Wednesday, March 29, 2006

Senandung Azan Mengantarkanku Pada Islam

pk sejahtera - JAKTIM - Gema azan yang yang berkumandang sebagai panggilan bagi manusia untuk melaksankan perintah sholat, mampu menggetarkan hati seorang bocah kecil berusia lima tahun.. Setelah melalui perjalanan yang panjang, melintasi ruang dan waktu di berbagai belahan dunia, akhirnya ia pun memeluk Islam.

Ini adalah kisah perjalanan spiritualku dalam menemukan Islam, melalui pencarian yang sangat panjang . Sebelumnya aku adalah seorang katolik keturunan Irlandia dan Amerika. Hanya dalam Islam ku temukan semua jawaban yang telah lama ku cari dalam hidup. Hanya dalam Islam pula kutemukan pelipur lara dan perlindungan, persahabatan dan persaudaraan.
Pada tahun 1990, di usia 45 tahun. Aku kuliah di Universitas Arizona untuk meraih gelar Ph.D, dengan program sejarah kekaisaran Inggris modern dan studi tentang Timur Tengah. Hal ini adalah impianku sejak kuraih gelar MA dalam sejarah Inggris dan Eropa pada usia 21 tahun. Melalui studiku tentang Timur tengah dan India di Universitas Arizona inilah aku dapat bersentuhan dengan nilai-nilai Islam.

Sejak usia 3 hingga 18 tahun, posisi ayah sebagai eksekutif The California-Texas Oil Company (Caltex) kerapakali membawaku untuk hidup menetap di berbagai negara. Perjalanaku ke luar negeri dimulai pada tahun 1949 yaitu berawal di Negara Bahrain di teluk Persia, saat itu usiaku 3 tahun. Aku tinggal di sana selama kurang lebih lima setangah tahun.
Dari Bahran aku pindah ke India pada tahun 1956, dimana sebelumnya aku tinggal di London dalam waktu yang singkat. Karena tidak ada sekolah khusus untuk orang Amerika di India, akhirnya ayah mendaftarkanku pada sekolah Kodaikanal, sebuah sekolah American Protestant missionary. Disini aku banyak belajar tentang kristiani. Akupun mulai tertarik untuk mempelajari agama-agama di dunia. Namun ayahku yang seorang katholik, mulai khawatir terhadap pendidikan protestan yang kuterima di Kodaikanal. Akhirnya ayah memindahkanku ke American international Catholic boy’s school di Roma, Italy. Dan dua setengah tahun kemudian aku pun lulus, tapatnya pada tahun1963.

Roma adalah tempat yang sangat mengagumkan untuk memahami tentang Khatolik lebih dalam. Terlebih lagi setelah ada anggapan negatif tentang Khatolik yang pernah kuterima dari teman-tamanku di sekolah Protestan Kodaikanal. Pada saat itu terjadi perubahan kepemimpinan gereja katolik. Aku banyak menyaksikan dan belajar dari para wali gereja yang datang ke sekolah. Aku juga dapat bertemu dengan kardinal, para uskup dan uskup besar, juga bertemu dengan Paus John XXIII (10 tahun sebelumnya, aku, kedua orang tua , serta saudaraku bertemu dan berbincang-bincang dengan Paus Pius XII, di tempat kediamannya di Castello Gondolfo). Setelah itu akupun meninggalkan Roma dan memperdalam agama katholikku, dan berencana untuk menjadi seorang pendeta.

Pada saat yang bersamaan, posisi ayahku sebagai eksekutif Caltex Oil Company untuk India dan Jerman, membuatku sering bertemu dengan para pejabat pemerintahan dan praktisi bisnis serta para pemimpin politik dari berbagai macam latar belakang budaya. Meraka sering berkunjung ke rumahku.

Namun, bila aku mengenang masa-masa lalu, menghabiskan masa kecil di Bahrain, sebagai remaja di India, dan menyaksikan bagaimana para muslim segera sholat setelah azan berkumandang, merupakan hal yang paling mengesankan dalam pegalaman hidupku. Mendengar azan, hatiku menjadi bergetar (Hal ini masih berlangsung hingga saat ini). Aku berusaha untuk menghentikan apapun yang sedang ku dengar, dan kemudian beralih pada suara azan. Sejak saat itu, gema azan menjadi bagian yang penting dalam hidupku.

Aku masih memikirkan tentang hal yang kualami, setelah kembali ke Amerika, memasuki bangku kuliah, membahagiakan keluarga dan bergelut 20 tahun dalam bisnis. Setelah kambali memasuki bangku kuliah, aku kembali mempelajari Islam melalui buku-buku dan pelajaran di kelas. Aku menjadi begitu tertarik pada Islam. Sedapat mungkin aku mempelajari Islam melalui buku-bku dalam bahasa Inggris. Aku membeli dan membaca buku-buku apapun tentang Islam. Sebagian buku-buku tersebut ditulis oleh orang-orang Barat yang juga memeluk Islam, seperti muhammad Asad, Martin Lings, Victor Danner, and Mohammad Marmaduke Pickthall. Mengetahui bahwa para penulis tersebut adalah seorang Barat yang memeluk Islam, membangkitkan semangatku untuk lebih mendalami Islam. Setelah membaca dan mempelajari Islam, aku menjadi begitu bersemangat dan tertarik dengan Islam, dan berusaha untuk terus mendalