh lah yang menyebabkan badan dan Jiwa menjadi hidup. Menjadi bermakna. Bukan hanya sebagai ‘seonggok’ materi atau segumpal energi. Badan material dan Jiwa energial menjadi hidup karena Ruh.<br /><br />Tapi apakah Ruh itu? Tidak ada yang tahu. Karena ia bukan materi, sekaligus bukan energi. Ia adalah sumber dari materi dan energi. Kadang muncul sebagai materi, di lain waktu tampak sebagai energi. la adalah ‘kalimat Allah’. Ia adalah 'bagian' dari Dzat dan eksistensi Allah itu sendiri. Begitulah kata Allah.<br /><br />QS. An Nisa (4) : 171<br />Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam, dan (lewat tiupan) Ruh dari Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.<br /><br />QS. At Tahrim (66) : 12<br />Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari Ruh Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang ta'at.<br /><br />Dengan sangat tegas Allah mengatakan bahwa kalimatNya lah yang menjadi sosok 'Isa, lewat tiupan Ruh yang diberikan ke dalam rahim Maryam. Ruh itu adalah 'sebagian' dari eksistensi keilahian itu sendiri.<br /><br />Sebagaimana telah kita bahas di depan, bahwa energi makna yang tersimpan dalam ‘Perintah Kun’ itulah yang kemudian menjelma menjadi materi dan energi, dalam bentuk badan dan Jiwa seorang manusia. Semua perintah penciptaan seorang manusia dilewatkan hadirnya Ruh tersebut. Hal ini lebih jelas pada firman berikut ini.<br /><br />QS. Maryam (19) : 17<br />maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus Ruh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.<br /><br />Ayat di atas menggambarkan, bahwa pada saat Allah mau menciptakan Isa di dalam tubuh Maryam, Dia 'mengutus Ruh Nya' yang menjelma dalam bentuk manusia yang sempurna.<br /><br />Dalam kebanyakan tafsir dan terjemah, Ruh di sini dipersepsikan sebagai malaikat Jibril. Perlu pembahasan lain tentang kenapa malaikat Jibril disebut dan disetarakan dengan Ruh. Insya Allah saya akan membahasnya dalam diskusi tentang malaikat, di waktu mendatang.<br /><br />Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa 'Ruh Nya' itu adalah 'Kalimat' yang daripadaNya bersumber dan terbentuk badan serta Jiwa manusia. Ruh itu kemudian tetap bersemayam dalam diri seorang manusia sebagai 'cetak biru' alias fitrah kehidupannya. Dari Ruh inilah energi kehidupan mengalir menghidupi badan dan Jiwa seseorang.<br /><br />Karena itu keduanya bertumbuh dan hidup menuju pada kesempurnaan strukturnya. Sampai pada suatu ketika mengalami masa puncaknya, dan kemudian berangsur-angsur turun kembali menuju pada kehancuran dan kematiannya.<br /><br />Akan tetapi, usia badan dan usia Jiwa memang berbeda. Sebab badan sebagai material memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan dengan Jiwa yang bersifat energial. Karena itu ketika badan kita sudah tidak mampu bertahan lagi dan kemudian mati, Jiwa kita masih bisa bertahan sampai hari kebangkitan. Pada saat itulah Jiwa akan dikembalikan lagi ke badan.<br /><br />Nah, selama perpisahannya dengan badan itu, Jiwa tidak memiliki 'alat' untuk berekspresi. Karena seluruh ekspresinya hanya bisa tersalurkan lewat badan. Rasa sakit, nikmat, sedih dan gembira hanya bisa dia rasakan ketika Jiwa bersatu dengan badan. Sebab, seluruh sistem saraf yang berkaitan dengan berbagai macam rasa itu memang ada di dalam sistem saraf badannya. Kalau sistem saraf itu tidak berfungsi, maka seluruh sistem sensoriknya juga tidak berfungsi.<br /><br />Jiwa tetap hidup, tapi tidak bisa merasakan 'kehidupan' seperti di dunia nyata. Dia hanya akan bisa merasakan kehidupan dunia nyata itu jika Jiwa menempati badannya kembali. Itulah yang akan terjadi di hari kebangkitan kelak.<br /><br />Allah akan mengembalikan Jiwa dan Ruhnya ke dalam badan seseorang. Barulah kemudian dia bisa merasakan balasan di Surga maupun di Neraka. Ya, kehidupan surga dan neraka akan terjadi saat Jiwa sudah bersatu kembali dengan badannya. Bukan hanya dialami oleh Jiwanya sajaMaya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-78380032863428624152008-10-06T15:17:00.000-07:002008-10-06T15:19:39.039-07:00Amalan sebelum Tidur( Tafsir Haqqi )<br /><br />Rasulullah berpesan kepada Aisyah ra : "Ya Aisyah jangan engkau tidur<br />sebelum melakukan empat perkara, yaitu :<br />1. Sebelum khatam Al Qur'an,<br />2. Sebelum membuat para nabi memberimu syafaat di hari akhir,<br />3. Sebelum para muslim meridloi kamu,<br />4. Sebelum kaulaksanakan haji dan umroh....<br /><br />"Bertanya Aisyah :<br />"Ya Rasulullah.... Bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara<br />seketika?"<br />Rasul tersenyum dan bersabda : "Jika engkau tidur bacalah : Al Ikhlas<br />tigakali seakan-akan kau mengkhatamkan Al Qur'an.<br />Bismillaahirrohmaanirrohiim,<br />Qulhualloohu ahad' Alloohushshomad' lam yalid walam yuulad' walam yakul<br />lahuu kufuwan ahad' ( 3 x )<br /><br />Membacalah sholawat untukKu dan para nabi sebelum aku, maka kami semua<br />akan memberi syafaat di hari kiamat.<br />Bismillaahirrohmaanirrohiim, Alloohumma shollii 'alaa syaidinaa<br />Muhammad wa'alaa aalii syaidinaa Muhammad ( 3 x )<br /><br />Beristighfarlah untuk para muslimin maka mereka akan meredloi kamu.<br />Astaghfirulloohal adziim aladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum<br />wa atuubu ilaih ( 3 x )<br /><br />Dan,perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir maka<br />seakan-akankamu telah melaksanakan ibadah haji dan umroh"<br />Bismillaahirrohmaanirrohiim, Subhanalloohi Walhamdulillaahi walaailaaha<br />illalloohu alloohu akbar(3 x )Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com52tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-15686793384790628122008-05-22T20:32:00.000-07:002008-05-22T20:36:16.718-07:00Tujuh Indikator Kebahagiaan Dunia<span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">Sumber tulisan : ceramah Ustad Aam Aminudin, Lc. di Sapporo, Jepang,<br />disarikan secara bebas oleh Sdr. Asep Tata Permana<br /></span><br /><br />Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :<br /><p class="MsoNormal"><br /><span style="font-weight: bold;"> Pertama</span>, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Qalbun syakirun</span> atau hati yang selalu bersyukur.<br />Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.<br />Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :<br />"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.<br />Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Kedua</span>. <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Al azwaju shalihah,</span> yaitu pasangan hidup yang sholeh.<br />Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Ketiga</span>, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">al auladun abrar</span>, yaitu anak yang soleh.<br />Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya" . Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"<br />Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Keempat, <span style="font-style: italic;">albiatu sholihah</span></span>, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.<br />Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.<br />Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.<br />Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Kelima, <span style="font-style: italic;">al malul halal</span></span>, atau harta yang halal.<br />Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.<br />Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Keenam<span style="font-style: italic;">, Tafakuh fi dien</span></span><span style="font-style: italic;">,</span> atau semangat untuk memahami agama.<br />Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.<br />Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.<br />Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Ketujuh</span>, yaitu umur yang baroqah.<br />Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan<br />Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.<br />Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.<br /><br /><span style="font-style: italic; font-weight: bold;"> Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? </span><br /></p><p class="MsoNormal">Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.<br /></p><p class="MsoNormal"> Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.<br />Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.<br />Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.<br />Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".<br />Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).</p><p class="MsoNormal">Dari sebuah milis.<br /></p>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-6824383854754261322007-11-07T07:07:00.000-08:002007-11-07T07:09:15.544-08:00Kisah Dialog Rasulullah SAW Dengan IblisDiriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., ia berkata :<br />" Kami bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat<br />dari golongan Anshar dalam sebuah jamaah. Tiba-tiba, ada yang<br />memanggil dari luar : " Wahai para penghuni rumah, apakah kalian<br />mengizinkanku masuk, karena kalian membutuhkanku ".<br /><br />Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :<br />" Apakah kalian tahu siapa yang menyeru itu ?".<br />Para sahabat menjawab , " Tentu Allah dan Rasul-Nya lebih<br />mengetahui ". Rasulullah berkata : " Dia adalah Iblis yang terkutuk<br />- semoga Allah senantiasa melaknatnya" .<br /><br />Umar bin Khattab r.a. berkata :" Ya, Rasulullah , apakah engkau<br />mengijinkanku untuk membunuhnya? ".<br /><br />Nabi SAW berkata pelan :" Bersabarlah wahai Umar, apakah<br />engkau tidak tahu bahwa dia termasuk mereka yang tertunda<br />kematiannya sampai waktu yang ditentukan [hari kiyamat]?.<br />Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang<br />diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan<br />dengarkan apa yang akan dia sampaikan kepada kalian ! ".<br /><br />Ibnu Abbas berkata : " Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis<br />masuk ke tengah-tengah kami. Ternyata dia adalah seorang yang<br />sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Dagunya berjanggut<br />sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda,<br />kedua kelopak matanya [masyquqatani] memanjang [terbelah ke-atas,<br />tidak kesamping], kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar,<br />gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya<br />seperti bibir macan / kerbau [tsur].<br /><br />Dia berkata, " Assalamu 'alaika ya Muhammad, assalamu 'alaikum<br />ya jamaa'atal-muslimin [salam untuk kalian semua wahai golongan<br />muslimin]".<br /><br />Nabi SAW menjawab :" Assamu lillah ya la'iin [Keselamatan hanya<br />milik Allah SWT, wahai makhluq yang terlaknat. Aku telah mengetahui,<br />engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis".<br /><br />Iblis berkata :" Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku<br />sendiri, tetapi aku datang karena terpaksa [diperintah] ."<br /><br />Nabi SAW berkata :" Apa yang membuatmu terpaksa harus datang kesini,<br />wahai terlaknat?".<br /><br />Iblis berkata," Aku didatangi oleh seorang malaikat utusan<br />Tuhan Yang Maha Agung, ia berkata kepada-ku 'Sesungguhnya<br />Allah SWT menyuruhmu untuk datang kepada Muhammad SAW<br />dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu<br />kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu<br />terhadap Bani Adam, bagaimana engkau membujuk dan merayu<br />mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur apa saja yang<br />ditanyakan kepa-damu' .<br />Allah SWT bersabda," Demi kemulia-an dan keagungan-Ku,<br />jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar, niscaya<br />Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan<br />musuhmu karena bencana yang menimpamu". Wahai Muhammad,<br />sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah.<br />Tanyakanlah kepadaku apa yang kau inginkan.<br />Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang kamu tanyakan kepadaku,<br />niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi padaku.<br />Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku<br />yang menimpa diriku".<br /><br />Rasulullah kemudian mulai bertanya :" Jika kamu jujur, beritahukanlah<br />kepada-ku, siapakah orang yang paling kamu benci ?".<br /><br />Iblis menjawab :" Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluq<br />Allah yang paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti<br />agamamu".<br /><br />Rasulullah SAW :" Siapa lagi yang kamu benci?".<br /><br />Iblis :" Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya<br />kepada Allah SWT".<br /><br />Rasulullah :" Lalu siapa lagi ?".<br /><br />Iblis :" Orang Alim dan Wara [menjaga diri dari syubhat]<br />yang saya tahu, lagi penyabar".<br /><br />Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?".<br /><br />Iblis :" Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan<br />suci dari kotoran".<br /><br />Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?".<br /><br />Iblis :" Orang miskin [fakir] yang sabar, yang tidak menceritakan<br />kefakirannya kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya ".<br /><br />Rasulullah :" Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?".<br /><br />Iblis :" Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh kesahnya<br />kepada makhluq sesamanya selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan<br />dirinya ke dalam golongan orang-orang yang sabar ".<br /><br />Rasulullah :" Lalu, siapa lagi ?".<br /><br />Iblis :" Orang kaya yang bersyukur ".<br /><br />Rasulullah bertanya :" Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?".<br /><br />Iblis :" Jika aku melihatnya meng-ambil dari dan meletakkannya<br />pada tempat yang halal".<br /><br />Rassulullah :"Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?".<br /><br />Iblis :"Aku merasa panas dan gemetar".<br /><br />Rasulullah :"Kenapa, wahai terlaknat?".<br /><br />Iblis :" Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah<br />sekali sujud saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat".<br /><br />Rassulullah :"Jika mereka shaum ?".<br /><br />Iblis : " Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa" .<br /><br />Rasulullah :" Jika mereka menunaikan haji ?".<br /><br />Iblis :" Saya menjadi gila".<br /><br />Rasulullah :"Jika mereka membaca Al Qur'an ?'.<br /><br />Iblis :' Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api".<br /><br />Rasulullah :" Jika mereka berzakat ?".<br /><br />Iblis :" Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil<br />gergaji / kapak dan memotongku menjadi dua".<br /><br />Rasulullah :" Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?".<br /><br />Iblis :" Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu.<br />Pertama, Tuhan menurunkan berkah atas hartanya. Kedua,<br />menjadikan orang yang bezakat disenangi makhluq-Nya<br />yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang<br />antara dirinya dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat,<br />Tuhan mencegah bencana dan malapetaka agar tidak menimpanya".<br /><br />Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?".<br /><br />Iblis :" Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah,<br />dia tidak taat kepadaku, bagaimana mungkin dia akan<br />mentaatiku pada masa Islam".<br /><br />Rasulullah :" Apa pendapatmu tentang Umar ?".<br /><br />Iblis :" Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya<br />kecuali aku lari darinya".<br /><br />Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Utsman ?".<br /><br />Iblis :" Aku malu dengan orang yang para malaikat<br />saja malu kepadanya".<br /><br />Rasulullah :"Apa pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib ?".<br /><br />Iblis :" Andai saja aku dapat selamat darinya dan tidak pernah<br />bertemu dengannya [menukar darinya kepala dengan kepala],<br />dan kemudian ia meninggalkanku dan aku meninggalkannya,<br />tetapi dia sama sekali tidak pernah melakukan hal itu".<br /><br />Rasulullah :" Segala puji hanya bagi Allah yang telah<br />membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu sampai hari kiamat".<br /><br />Iblis yang terlaknat berkata kepada Muhammad :" Hay-hata hay-hata<br />[tidak mungkin- tidak mungkin]. Mana bisa umatmu bahagia sementara<br />aku hidup dan tidak mati sampai hari kiamat. Bagaimana kamu senang<br />dengan umatmu sementara aku masuk ke dalam diri mereka melalui<br />aliran darah, daging, sedangkan mereka tidak melihatku. Demi Tuhan<br />yang menciptakanku dan membuatku menunggu sampai hari mereka<br />dibangkitkan. Akan aku sesatkan mereka semua, baik yang bodoh<br />maupun yang pandai, yang buta-huruf dan yang melek-huruf. Yang kafir<br />dan yang suka beribadah, kecuali hamba yang mukhlis [ikhlas]".<br /><br />Rasulullah :"Siapa yang mukhlis itu menurutmu ?".<br /><br />Iblis dengan panjang-lebar menjawab :" Apakah engkau tidak tahu,<br />wahai Muhammad. Barangsiapa cinta dirham dan dinar, dia tidak<br />termasuk orang ikhlas untuk Allah. Jika aku melihat orang tidak suka<br />dirham dan dinar, tidak suka puji dan pujaan, aku tahu bahwa dia itu<br />ikhlas karena Allah, maka aku tinggalkan ia. Sesungguhnya hamba<br />yang mencintai harta, pujian dan hatinya tergantung pada nafsu<br />[syahwat] world, dia lebih rakus dari orang yang saya jelaskan kepadamu.<br /><br />Tak tahukah engkau, bahwa cinta harta termasuk salah satu dosa besar.<br />Wahai Muhammad, tak tahukan engkau bahwa cinta kedudukan [riyasah]<br />termasuk dosa besar. Dan bahwa sombong, juga termasuk dosa besar.<br />Wahai Muhammad, tidak tahukan engkau, bahwa aku punya tujuh puluh<br />ribu anak. Setiap anak dari mereka, punya tujuh puluh ribu syaithan.<br />Diantara mereka telah aku tugaskan untuk menggoda golongan ulama,<br />dan sebagian lagi menggoda anak muda, sebagian lagi menggoda<br />orang-orang tua, dan sebagian lagi menggoda orang-orang lemah.<br /><br />Adapun anak-anak muda, tidak ada perbedaan di antara kami dan mereka,<br />sementara anak-anak kecilnya, mereka bermain apa saja yang mereka<br />kehendaki bersamanya. Sebagian lagi telah aku tugaskan untuk<br />menggoda orang-orang yang rajin beribadah, sebagian lagi untuk<br />kaum yang menjauhi world [zuhud]. Setan masuk ke dalam dan keluar<br />dari diri mereka, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dari satu<br />pintu ke pintu yang lain, sampai mereka mempengaruhi manusia dengan<br />satu sebab dari sebab-sebab yang banyak. Lalu syaithan mengambil<br />keikhlasan dari mereka. Menjadikan mereka menyembah Allah tanpa<br />rasa ikhlas, tetapi mereka tidak merasa. Apakah engkau tidak tahu,<br />tentang Barshisha, sang pendeta yang beribadah secara ikhlas selama<br />tujuh puluh tahun, hingga setiap orang yang sakit menjadi sehat berkat<br />da'wahnya. Aku tidak meninggalkannya sampai dia dia berzina,<br />membunuh, dan kafir [ingkar]. Dialah yang disebut oleh Allah dalam<br />Qur'an dengan firmannya [dalam Surah Al Hasyr] :"<br /><br />(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan)<br />syaitan ketika mereka berkata pada manusia:"Kafirlah kamu",<br />maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata:"Sesungguhn ya<br />aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut<br />kepada Allah, Rabb semesta alam". (QS. 59:16).<br /><br />Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu<br />berasal dariku. Akulah orang yang pertama kali berbohong. Barangsiapa<br />berbohong, dia adalah temanku, dan barangsiapa berbohong kepada Allah,<br />dia adalah kekasihku. Apakah engkau tidak tahu, bahwa aku bersumpah<br />kepada Adam dan Hawa, " Demi Allah aku adalah penasihat kamu berdua".<br />Maka, sumpah palsu merupakan kesenangan hatiku, ghibah, membicarakan<br />kejelekan orang lain, dan namimah, meng-adu domba adalah buah<br />kesukaanku, melihat yang jelek-jelek adalah kesukaan dan kesenanganku.<br />Barangsiapa thalaq, bersumpah untuk cerai, dia mendekati perbuatan dosa,<br />meskipun hanya sekali, dan meskipun ia benar. Barangsiapa membiasakan<br />lisannya dengan ucapan cerai, istrinya menjadi haram baginya. Jika mereka<br />masih memiliki keturunan sampai hari kiyamat, maka anak mereka<br />semuanya adalah anak-anak hasil zina. Mereka masuk neraka hanya<br />karena satu kata saja.<br /><br />Wahai Muhammad, sesungguhnya diantara umatmu ada yang<br />meng-akhirkan shalat barang satu dua jam. Setiap kali mau shalat,<br />aku temani dia dan aku goda dia. Kemudian aku katakan kepadanya:<br />" Masih ada waktu, sementara engkau sibuk". Sehingga dia mengakhirkan<br />shalatnya dan mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan memukul<br />wajahnya. Jika ia menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang<br />membuatnya lupa waktu shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia<br />sampai ketika mengerjakan shalat aku katakan kepadanya,'<br />Lihatlah kiri-kanan', lalu ia menengok. Saat itu aku usap wajahnya<br />dengan tanganku dan aku cium antara kedua matanya dan aku katakan<br />kepadanya,' Aku telah menyuruh apa yang tidak baik selamanya'.<br />Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh<br />dalam shalatnya, Allah akan memukul wajahnya.<br /><br />Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian,<br />aku perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia 'mencucuk' shalat<br />seperti ayam mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa. Jika ia menang<br />atasku, maka ketika shalat berjamaah aku cambuk dia dengan 'lijam'<br />[cambuk] lalu aku angkat kepalanya sebelum imam mengangkat kepalanya.<br />Aku letakkan ia hingga mendahului imam. Kamu tahu bahwa siapa<br />yang melakukan itu, batal-lah shalatnya dan Allah akan mengganti<br />kepalanya dengan kepala keledai pada hari kiyamat nanti.<br /><br />Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan<br />jari-jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat.<br />Jika ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia<br />tidak menaruh tangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya<br />dan dengan begitu ia bertambah rakus di world dan cinta world.<br />Dia menjadi pendengar kami yang setia.<br /><br />Bagaimana umatmu bahagia sementara aku menyuruh orang miskin<br />untuk meninggalkan shalat. Aku katakan kepadanya,' Shalat tidak wajib<br />atasmu. Shalat hanya diwajibkan atas orang-orang yang mendapatkan<br />ni'mat dari Allah'. Aku katakan kepada orang yang sakit :" Tinggalkanlah<br />shalat, sebab ia tidak wajib atasmu. Shalat hanya wajib atas orang yang<br />sehat, karena Allah berkata :" Tidak ada halangan bagi orang buta,<br />tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, .........<br /><br />Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu,<br />agar kamu memahaminya. (QS. 24:61) Tidak ada dosa<br />bagi orang yang sakit. Jika kamu sembuh, kamu harus<br />shalat yang diwajibkan". Sampai dia mati dalam keadaan kafir.<br />Jika dia mati dan meninggalkan shalat ketika sakit, dia bertemu<br />Tuhan dan Tuhan marah kepadanya. Wahai Muhammad, jika aku<br />bohong dan ngawur, maka mintalah kepada Tuhan untuk membuatku<br />jadi pasir. Wahai Muhammad, bagaimana engkau bahagia melihat<br />umatmu, sementara aku mengeluarkan seper-enam umatmu dari Islam.<br /><br />Nabi berkata :" Wahai terlaknat, siapa teman dudukmu ?".<br /><br />Iblis :" Pemakan riba".<br /><br />Nabi :" Siapa teman kepercayaanmu [shadiq] ?".<br /><br />Iblis :" Pe-zina".<br /><br />Nabi :" Siapa teman tidurmu ?".<br /><br />Iblis :" Orang yang mabuk".<br /><br />Nabi :" Siapa tamumu ?".<br /><br />Iblis :" Pencuri".<br /><br />Nabi :" Siapa utusanmu ?".<br /><br />Iblis :"Tukang Sihir" .<br /><br />Nabi :" Apa kesukaanmu ?".<br /><br />Iblis :" Orang yang bersumpah cerai".<br /><br />Nabi :"Siapa kekasihmu ?".<br /><br />Iblis :"Orang yang meninggalkan shalat Jum'at".<br /><br />Nabi :"Wahai terlaknat, siapa yang memotong punggungmu ?".<br /><br />Iblis :"Ringkikan kuda untuk berperang di jalan Allah".<br /><br />Nabi :" Apa yang melelehkan badanmu ?".<br /><br />Iblis :"Tobatnya orang yang bertaubat".<br /><br />Nabi :"Apa yang menggosongkan [membuat panas] hatimu ?".<br /><br />Iblis :" Istighfar yang banyak kepada Allah siang-malam.<br /><br />Nabi :" Apa yang memuramkan wajahmu (membuat merasa malu dan hina)?".<br /><br />Iblis :" Zakat secara sembunyi-sembunyi" .<br /><br />Nabi :" Apa yang membutakan matamu ?".<br /><br />Iblis :" Shalat diwaktu sahur [menjelang shubuh]" .<br /><br />Nabi :" Apa yang memukul kepalamu ?".<br /><br />Iblis :" Memperbanyak shalat berjamaah".<br /><br />Nabi :" Siapa yang paling bisa membahagiakanmu ?".<br /><br />Iblis :" Orang yang sengaja meninggalkan shalat" .<br /><br />Nabi :" siapa manusia yang paling sengsara [celaka] menurutmu?".<br /><br />Iblis :"Orang kikir / pelit" .<br /><br />Nabi :" Siapa yang paling menyita pekerjaanmu [menyibukkanmu] ?".<br /><br />Iblis :" Majlis-majlis ulama".<br /><br />Nabi :" Bagaimana kamu makan ?".<br /><br />Iblis :"Dengan tangan kiriku dan dengan jari-jariku" .<br /><br />Nabi :"Dimana kamu lindungkan anak-anakmu ketika panas ?".<br /><br />Iblis :" Dibalik kuku-kuku manusia".<br /><br />Nabi :" Berapa keperluanmu yang kau mintakan kepada Allah ?".<br /><br />Iblis :" Sepuluh perkara".<br /><br />Nabi :" Apa itu wahai terlaknat ?".<br /><br />Iblis :" Aku minta kepada-Nya untuk agar saya dapat berserikat<br />dalam diri Bani Adam, dalam harta dan anak-anak mereka.<br />Dia mengijinkanku berserikat dalam kelompok mereka.<br />Itulah maksud firman Allah :<br />Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka<br />dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan<br />berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah<br />dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah<br />mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada<br />mereka melainkan tipuan belaka. (QS. 17:64)<br /><br />Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka<br />saya ikut memakannya. Saya juga ikut makan makanan<br />yang bercampur riba dan haram serta segala harta yang tidak<br />dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.<br />Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah<br />dari syaithan ketika bersetubuih dengan istrinya maka syaithan<br />akan ikut bersetubuh. Akhirnya melahirkan anak yang mendengar<br />dan taat kepadaku. Begitu pula orang yang naik kendaraan dengan<br />maksud mencari penghasilan yang tidak dihalalkan, maka saya<br />adalah temannya.<br /><br />Itulah maksud firman Allah :" ....... , dan kerahkanlah terhadap<br />mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan<br />kaki ...... (QS. 17:64) . Saya memohon kepada-Nya agar saya punya<br />rumah, maka rumahku adalah kamar-mandi. Saya memohon agar<br />saya punya masjid, akhirnya pasar menjadi masjidku. Aku memohon<br />agar saya punya al-Qur'an, maka syair adalah al-Qur'anku. Saya memohon<br />agar punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku. Saya<br />memohon agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk<br />adalah tempat tidurku. Saya memohon agar saya punya teman-teman<br />yang menolongku, maka maka kelompok al-Qadariyyah menjadi<br />teman-teman yang membantuku. Dan saya memohon agar saya memiliki<br />teman-teman dekat, maka orang-orang yang menginfaq-kan harta<br />kekayaannya untuk kemaksiyatan adalah teman dekat-ku. Ia kemudian<br />membaca ayat : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah<br />saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar<br />kepada Rabbnya. (QS. 17:27)<br /><br />Rasulullah berkata :" Andaikata tidak setiap apa yang engkau ucapkan<br />didukung oleh ayat-ayat dari Kitabullah tentu aku tidak akan<br />membenarkanmu" .<br /><br />Lalu Iblis meneruskan :" Wahai Muhammad, saya memohon<br />kepada Allah agar saya bisa melihat anak-cucu Adam sementara<br />mereka tidak dapat melihatku. Kemudian Allah menjadikan aku dapat<br />mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku dapat berjalan kemanapun<br />sesuai dengan kemauanku dan dengan cara bagaimanapun. Kalau saya mau,<br />dalam sesaatpun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku :<br />" Engkau dapat melakukan apa saja yang kau minta". Akhirnya<br />saya merasa senang dan bangga sampai hari kiamat . Sesungguhnya<br />orang yang mengikutiku lebih banyak daripada yang mengikutimu.<br />Sebagian besar anak-cucu Adam akan mengikutiku sampai hari kiamat.<br /><br />Saya memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing<br />di telinga seorang hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Isya.<br />Andaikata tidak karenanya tentu ia tidak akan tidur lebih dahulu<br />sebelum menjalankan shalat. Saya juga punya anak yang saya<br />beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba melakukan<br />ketaatan ibadah dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka<br />anak saya tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamer-kan<br />ditengah-tengah manusia sehingga semua manusia tahu. Akhirnya<br />Allah membatalkan sembilan puluh sembilan dari seratus pahala-Nya<br />sehingga yang tersisa hanya satu pahala, sebab, setiap ketaatan yang<br />dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala. Saya punya anak<br />lagi yang bernama Kuhyal. Ia bertugas mengusapi celak mata semua<br />orang yang sedang ada di majlis pengajian dan ketika khatib sedang<br />memberikan khutbah, sehingga, mereka terkantuk dan akhirnya tidur,<br />tidak dapat mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama.<br />Bagi mereka yang tertidur tidak akan ditulis pahala sedikitpun<br />untuk selamanya.<br /><br />Setiap kali ada perempuan keluar pasti ada syaithan yang duduk<br />di pinggulnya, ada pula yang duduk di daging yang mengelilingi<br />kukunya. Dimana mereka akan menghiasi kepada orang-orang<br />yang melihatnya. Kedua syaithan itu kemudian berkata kepadanya,<br />' keluarkan tanganmu'. Akhirnya ia mengeluarkan tangannya,<br />kemudian kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya.<br /><br />Wahai Muhammad, sebenarnya saya tidak dapat menyesatkan<br />sedikitpun, akan tetapi saya hanya akan mengganggu dan menghiasi.<br />Andaikata saya memiliki hak dan kemampuan untuk menyesatkan,<br />tentu saya tidak akan membiarkan segelintir manusia-pun di muka<br />bumi ini yang masih sempat mengucapkan " Tidak ada tuhan selain<br />Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya", dan tidak akan ada lagi<br />orang yang shalat dan berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad,<br />tidak berhak memberikan hidayat sedikitpun kepada siapa saja, akan<br />tetapi engkau adalah seorang utusan dan penyampai amanah dari Tuhan.<br />Andaikata engkau memiliki hak dan kemampuan untuk memberi hidayah,<br />tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang-pun kafir di muka<br />bumi ini. Engkau hanyalah sebagai hujjah [argumentasi] Tuhan terhadap<br />makhluq-Nya. Sementara saya adalah hanyalah menjadi sebab celakanya<br />orang yang sebelumnya sudah dicap oleh Allah menjadi orang celaka.<br />Orang yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia<br />oleh Allah sejak dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celaka adalah<br />orang yang dijadikan celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya.<br /><br />Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman dalam QS Hud :<br />Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia<br />umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS. 11:118)<br />kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah<br />Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah<br />ditetapkan; sesungguh-nya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan<br />jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. 11:119) dilanjutkan<br />dengan : Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang<br />telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian)<br />sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah<br />ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38)".<br /><br />Kemudian Rasulullah berkata lagi kepada Iblis :<br />" Wahai Abu Murrah [Iblis], apakah engkau masih mungkin bertaubat<br />dan kembali kepada Allah, sementara saya akan menjamin-mu masuk surga".<br /><br />Ia iblis menjawab :" Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan<br />dan Qalam-pun telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga<br />hari kiamat nanti. Maka Maha Suci Tuhan, yang telah menjadikanmu<br />sebagai tuan para Nabi dan Khatib para penduduk surga. Dia, telah<br />memilih dan meng-khususkan dirimu. Sementara Dia telah menjadikan<br />saya sebagai tuan orang-orang yang celaka dan khatib para penduduk<br />neraka. Saya adalah makhluq celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari<br />apa yang saya beritahukan kepadamu dan saya mengatakan yang sejujurnya".<br /><br />Segala puji hanya milik Allah SWT , Tuhan Semesta Alam, awal dan akhir,<br />dzahir dan bathin. Semoga shalawat dan salam sejahtera tetap selalu<br />diberikan<br />kepada seorang Nabi yang Ummi dan kepada para keluarga dan sahabatnya<br />serta para Utusan dan Para Nabi.<br /><br />Hikmah dari Kisah tersebut di atas<br />Sebagai upaya mencari hikmah dalah kisah di atas, rangkuman ini<br />barangkali berguna untuk direnungkan :<br />· Kita perlu semakin menancapkan keyakinan, bahwa syaithan tidak<br />punya kuasa sedikitpun bagi orang-orang yang disucikan-Nya.<br /><br />· Jadi upaya kita adalah memohon kepada Allah Ta'Ala agar Dia ridho<br />dan berkenan membersihkan segala dosa baik sengaja maupun tidak untuk<br />mendapatkan ampunan-Nya.<br /><br />· Bila kita simak, perbedaan mendasar keyakinan Iblis adalah<br />tidak ada keinginannya untuk bertaubat, walau Rasulullah SAW<br />telah menghimbaunya bahkan dengan menawarkan jaminan untuk<br />mendapatkan ampunan. Dengan tegas Allah berfirman :<br />Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang<br />bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan<br />yang benar. (QS. 20:82).<br /><br />· Bila kita cermati hadangan dan rintangan yang akan dilakukan<br />oleh Iblis dari kisah tersebut membuat kesadaran bahwa upaya<br />untuk menjalani kehidupan sungguh tidak mudah.<br /><br />· Hanya karena Maha Rahman dan Maha Rakhiim-Nya<br />sajalah kita akan selamat dalam menjalani kehidupan ini<br />hingga akan selamat dari jebakan-jebakan syaithan.<br /><br />Naskah ini disarikan dari dua rujukan. Terdapat beberapa perbedaan<br />kecil atas terjemahan , kami mencoba merangkumnya. Source -I :<br />Bab-II POHON SEMESTA / Pustaka Progressif / Cetakan-I/Oktober 1999.<br />Dari Kitab Sajaratul Kaun oleh Muhyiddin Ibnu Arabi /<br />Darul 'Ilmi al-Munawar asy-Syamsiyah, Madinah.<br />Translated by : Nur Mufid, Nur Fu'ad.. Source-II : Dari Judul Asli :<br />Syajaratul Kaun dan Hikayah Iblis. Risalah Muhyiddin Ibnu al-'Arabi<br />[Mesir : Mushthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1360/1941 ]<br />Translated By : Wasmukan, Risalah Gusti / Cetakan-II, Mei 2001Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-36215967641537990202007-06-06T08:50:00.000-07:002007-06-05T21:12:58.191-07:00Ilmu Yang BermanfaatOleh : Suryaman <br /><br />Orang yang berilmu disebut alim. Dan orang yang tidak berilmu dikatakan jahil (bodoh). Seorang alim dapat memberikan jalan bagi orang yang berada di dalam kegelapan, sedangkan orang jahil bisa menyesatkan jalan seseorang. Maka, orang alim tentu saja tidak sama dengan orang yang jahil. <br /><br />Dr Sami Afifi Hijazi dalam bukunya, Madkhal li Dirasah al-Falsafah al-Islamiayah mengatakan salah satu anugerah Allah SWT bagi manusia adalah akal. Artinya, mensyukuri nikmat akal itu dengan cara menggunakannya secara optimal baik membaca teks maupun realitas. Misalnya, mengkaji ilmu pengetahuan, menelaah ilmu agama, memikirkan jagat raya sebagai tanda kekuasaan-Nya, bertafakur (berpikir) dan lain sebagainya.<br /><br />Allah Azza Wajalla berfirman, ''Sesunggahnya dalam penciptaan langit dan bumi serta bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.'' (QS Ali-Imran [3]: 190) Berpikir tandanya berilmu, maka mencari ilmu adalah proses seseorang di dalam mengembangkan pikirannya. Orang yang berilmu dapat dikatakan cahaya yang menerangi kegelapan. <br /><br />Karenanya, ilmu akan memberikan manfaat jika disertai dengan beberapa varian. Pertama, ilmu dan amal. Antara ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana disinyalir oleh Imam Al-Ghazali, ''Seluruh manusia berada di dalam kebinasaan kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa kecuali yang mengamalkan ilmunya.''<br /><br />Kedua, ilmu, amal dan ikhlas. Ketiga varian ini mesti selalu bergandengan. Allah Azza Wajalla berfirman, ''Dan tidaklah mereka diperintah oleh Allah melainkan supaya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.'' (QS Albayyinah [88]: 05) Orang yang tidak ikhlas dalam melaksanakan amalannya dikatakan riya'. Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya yang paling aku takuti dari kalian adalah syirik kecil, yaitu riya'.'' (HR Imam Ahmad)<br /><br />Ilmu seseorang senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, jika disertai amalan dan ikhlas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada sesamanya. Apabila salah satu hilang dari seorang alim, ia akan hilang kemanfaatannya. Maka, berpikir, mesti dibarengi dengan amalan yang ikhlas supaya menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a'lam bish-shawab.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-57696858134029323062007-05-22T08:28:00.000-07:002007-05-21T18:29:01.035-07:00Menjadi seorang Pemaaf<em><span style="color:#3366ff;"><strong>Pribadi Pemaaf<br /></strong></span></em>10 Mei 07 09:03 WIB<br />Oleh <strong>SM Syaripudin Niskala<br /></strong><br />Salah satu sifat mulia yang khas dari Rasulullah Saw adalah pemaaf. Beliau adalah sosok pribadi yang sangat mudah memaafkan pihak lain. Karena beliau adalah suri tauladan bagi manusia, maka tentu saja itu berarti bahwa sifat pemaaf adalah sifat yang diharuskan bagi manusia, jika ingin sukses dunia dan akhirat. Kisah-kisah melegenda tentang keutamaan akhlak pemaaf, yang menghantarkan Beliau pada derajat manusia terbaik, terukir indah dalam lindungan kekuatan hukum hadits yang kuat (shahih).<br /><br />Sebagai manusia, terdapat dua pihak yang harus mendapatkan keberkahan dari sifat mulia pemaaf. Yang pertama adalah pihak yang berbuat salah kepada kita. Keniscayaan akan peluang berbuat kesalahan, merupakan kenyataan tak terhindarkan dalam hubungan antar pribadi. Setiap pribadi, memiliki peluang demikian terbuka atas terjadinya kesalahan-kesalahan, sebagai konsekuensi logis dari dikandungnya dua potensi kebaikan dan keburukan. Sehingga, kesempurnaan sebuah insan tidak dinilai dari ketiadaan keburukan melainkan dari rasio serta kualitas kebaikan yang seharusnya superior terhadap sisi keburukan. Untuk itu, bagi pihak lain, sifat pemaaf merupakan hadiah terbaik dari tulusnya sebuah hubungan antar manusia.<br /><br />Pihak kedua adalah diri kita sendiri. Ruang maaf yang cukup luas semestinya juga kita sediakan untuk terjadinya kesalahan-kesalahan diri di masa lalu. Hal ini sangat penting dan merupakan penafsiran terbuka atas larangan untuk mencela diri sendiri, menganiaya diri sendiri atau pada tingkat kulminasi tertinggi adalah larangan berperilaku putus asa. Kita harus berdamai dengan diri kita sendiri dari rasa bersalah yang berkepanjangan. Dari penyesalan yang merusak semangat hidup. Dari merasa kehinaan yang destruktif terhadap cara pandang positif. Untuk membebaskan kita dari himpitan ruang rasa kesempitan yang gelap.<br /><br />Mario Teguh mengatakan bahwa hati adalah sebuah kekuatan yang sering disalah-artikan dengan semena-mena. Sebuah kelembutan yang dikira sebagai kelemahan, sebuah hamparan terluas yang dirasa sempit. Ketahuilah, bahwa hati Anda sangat luar biasa luas dan dalam-nya - apa pun pendapat Anda mengenainya. Hanya penggunaan pikiran Anda-lah yang menghasilkan kesimpulan salah mengenai ukuran hati Anda.<br /><br />Lalu, apakah yang bisa terjadi dalam kehidupan ini yang tidak tenggelam ke dalam hamparan luas hati ini? Ingatkah Anda mengenai kesedihan tak terhingga yang dulu seolah akan mengakhiri kehidupan Anda, dan yang sekarang tidak Anda ingat kecuali bila Anda diingatkan? Ke mana kah perginya semua rasa sakit, gembira, marah, sedih, cemburu, khawatir, dan takut yang pernah mewarnai hari-hari Anda itu; bila tidak sirna diserap oleh luasnya dan besarnya kemampuan hati ini?<br /><br />Jika sudah sedemikian luasnya hati itu, mengapa kita tidak cukup mampu menerima dengan tulus kelemahan dan kesalahan orang lain atau diri sendiri. Bukankah seharusnya ruang maaf itu adalah juga merupakan bagian tak bersekat dalam ruang hati kita yang sangat luas dan dalam itu - yang dengan itu juga berarti bahwa ruang maaf itu harus-lah sangat luas dan sangat dalam.<br /><br />Jika telah demikian sulitnya kita menyadari luasnya ruang maaf pada diri kita, mohon juga diperiksa kembali, mengapa kita tidak meletakkan penghormatan yang lebih tinggi kepada Yang Maha Penyayang.<br /><br />Bukankah satu-satunya rencana dari Yang Maha Pengasih adalah rencana baik atas keberhasilan kita menjadi hamba-hambanya. Di alam ruh dulu, semua manusia disiapkan dalam keadaan yang fitrah (kondisi baik dan cenderung pada kebaikan). Kemudian diperintahkan kepada seluruh alam agar tunduk dan patuh untuk dijadikan sarana jalan kebaikan. Setelah itu, dilengkapkan pula dengan contoh nyata perilaku para Anbiya dan kitab pedoman yang tak ada secuil-pun kelemahan.<br /><br />Tidak-kah kita dapat melihat dari sisi pandang kehambaan, alasan mengapa kita harus menjadi pribadi-pribadi yang pemaaf bagi diri sendiri. Apakah belum cukup jelas bagi kita, kasih sayang dari-Nya sehingga kita tidak cukup mengerti tentang keharusan kita menyayangi diri sendiri - dengan menjadi pribadi pemaaf?<br /><br />Ada petunjuk keharusan bagi makhluk untuk meneladani sifat-sifat Maha dari Sang Khalik. Salah satu bentuk pengimanan pada sifat-sifat Maha Agung dalam Asmaul Husna adalah dengan upaya-upaya terencana, teratur dan tulus, proses internalisasi dalam sifat pribadi kita. Untuk itu, sifat Yang Maha Pengampun (Ghafur) seharusnya menjadi salah satu motivasi utama pembentuk sifat pemaaf.<br /><br />Pribadi Pemaaf<br />Oleh SM Syaripudin Niskala<br /><br />Sebuah syair kehambaan menyebutkan bahwa walau dosa hamba menggunung tinggi, namun ampunan-Nya melangit luas. Bukankah hal itu mengindikasikan adanya tingkat probabilitas yang sangat besar akan keniscayaan manusia melakukan kesalahan, yang kemudian dimarjinalkan dengan luasnya pengampunan yang disediakan.<br /><br />Sebagai sebuah pengecualian, hanya ada satu kesalahan yang tak termaafkan bagi-Nya. Maka dengan itu pula, seharusnya hanya kesalahan jenis itu-lah yang juga tidak kita berikan ruang maaf dalam diri kita. Dengan demikian, seperti halnya Yang Maha Kuasa meluaskan ketersediaan ruang pemaafan kepada insan, tidak berarti diperuntukkan bagi kesalahan yang direncanakan dan yang terlahir dari kesombongan.<br /><br />Untuk itu, marilah kita menempatkan penghormatan kepada Yang Maha Penyayang di atas penghormatan pada diri sendiri. Maka bangunlah sikap lebih bersahabat dengan diri sendiri dan orang lain, dengan menjadi pribadi pemaaf yang tulus dan ringan.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-22863565178557505442007-04-01T05:53:00.000-07:002007-04-01T06:07:59.639-07:00Sabar dan Tawakal"Katakanlah, 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal'." (Q.s. at-Taubah: 51).<br /><br /><strong>Sabar dan Tawakal</strong><br />Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR<br />BANYAK yang berpenampilan indah tetapi terhina, sebab dia tidak punya kesabaran. Banyak orang yang akhirnya merugi, padahal dia memiliki modal. Apa sebabnya? Dia tidak mempunyai kesabaran. Banyak orang yang tergelincir ketika dilanda asmara dan tidak sabar, akibatnya ia merasakan sakit. Alangkah indahnya orang-orang yang diberi kesabaran.<br /><br />Innallaha ma'ash shaabiriin. Sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah [2]:153).<br /><br />Sabar itu pahalanya insya Allah tiada terputus. Maka, sungguh aneh jika kita ingin dekat dengan Allah, ingin indah, ingin berpahala, ingin bahagia tetapi tidak sabar. Sabar itu kunci. Kalau kita bersabar, kita akan memiliki pribadi yang indah. Kalau selalu sabar, kita akan menjadi orang yang dekat dengan Allah dan insya Allah ganjaran kita tiada terputus.<br /><br />Setidaknya ada tiga hal yang memerlukan kesabaran kita dalam hidup ini. Yang pertama, sabar ketika berkeinginan. Setiap hari kita selalu dituntun oleh keinginan. Kalau kita tidak sabar, keinginan inilah yang akan menjerumuskan kita. Jadi, sabar yang pertama adalah meluruskan niat ketika kita punya keinginan.<br /><br />Kita dikarunia Allah keinginan. Keinginan itulah yang menuntun sikap; kalau tidak sabar, kita kehilangan niat. Padahal niat adalah kunci agar amal diterima. Ada orang yang lelah pontang-panting, tetapi tidak ada nilainya. Mengapa? Dia tidak sabar meluruskan niat. Maka, sebelum beramal, wajib bagi kita untuk meluruskan niat. Tanpa niat, amal menjadi sia-sia.<br /><br />Terkadang, seseorang tidak sibuk meluruskan niat. Akan tetapi ia sibuk dengan perbuatannya. Misalnya, ia ingin membeli pakaian. Kita harus bertanya dulu pada diri sendiri, "Perlukah saya membeli pakaian lagi, padahal di lemari masih banyak pakaian?", "Untuk Apa?", "Tapi kan ini warnanya kurang cocok. Kurang cocok kata siapa?"<br /><br />Untuk apa memberatkan hisab, kalau pakaian indah, tetapi kelakuan tidak indah? Tidak ada gunanya. Ketika akan membeli, tanyakan lagi pada diri kita, "Benarkah kita membeli sesuatu itu karena Allah atau karena ingin dipuji?”<br /><br />Ingin menikah? kita harus sabar untuk mengevaluasi dulu. Kumpulkan informasi dan studi kelayakan. Sudah layakkah kita menikah? Jangan tergesa-gesa, renungkan dalam-dalam, kumpulkan informasi selengkap mungkin. Bertanyalah kepada yang ahli, sebab kalau kita sudah punya keinginan, itu biasanya nafsu. Hati-hati, nafsu akan membutakan kita dari kebenaran. Kita harus sabar untuk bertanya, "Benarkah niat saya ini? Betulkah tujuan saya? Mintalah petunjuk kepada Allah dengan shalat istikharah.<br /><br />Lalu, hal kedua yang harus kita miliki adalah sabar berproses. Kita biasanya tidak sanggup untuk berproses. Kita harus menikmati proses, bukan hasil. Dari proses itu, insya Allah akan berbuah pahala.<br /><br />Kesabaran yang ketiga adalah sabar ketika telah mendapat hasilnya. Hasil itu ada dua jenis, yaitu gagal dan sukses. Keduanya butuh kesabaran. Sudah niat ingin kerja, ikhtiar melamar ke sana-sini, kita harus sabar jika kita belum diterima. Setiap langkah kita insya Allah ada pahalanya. Mungkin memang belum ada rezekinya di sana, kita tidak usah sibuk mengeluh.<br /><br />Lalu rezekinya di mana? Mungkin memang rezeki kita bukan jadi seorang pekerja tetapi menjadi seorang pengusaha yang menjadi direktur utama, merangkap direktur inti dan karyawan tunggal.<br /><br />Ikhwan sudah melamar lalu ditolak. Apakah dia gagal? Tidak! Justru keberhasilannya adalah ditolak. Ini berarti dia mempunyai pengalaman ditolak. Misalnya, dia sudah pernah ditolak tiga kali. Dengan begitu, dia sudah berpengalaman menghadapi tiga jenis calon mertua. Harus sabar menghadapinya karena mungkin belum menjadi jodohnya. Niatnya untuk melamar, sudah menjadi amal. Perjalanannya, usahanya untuk bicara baik-baik dengan calon mertua sudah menjadi amal. Bila kemudian hasilnya ditolak, -- jika kita sabar -- maka menjadi nilai amal juga.<br /><br />Kegagalan itu adalah ketika kita tidak sabar menghadapi sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita punya rencana, Allah juga punya. Yang akan terjadi adalah rencana Allah, kenapa Allah menakdirkan sesuatu lalu kita anggap gagal? padahal itu yang terbaik.<br /><br />Tidak heran seseorang dibimbing Allah dengan sakit, penolakan, hinaan, semua itu bisa menjadi sebuah jalan bagi dia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus sabar menghadapi sesuatu yang tidak cocok dengan keinginan kita.<br /><br />Tawakal<br /><br />Ada sebuah cerita tentang seorang Baduwi yang meninggalkan untanya saat beristirahat di suatu tempat, tanpa mengikatkan talinya pada sebuah tiang. Singkat cerita, saat ia kembali untuk melanjutkan perjalanan, ternyata untanya tidak berada di tempat semula. Kontan saja ia panik setengah mati. Orang-orang sekitar mengerumuninya karena suara yang memekik memanggil unta yang kabur. "Untaku... untaku...! Ke mana untaku...?"<br /><br />Sambil mencari ke sana-sini, ia meyakinkan dirinya bahwa terakhir kali ia melihat untanya di halaman bersama unta-unta lainnya. Ia yakin bahwa ia telah mempercayakan untanya pada Allah. Ia yakin untanya tak akan kabur karena Allah yang akan menjaganya. Oleh karena itu, ia tidak berusaha untuk mengikatkan talinya pada tiang yang telah tersedia sebab ia merasa telah menyerahkan segalanya pada Allah SWT. Atau lebih dikenal dengan istilah tawakal.<br /><br />Apakah sikap tawakal orang Baduwi seperti itu benar? Keyakinan kuat tanpa diiringi ikhtiar adalah kurang sempurna. Demikian pula ikhtiar maksimal tanpa keyakinan hati kepada Allah adalah sia-sia. Tawakal yang benar adalah didasari oleh keyakinan kepada Allah bahwa Allah-lah yang mengatur segalanya dan disempurnakan dengan ikhtiar maksimal. Allah yang mengatur rezeki. Maka manusia harus berusaha untuk mendapatkannya dengan cara yang benar. Semua nikmat yang telah Allah berikan harus disyukuri dan hanya kepada-Nya orang-orang beriman bertawakal (Q.S. Al-Maaidah [5 ]: 11).<br /><br />Adanya kemampuan untuk ikhtiar, merupakan nikmat besar yang telah Allah berikan. Sesungguhnya, Allah telah menetapkan ketentuan untuk segalanya. Allah tidak akan menguji seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Salah satu tanda kemuliaan seseorang adalah, adanya keikhlasan dalam melakukan sesuatu, dan disempurnakan dengan ikhtiar. Selanjutnya, ia menyerahkan segala usaha dan urusannya kepada Allah. Itulah tawakal yang sebenarnya.<br /><br />Bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati tidak dilarang. Bertawakallah selalu kepada-Nya dengan syarat ia ikhlas dan melakukan ikhtiar. Bukan sikap tawakal seperti kisah Baduwi tadi. Tawakal tetapi tidak berusaha dan hanya ongkang-ongkang kaki mengharapkan hasil yang memuaskan, bukanlah sikap mukmin sejati. Tawakal seperti itu identik dengan pasrah tanpa melakukan apa-apa! Wallahu a'lam bishawaab.***Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-82225551368350583572007-01-20T00:54:00.000-08:002007-01-20T02:01:23.638-08:00Inilah Gerbang Islam!Sahnya iman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain. Tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang dikerjakana bagaikan abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada. Dalam Al Qur'an Allah menyebutkannya bagaikan debu yang berterbangan, walaupun amal yang dilakukan adalah amal yang baik sekalipun, namun tidak didasari oleh syahadat.<br /><br />"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. Al Furqan[25]: 23)<br /><br />Allah menjadikan amal mereka bagaikan debu yang berterbangan karena mereka tidak beriman. Dengan demikian jelaslah bahwa syahadatain ini menjadi pembeda manusia, mana yang muslim dan mana yang kafir.<br /><br /><em>lebih lengkap? temukan <a href="http://hudzaifah.org/Article104.phtml">disini </a>dan <a href="http://hudzaifah.org/Article127.phtml">disini</a></em><br /><em></em><br /><em>Artikel ttg syahadat lainnya:</em><br /><em><a href="http://hudzaifah.org/Article138.phtml">Syahadat yang diterima Allah SWT</a></em>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-1161231139304283562006-10-18T21:07:00.000-07:002006-10-18T21:27:58.083-07:00I'tikaf adalah... oleh DR. H.Salim Segaf al-Jufrie<div align="center"><em>"Ya Rabb tetapkan terus dalam hati kami untuk menyukai berdiam diri dalam Masjid untuk mendekatkan diri padaMu"..</em>(maya)<br /><br /><strong>DEFINISI I’TIKAF<br /></strong>Menurut bahasa I’tikaf berarti tinggal dan berdiam diri disuatu tempat.<br /><br />Sedangkan menurut istilah Syara' I'tikaf adalah : tinggal didalam masjid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT disertai dengan niat dan cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW.<br /><br /><strong>DALIL DISYARIATKANNYA</strong><br />Dalil disyariatkannya I'tikaf ialah firman Allah SWT (QS Al Baqarah : 125 )<br /><br />" Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail : " Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I'tikaf, yang ruku' dan yang sujud."<br /><br />Adapun dalil dari Assunah, diantaranya adalah hadits Aisyah RA :<br />" Dari Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW, melakukan I'tikaf pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadlan, sampai saat ia dipanggil Allah SAW."<br /><br /><strong>HIKMAH DISYARIATKANNYA.</strong><br />Diantara hikmah disyariatkannya I'tikaf adalah sebagai berikut :<br />1. Mengosongkan hati dari segala urusan duniawi dan menggantikannya dengan kesibukan ibadah dan berdzikir kepada Allah dengan sepenuh hati.<br /><br />2.Berserah diri kepada Allah SWT dengan menyerahkan segala urusannya kepadaNya dengan bersimpuh dihadapan pintu anugerah dan rahmatnya.<br /><br />3. Memohon perlindungan kepada Allah SWT yang maha kuasa dan maha tinggi, untuk selalu dilindungi dari gemerlapan dunia dan senantiasa mendapatkan hidayah dan inayahNya dalam mengarungi gelombang samudera dunia.<br /><br /><strong>SYARAT-SYARAT I'TIKAF<br /></strong>Diantara syarat sah dari pelaksanaan I'tikaf adalah sebagai berikut :<br />a. Orang yang beri'tikaf harus muslim, karena Allah SWt tidak akan menerima ibadah yang dilakukan oleh orang yang tidak Islam.<br /><br />b. Orang yang beri'tikaf hendaklah suci dari badan, pakaian, tidak dalam kondisi junub, haidh dan nifas.<br /><br />c. Orang yang beri'tikaf haruslah orang yang sudah mumayyiz ( yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah ) atau ia sudah baligh.<br /><br />d. Orang yang beri'tikaf haruslah memiliki niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak karena urusan dunia atau yang lainnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Bayyinah ayat 5 ;<br />"Dan tidaklah diperintahkan kalian semua untuk ibadah kepada Allah kecuali dengan niat ikhlas."<br /><br />e. I'tikaf haruslah dilakukan di masjid. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT ( QS : Al Baqarah ; 187 )<br />"Dan janganlah kalian menggauli mereka ( wanita ) sedang kalian dalam keaadan I'tikaf "Ulama berbeda pendapat tentang masjid yang dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I'tikaf. Berikut penjelasannya :<br />Menurut pendapat Imam Hanafi dan Ahmad, masjid yang dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I'tikaf adalah yang didirikan didalamnya shalat berjamaah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang artinya : " Setiap masjid yang memilki imam dan muadzin maka sah dan boleh dilakukan I'tilaf didalamnya." HR Daruquth<br />Persyaratan ini, yang di maksud bila ynag melakukan I'tikaf itu laki-laki.<br /><br />Adapun untuk wanita, maka boleh saja ia beri'tikaf dirumah dalam mushalla yang sengaja dibuat untuk shalat. Bahkan dalam madzhab ini , wanita yang beri'tikaf di masjid yang biasa untuk berjamaah sebagaimana termaksud diatas, hukumnya makruh. Begitu pula tidak sah bila ia beri'tikaf pada selain tempat yang biasa dia gunakan untuk shalat setiap hari.<br /><br />Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'I dan Dawud Addzahiri, boleh melakukan I'tikaf di setiap masjid, tidak diharuskan di dalamnya didirikan shalat berjamaah, karena tidak nash atau dalil yang sharih ( langsung ) atau secara khusus tentang yang menyatakan tentang hal tersebut. Akan tetapi lebih diutamakan I'tikaf dilakukan di masjid jami' karena Rasulullah SAW telah beri'tikaf di masjid jami'<br /><br /><strong>HAL-HAL YANG MEMBATALKAN I'TIKAF<br /></strong>Diantara hal-hal yang dapat membuat rusaknya ibadah I'tikaf kita adalah sebagai berikut :<br />1. Bersetubuh ( Jima') sekalipun tidak ssmpai mengeluarkan mani. Karena Allah SWT telah berfirman ( QS : Al Baqarah : 187 )<br />"Janganlah kamu mencampuri mereka ( istri-istrimu ) ketika kamu beri'tikaf dalam masjid."Namun demikian, menurut Madzhab Syafi'I, kalau persetubuhan itu terjadi karena lupa, maka tidak membatalkan I'tikaf.<br /><br />2. Hal-hal yang mendorong terjadinya persetubuhan. Seperti mencium dengan syahwat atau mencumbu dan sebagainya bila menyebabkan keluar air mani. Tapi kalau tidak sampai demikian ,maka tidak membatalkan I'tikaf.<br /><br />3. Pingsan dan gila, baik karena mabuk atau lainnya.<br /><br />4. Keluarnya haidh dan nifas bagi wanita.<br /><br />5. Murtad dari Islam. Berdasarakan firman Allah SWT ( QS : Az Zumar )<br /><br />"Jika kalian syirik kepada Allah, maka terhapuslah amal kalian"<br /><br />6. Keluar dari masjid ,yang tidak ada kepentingan atau keperluan yang syar'i. Karena diantara syarat sahnya I'tikaf adalah harus di masjid.<br /><br /><strong>HAL-HAL YANG BOLEH DILAKUKAN KETIKA BERI'TIKAF<br /></strong>Ada beberapa hal yang di mana mu'takif (orang yang I'tikaf) boleh melakukannya tanpa mempengaruhi hukum I'tikaf atau membatalkannya. Hal ini adalah sebagai berikut;<br /><br />1 Keluar dari masjid untuk mengantarkan keluarganya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh shofiyah bahwa Rasulullah SAW pernah mengantarkannya ketika dia menjenguk atau menengoknya dimalam hari. Dan pada saat itu shofiyah berada atau tinggal di rumah Usamah bin zaid.<br /><br />2 Menyisir rambut, mencukur rambut, memotong kuku, dan membersihkan badan dari kotoran yang melekat di badannya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Saw. Berkata Aisyah Ra bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh saya untuk menyisirkan rambutnya dengan mengeluarkan kepalanya ke jendela kamar, serta saya membersihkannya. HR. Bukhori Muslim.<br /><br />3. Keluar dari dari masjid karena da keperluan atau kebutuhan. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah RA. Bahwasannya Rasulullah Saw tidak masuk kerumahnya kecuali ada keperluan atau kebutuhan yang sangat penting. ( HR Bukhori Muslim )<br /><br />4. Makan dan minum di dalam masjid serta tidur didalamnya, dengan menjaga kebersihan dan kesucian masjid.<br /><br /><em><a href="http://jkt.detik.com/kolom/aagym/ragam/200411/20041101-145506.shtml"><span style="color:#ff0000;">Link lain</span> </a> tentang <strong>I'tikaf</strong> yang ga kalah bagus untuk disimak</em></div>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-1153890583576912442006-07-25T22:05:00.000-07:002006-07-25T22:09:43.596-07:00Siap-siap jelang Ramadhan yuukk..<em>PKPU Online<br /></em>21.10.2002<br /><br />Rhamadhan telah diambang pintu, tanpa kita rasakan waktu bergulir begitu cepat,kita telah berada dibulan Sya'ban, bulan yang menjadi bulan ibadah istimewa untuk Rasulullah selain bulan Ramadan, Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah SAW " Ya Rasulullah saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu dibulan Sya'ban? Rasul Bersabda " itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadan.<br /><br />Dan merupakan bulan yang didalamnya diangkat semua amal kepada Rabul alamin. Dan saya suka diangkat amalan sedangkan saya dalam keadaan berpuasa". (HR. Imam Nasai). apa yang harus kita persiapkan dalam rangka menyongsong kedatangan tamu agung ini ?.<br /><br />Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu untuk mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.<br /><br /><strong>Kenapa kita melakukan persiapan ini ?<br /></strong>Setiap Waktu-waktu yang kita lewati masing-masing mempunyai kelebihan dan keutamaan yang berbeda, maka kita harus bisa memperlakukannya secara proposional dan cerdas. Termasuk dalam menyiapkan kedatangan bulan suci Ramadan yang banyak mempunyai keutamaan.<br /><br />Karena didalam Ramadan adalah bulan diwajibkannya puasa, dianjurkan memperbanyak amalan sunnah, dianjurkannya memperbanyak memberikan santunan, serta memperbanyak membaca Al-Quran. Disamping itu bulan Ramadan adalah bulan pengendalian diri dari syahwat perut, dari hawa nafsu serta pengendalian anggota tubuh dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa.<br /><br /><strong>Persiapan pribadi</strong><br />Secara pribadi kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Diantara persiapan pribadi yang harus kita lakukan adalah sbb:<br /><br /><strong>Persiapan Secara Ruhi</strong><br />Ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita sebelum, ketika dan pasca ramadhan. Maka itu apabila kita membaca sirah Rasul SAW, betapa persiapan beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya'ban.<br /><br />Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya.<br /><br />Dan hal lain yang harus dilakukan dalam persiapan ruhi adalah banyak berdoa kepada Allah agar DIA menyampaikan kita kepada bulan Ramadhan. Ma'la ibn Fadl berkata "Para salafus shaleh berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa(pasca Ramadhan-pent) selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima".<br /><br />Yahya Ibn Katsir berkata " diantara doa yang dibaca oleh para salaf adalah Ya Allah selamatkan aku hingga bulan ramadhan dan karuniakan aku ramadhan dan terimalah ibadah-ibadahku pada bulan ramadhan"<br /><br /><strong>Persiapan Secara Fikri</strong><br />Ramadhan adalah bulan didalamnya diwajibkan bagi kita untuk beribadah puasa yang mana dalam setiap ibadah kita harus mengerti ilmunya agar ibadah yang kita lakukan dapat sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasul-NYA. Maka persiapan ini pun tidak kalah pentingnya, untuk itu kita harus kembali membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa.<br /><br />Disamping itu dengan cara mengirim ucapan "Tahniah"(Selamat) kepada saudara atau teman dalam rangka memberikan image dan kabar gembira dengan akan datangnya bulan yang mulia ini. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebg mana dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabd " telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah yang telah didalamnya diwajibkan bagi kalian berpuasa, disitu Allah membuka pintu-pintu syurga dan menutup pintu-pintu neraka serta para syaitan diikat, didalamnya ada sebuah malam yan lebih mulia dari seribu malam barang siapa yang diharam/dihalangi untuk mendapatkan kebaikan malam itu sesungguhnya ia telah diharamkan dari segala kebaikan" (HR.Nasai dan Baihaqi ). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali ketika mengomentari hadits ini berkata " Hadits ini merupakan landasan agar kaum muslimin saling memberikan selamat dengan datangnya bulan Ramadhan".<br /><br /><br /><strong>Persiapan Secara Jasadi</strong><br />Badan kita adalah salah satu komponen yang penting yang juga harus kita persiapkan dalam menyongsong bulan ramadhan, karena tanpa badan yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan kegiatan termasuk dalam masalah ibadah puasa, dalam hal ini Rasul SAW bersabda " Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu'min dhaif dan didalam kedua ada kebaikan".<br /><br />Dari hadits ini rasul mendorong kita untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh karena ini sangat dicintai oelh Allah, sebab ini merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-NYA. Maka cara yang paling tepat adalah dengan cara mengadakan latihan puasa sunnah menjelang datangnya bulan ramadhan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW.<br /><br /><strong>Persiapan secara Akhlaqi</strong><br />Imam Ghazali dalam bukunya Ihya - Ulumuddin berkata "Ketahuilah bahwa puasa terbag dalam 3 tingkatan, Puasa umum, puasa khusus, dan puasa khususil khusus" (Ihya-jld 1/277). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata " Tingkatan kedua orang puasa adalah yang puasa di Dunia ini karena karena Allah, maka ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta pasca kematian, orientasi hidupnya akherat maka hari Iednya adalah hari bertemu dengan Rabnya dan hari kebahagiannya adalah hari ketika ia melihat Rabnya".<br /><br />Dari perkataan dua ulama ini menunjukan bahwa ada diantara orang yang berpuasa hanya mendapatkan keletihan tanpa ada keistemewaan yang ia dapatkan dan ada juga jenis orang yang berpuasa dan mendapatkan keistimewaan yaitu orang yang dapat mempersiapkan diri dari sisi ahklaq, karena tanpa persiapan sisi ini puasa hanya akan menahan lapar dan haus saja tanpa mampu menjaga akhlaq sehingga puasa kita menjadi nihil dari sisi pahala.<br /><br />Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh Raulullah SAW " "Berapa banyak orang yangg puasa namun mereka tdk mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus" (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi). Diantara akhlaq atau sikap yang harus dijaga dari saat ini sbb:<br /><br />Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tdk baik. Rasulullah SAW bersabda " Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis" (HR .). Nabi Isa as berkata" penglihatan akan menimbulkan di dalam hati syahwat dan cukuplah itu sebagai sebuah kesalahan"<br />Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda " Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan bodoh (berteriak,mencela) apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa" (HR.Muttafaq 'alaihi). Maka ketika mampu menjaga lisan maka insya Allah kita akan terhindar dari puasa yang sia-sia namun ketika kita tidak mampu untuk itu maka puasa kita akan sia-sia, sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah SAW "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya" (HR. Ibnu Majah).<br />Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil.<br />Tidak memperbanyak mengkonsumsi makanan ketika berbuka. Memperbanyak makanan ketika berbuka adalah hal yang kurang baik karena akan menyebabkan.<br /><br /><strong>Persiapan Secara Materi</strong><br />Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda "Rasulullah SAW bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah" (HR.Imam Ahmad).<br /><br />Sabda Rasul SAW yang berbunyi " dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah" diterangkan oleh para ulama sbb " Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur diwaktu siang dan memperbanyak I'tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas diluar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari ma'isyah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat konsern dalam beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini".<br /><br />Disamping hal tersebut diatas persiapan dari sisi materi penting juga kita laksanakan agar kita dapat mencontoh Rasulullah dari kedermawanan yang beliau contohkan ketika datang bulan Ramadhan sebagaimana yang riwayatkan dari banyak hadits. Dari kitab Shahihain Ibnu 'Abbas ra berkata " Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus, " dari Riwayat Imam Ahmad disebutkan " Ia tdak diminta sesuatu kecuali diberinya". Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah SAW.<br /><br /><strong>Persiapan dari sisi lingkungan</strong><br />Lingkungan adalah faktor yang tidak dapat kita abaikan dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah dibulan Ramadan.<br /><br /><strong>Rumah</strong><br />Rumah adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang manusia, karena disitulah sebagian besar kehidupannya ia habiskan. Rumah merupakan nikmat yang harus disyukuri maka ketika Allah SWT mengazab orang yahudi bani Nadzhir mereka di azdab dengan mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka (QS.59:2).<br /><br />Maka kita sebagai seorang muslim harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Diantara hal yang paling harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah masalah Media, terutama TV karena media ini adalah media yang sangat tinggi pengaruhnya dalam mengganggu kekhusuaan ibadah kita. Maka kita harus bisa meminimalisir dalam menggunakan media ini.<br /><br /><strong>Tetangga</strong><br />Disamping rumah yang harus kita kondisikan juga para tetangga, yaitu dengan cara memberikan keterangan dan anjuran untuk menyiapkan kedatangan bulan Ramadan, dalam hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh apakah Pa' RT / RW dan juga para kyai yang ada dilingkungan sekitar kita.<br /><br /><strong>Tempat Ibadah (Masjid/Mushalla)</strong><br />Tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, dengan 2 cara, pertama secara material yaitu dengan mengadakan pembersihan umum dan perbaikan. Kedua secara Immaterial yaitu dengan mengadakan acara Tau'iyah (Penyuluhan) tentang puasa dan pentingnya mengisi ramadan dg amalaiah secara optimal.<br /><br /><strong>Tempat Kerja dan Pasar</strong><br />Biasanya Sebelum memasuki syahrul awakhir kita masih tetap mengadakan kegiatan dan aktifitas di kantor atau tempat-tempat kerja kita, maka kita juga harus mengadakan persiapan dengan melakukan penyadaran yang menyeluruh apakah dengan mengadakan pemasangan famplet, pengajian atau dengan mengirim email keteman-teman yang sekantor ttg Ramadan dan amaliah ibadah Ramadan.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-23079242216665673852006-07-25T07:30:00.000-07:002011-06-02T07:34:36.249-07:00Pro kontra Hadist Do'a Menjelang RamadhanDoa Memasuki Bulan Rajab<br />Kamis, 25/06/2009 13:04 WIB | email | print<br /><br />assalamu'alaikum wr wb<br /><br />semoga Alloh selalu merahmati ustadz dan para pejuang Islam dimana pun mereka berada. amin.<br /><br />ustadz, kita memasuki bulan Rajab dan biasanya beredar dan banyak dibahas keutamaannya termasuk doa "Allohumma bariklana fi Rajaba wa Sya'ban wa balighna Ramadhan." namun, ada sebagian orang yang tidak setuju bahkan mencela hal itu karena beranggapan bahwa hadits itu dloif. sebenarnya bagaimana status hadits itu dan bagaimana hukum melaksnakannya.<br /><br />jazakallohu khoiron katsir.<br /><br />wassalamu'alaikum wr wb<br /><br />Syarifin<br />Jawaban<br /><br />Waalaikumussalam Wr Wb<br /><br />Saudara Syarifin yang dirahmati Allah swt<br /><br />Didalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw apabila memasuki bulan rajab bersabda,”Allahumma Barik Lana Fii Rajab wa Sya’ban wa Ballighnaa Ramadhan—Wahai Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan ramadhan.” Didalam sebuah riwayat,”Wa Barik Lana Ramadhan.” (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad didalam “Zawaidul Musnad” (236); al Bazzar didalam “Musnad”-nya , sebagaimana di dalam “Kasyfil Astar” (616), Ibnus Sunni didalam “Amalul Yaum wal Lailah” (658), Thabrani didalam “al Ausath” (3939), didalam “ad Du’a” (911), Abu Nu’aim didalam “al Hulyah” (6/269), al Baihaqi didalam “asy Syu’ab” (3534), didalam kitab “Fadhailul Auqat” (14), al Khatib al Baghdadi didalam “al Muwaddhih” (2/473), Ibnu Asakir didalam “Tarikh”-nya (40/57) dari jalan Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Numairiy dari Anas.<br /><br />Sanad hadits ini dhoif (lemah) :<br /><br />Zaidah bin Abir Roqod : Buhkori dan Nasai mengatakan bahwa haditsnya munkar. Abu Daud mengatakan,”Aku tidak mengetahui beritanya.” Abu Hatim mengatakan bahwa hadits dari Ziyad an Numairiy dari Anas hadits yang marfu munkar, dan kami tidak mengetahui darinya (Anas) atau dari Ziyad. Adz Zahabi mengatakan bahwa ia dhoif. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa haditsnya munkar (lihat : “at Tarikhul Kabir” (3/433), “al Jarh” (3/613), “al Majruhin” (1/308), “al Mizan” (2/65), “at Tahdzib” (3/305), “at Taqrib” (1/256).<br /><br />Tentang Ziyad bin Abdullah an Numairy al Bashriy : Ibnu Ma’in mengatakan,”Tidak ada masalah”. Abu Daud melemahkannya. Abu Hatim mengatakan,”Haditsnya ditulis namun tidak dipakai sebagai hujjah (dalil).” Ibnu Hibban didalam ats Tsiqot mengatakan bahwa ia salah, kemudian dia menyebutkannya di “al Majruhin” bahwa hadits yang diriwayatkan dari Anas adalah munkar dan tidak menyerupai seperti sebuah hadits yang bisa dipercaya dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah (dalil). “Adz Dzahabi” mengatakan bahwa dia lemah. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa dia lemah. (lihat : “Tarikh” Ibnu Ma’in (2/179), “al Jarh” (3/536), “al Kamil” (3/1044), “al Mizan “(2/65). “At Tahdzib” (3/378)<br /><br />Zaidah bin Abir Roqod sendiri yang meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an Numairiy. Thabrani mengatakan didalam al Ausath,”Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah saw kecuali dengan sanad seperti ini, di sini hanya Zaidah bin Abir Roqod sendiri.”<br />Al Baihaqi mengatakan,”Didalam hadits ini An Numairy sendiri dan dari dirinya Zaidah bin Abir Roqod. Bukhori mengatakan bahwa Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Nuamiry munkar haditsnya.”<br /><br />Lebih dari satu ulama yang menyatakan kelemahan sanad hadits ini, diantaranya : Imam Nawawi didalam “al Adzkar” (547), Ibnu Rajab didalam “Lathoiful Ma’arif” (143), al Haitsami didalam ‘al Mujma’” (2/165), adz Dzahabi didalam “Al Mizan” (2/65), Ibnu Hajar didalam “Tabyinul ‘Ajib” (38). (Fatawa Wastisyaarotul Islamil Yaum juz I hal 461)<br /><br />Dari penjelasan diatas tampak bahwa hadits tersebut terkategorikan lemah (dhoif) namun isi didalamnya adalah anjuran agar setiap mukmin senantiasa memperhatikan waktu-waktu dan usianya untuk tetap berada didalam kebaikan serta merindukan untuk bertemu dengan bulan mulia, ramadhan. Tentunya ini amerupakans sesuatu yang baik.<br />Dan kandungan hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf yang senatiasa memberikan perhatian kepada bulan ramadhan sepanjang tahunnya. Setengah tahun sebelum kedatangan ramadhan mereka senantiasa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan mulia tersebut dan setengah tahun setelahnya berdoa agar berbagai ibadah mereka di bulan mulia itu diterima oleh-Nya.<br /><br />Al Hafizh Ibnu Rajab mengatakan,”Telah diriwayatkan dari Abu Ismail al Anshariy yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih terhadap keutamaan bulan rajab selain hadits ini. Pernyataannya ini perlu dikaji karena sesungguhnya didalam sanad hadits ini terdapat kelemahan.”<br /><br />Hadits itu merupakan dalil terhadap anjuran berdoa agar tetap berada didalam waktu-waktu utama untuk melakukan berbagai amal shaleh didalamnya. Sesungguhnya bagi seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali didalam kebaikan dan sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amalnya. Para ulama salaf menginginkan kematian mereka diikuti dengan amal shaleh, diantaranya puasa ramadhan atau kembali menunaikan ibadah haji. Terdapat ungkapan,”Siapa yang mati seperti itu maka dia akan mendapatkan ampunan.” (Lathoiful Ma’arif 1/130)<br /><br />Dengan demikian—meskipun hadits tersebut dhoif—diperbolehkan bagi seorang muslim berdoa dengan hadits tersebut ketika memasuki bulan rajab. Sebagaimana perkataan para ulama bahwa diperbolehkan mengamalkan hadits dhoif didalam keutamaan amal dengan syarat bahwa hadits itu tidak diriwayatkan oleh seorang pendusta, kejam dan kasar yang menjadikan kelemahannya sangat berat dan hadits itu juga tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tidak berhubungan dengan permasalahan-permasalahan akidah, atau hukum-hukum syariah berupa halal, haram dan sejenisnya.<br /><br />Wallahu A’lam.Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-1153030465120427392006-07-15T23:11:00.000-07:002006-07-15T23:14:25.140-07:00Belajar Empati dari Rasululloh<span style="FONT-STYLE: italic">Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keselamatan dan keimanan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.<br />(al Quran, surat At Taubah:128)</span><br /><br />RasululLah saw., pimpinan dan teladan utama kehidupan dan aktifitas da'wah, melalui hari-hari panjang yang sarat dengan perenungan akan nasib kaumnya. Bahkan tarikh mencatat, menjelang bi'tsah diangkatnya beliau sebagai Rasululloh, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk berkhalwat di gua Hira. Mulut gua itu tepat menghadap ke arah Ka'bah yang menjadi jantung kehidupan sosial masyarakat Arab. Ka'bah tampak sebagai sebuah titik hitam dari puncak bukit sana. Ini makin menguatkan penghayatan kita akan tiga hal pada diri Rasul.. Pertama, hati dan pikiran beliau terus terlibat dengan masalah kaumnya. Kedua, beliau seorang harish yang sangat menginginkan kebaikan pada kaumnya. Dan ketiga, yang merupakan puncak dari rangkaian sifat mulia ini digambarkan dengan raufun rahimun, dua asma Allah yang disandangkan kepada Nabi saw.<br /><br /><a href="http://www.kammi-jepang.net/sorotan.php?id=14">read more..</a>Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-1152010438878336322006-07-04T03:51:00.000-07:002006-07-04T04:08:46.703-07:00Jalinan Cinta Hamba dan AllahResensi Buku: Abdul Hadi Hasan Wahbi (Penulis)<br /><br />Cinta adalah nutrisi hati, pelepas dahaga jiwa, penyejuk mata, kebahagiaan jiwa, cahaya akal, penyegar batin, puncak cita-cita dan harapan paling mulia. Kehidupan tanpa cinta adalah kematian. Cinta adalah cahaya, yang tanpanya seseorang bisa tersesat dalam lautan kegelapan. Cinta adalah obat penawar yang tanpanya seseorang akan diserang oleh berbagai macam penyakit. Cinta adalah kelezatan, yang tanpanya kehidupan seseorang akan dicekam oleh kerisauan dan penderitaan. <br /><br />Bila napas kehidupan bisa berdenyut karena dilandasi oleh sebuah cinta, maka cinta hamba terhadap Allah merupakan nutrisi yang memberikan suntikan kekuatan tak terperi bagi seorang Mukmin, yang membuatnya bertahan dalam menghadapi gempuran zaman yang tiada henti melibasnya. Cinta inilah yang terus memompakan rasa optimisme yang besar pada sang Mukmin sehingga ia berhak meraih karunia Ilahi yang paling agung, yaitu cinta Allah ( mahabbatullah ). <br /><br />Namun seorang hamba yang ingin dicintai oleh Allah tentu saja tidak tinggal diam dan menunggu saja anugerah dari langit. Tidak, sebaliknya ia harus proaktif memburu anugerah itu, yakni dengan berusaha untuk mencintai-Nya lebih dulu. <br /><br />Mencintai Allah ini juga bukan sekadar menjadi klaim belaka yang hanya menjadi pemanis bibir, namun harus ada usaha kongkret yang mencerminkan keinginan agung itu. Seorang hamba yang benar-benar cinta kepada Allah ini bisa dicirikan dalam hal-hal berikut; dia menginginkan pertemuan dengan Allah di sorga, karena hati yang mencintai Sang Kekasih pasti ingin menyaksikan dan berjumpa dengan-Nya. <br /><br />Ciri lainnya dari seorang hamba yang mencintai Allah adalah merasa nikmat dalam berkhalwat, bermunajat kepada Allah dan membaca al-Qur ' an. Sabar terhadap hal-hal yang tidak disukai, mengutamakan Allah atas segala sesuatu, mendahulukan apa yang dicintai Allah atas apa yang dicintainya, baik lahir maupun batin. Selalu mengingat Allah, cemburu karena Allah, dan senang terhadap segala sesuatu yang menimpa dirinya dalam perjalanan menuju Kekasihnya. Mencintai kalam Allah, tobat yang dibarengi dengan khuaf (cemas) dan raja ' (harap). Menyesal, jika lupa mengingat Allah, lemah lembut kepada hamba Allah dan tegas kepada musuh-Nya. <br /><br />Itulah ciri-ciri dari seorang hamba yang mencintai Allah. Kalau sudah ada usaha maksimal dari sang hamba untuk mencintai-Nya dengan mempraktikkan hal-hal di atas, maka ia punya harapan besar untuk meraih mahabbatullah (dicintai Allah), yang ditandai dengan adanya perlindungan dari dunia, pemeliharaan yang baik, dikaruniai sifat lemah lembut, diterima penduduk bumi, mendapat cobaan, dan mati dalam keadaan melakukan amal shalih. <br /><br />Dalam hal ini, Nabi saw. bersabda: “ Jika Allah mencitai seorang hamba, maka ia akan memaduinya. ” Sahabat bertanya tentang ‘ memadui ' itu, dan Nabi menjawab, “ Diberi taufiq untuk beramal shalih saat ajalnya, sehingga ia disenangi tetangga dan orang sekitarnya ” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim). <br /><br />Buku ini memang sangat bagus sekali dibaca oleh orang yang mendambakan cinta sejati, yang terikat dengan jalinan cinta bersama Rabb-nya, karena buku ini juga mengurai tentang serangkaian amal yang bisa mendatangkan mahabbatullah . Semisal membaca al-Qur ' an sambil mentadabburi dan memahami maknanya, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan ibadah sunnah, setelah ibadah wajib. Selalu mengingat Allah di setiap saat, baik dengan lisan, hati, amal, atau keadaan. Mengutamakan ( itsar ) Kekasih di atas keinginan pribadi dan berusaha menggapai cinta-Nya. <br /><br />Selain itu, menyaksikan berbagai macam kebaikan, karunia dan nikmat-Nya, baik zhahir maupun batin. Pengenalan dan penyaksian hati akan nama-nama dan sifat-sifat Allah, remuk redam hati di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya pada saat nuzul ilahi (turunnya Allah) di tengah malam. Nabi bersabda: “ Rabb kita (Allah SWT.) turun ke langit dunia tiap malam, hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Dia berfirman: siapa yang berdoa kepada-Ku akan Ku-kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Ku-beri, dan siapa yang memohon ampunan akan Ku-ampuni ” (HR. Malik, dan lainnya). <br /><br />Juga duduk-duduk dan bergaul dengan para pencinta Allah yang sejati, menjauhi segala hal yang bisa menghalangi hati dari Allah, mengikuti Nabi saw. dalam perbuatan, ucapan, dan akhlaknya, dan zuhud terhadap dunia. <br /><br />Menurut penulis, ada tiga formula yang bisa membantu tumbuhnya sikap zuhud ini. Pertama , kesadaran hamba bahwa dunia hanyalah naungan sementara, sekadar angan yang datang bertamu. Kedua , kesadaran hamba bahwa di balik dunia, ada yang lebih besar, lebih mulia dan lebih penting, yaitu kampung keabadian akhirat. Ketiga , kesadaran hamba bahwa sikap zuhud terhadap dunia tidak akan menghalangi apa yang telah ditakdirkan. Demikian pula ambisinya terhadap dunia tidak akan mampu mendatangkan sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Bila hal ini telah diyakini sepenuhnya hingga sampai pada tingkat ilmul-yaqin , maka ia akan mudah bersikap zuhud terhadap dunia. (Makmun Nawawi).Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-10659070.post-1148804743216863462006-05-28T01:02:00.000-07:002006-05-28T01:25:43.233-07:00Hati yang Ikhlas(Dr Engku Ahmad Zaki Engku Alwi )<br /><br />Agama Islam yang menjadi pegangan umat manusia pada dasarnya mengungkap makna kepatuhan dan ketundukan secara menyeluruh kepada Allah SWT. Kerangka pengertian ini tidak akan tercapai tanpa dimulai dengan sifat ikhlas--tawakal sepenuhnya ke hadirat Ilahi yang Maha Esa secara mutlak tanpa terselip tujuan atau motif lain yang bersifat duniawi.<br /><br />Bukankah Allah SWT berfirman: ''Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan teguh. Mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang benar.'' (QS Al-Bayyinah, ayat 5) Dari sudut bahasa, istilah <strong>'ikhlas</strong>' <strong>berasal dari kata 'khalish'</strong> yang berarti murni, suci, bersih, tidak bercampur dengan noda atau yang kotor. Laksana susu yang suci dan bersih dalam perut sapi, tidak bercampur dengan darah dan kotoran.<br /><br />Adapun Imam al-Ghazali menegaskan,<strong> ikhlas</strong> adalah sidqun niyyah fil 'amal, yaitu niat yang benar ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan kata lain, setiap amal soleh dan kebajikan yang ingin dilakukan semestinya berorientasi karena Allah. Tanpa keikhlasan, semua amal kebajikan yang dilakukan, sangat mudah terkena penyakit hati yang sangat berbahaya yaitu riya dan bangga hati.<br /><br /><strong>Orang yang ikhlas adalah</strong> manusia yang dilindungi oleh Allah dari penyakit hati tersebut. Rasulullah memberi peringatan kepada umat Islam agar menjauhi hal-hal yang bisa menodai dan mengikis sifat keikhlasan kepada Allah seperti sombong. Sabda Rasulullah SAW: ''Sedikit dari sifat riya itu adalah syirik.Maka, barang siapa yang memusuhi wali-wali Allah niscaya sesungguhnya dia telah memusuhi Allah. Sesungguhnya Allah sangat mengasihi orang yang berbakti dan bertakwa serta yang tidak diketahui orang lain tentang dirinya. Jika mereka tidak ada dan hilang dalam acara apapun, mereka tidak dicari oleh orang lain, dan kalau mereka hadir di situ mereka tidak begitu dikenali oleh orang lain. Hati nurani mereka umpama lampu petunjuk yang akan menyinari mereka hingga mereka keluar dari tempat yang gelap gelita.'' (Hadis riwayat Hakim)<br /><br />Itulah harapan dan impian mereka dengan pengabdian yang penuh tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah. Allah berfirman, ''Katakanlah: sesungguhnya solatku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mengatur seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikianlah aku diperintahkan dan aku (di antara seluruh umatku) adalah orang yang pertama Islam (yang berserah diri kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya).'' (QS al-An'am, ayat 162 - 163).<br /><br /><strong>Imam al-Ghazali</strong> menyatakan, semua manusia sebenarnya celaka, kecuali yang berilmu. Ilmuwan juga celaka, kecuali yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Yang disebutkan terakhir ini pun celaka, kecuali yang menghiasi diri mereka dengan sifat ikhlas. Ringkasnya, selama seorang Muslim itu menyerahkan dirinya sepenuh hati kepada Allah dengan penuh keikhlasan, maka selama itulah segala gerak gerik dan diamnya, tidur dan jaganya akan dinilai sebagai satu langkah ikhlas dan tulus menuju keridaan Allah.<br /><br /><em><strong>Tiga ciri ikhlas</strong></em><br />Seorang yang ikhlas memiliki ciri tersendiri sehingga menjadi lambang keperibadiannya:<br /><strong>Pertama</strong>, tidak terpengaruh atau termakan oleh pujian dan cercaan orang lain. Bagi mereka segala pujian yang indah atau cercaan yang buruk adalah sama nilainya.<br /><strong>Kedua</strong>, tidak mengharapkan balasan atau ganjaran dari amal kebajikan yang pernah dilakukan, tetapi dia hanya mengharapkan keridaan Ilahi.<br />Rasulullah SAW bersabda: ''Pada hari kiamat nanti, dunia akan dibawa, kemudian dipisah-pisahkan, apa yang dikerjakan karena Allah dan apa yang dilakukan bukan karena Allah, lalu dicampakkan ke dalam api neraka.'' (Hadits riwayat Baihaqi)<br /><strong>Ketiga</strong>, orang yang tidak pernah mengungkit-ungkit kembali segala kebaikan yang pernah dilakukan. Artinya, orang yang selalu menyebut tentang kebaikan yang pernah dilakukan, apalagi menghina dan memburuk-burukkan orang yang pernah diberikan bantuan, maka sesungguhnya dia sangat jauh dari golongan orang yang ikhlas. Rasulullah SAW pernah memerintahkan kita agar bersedekah secara diam-diam, jauh dari penglihatan orang banyak. Umpama tangan kanan memberi sedangkan tangan kiri tidak mengetahuinya. Sabda Rasulullah SAW: ''Bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kamu, tetapi Dia hanya melihat kepada hati kamu.'' (Hadits riwayat Muslim)Maya Hiraihttp://www.blogger.com/profile/02323015999468160735noreply@blogger.com4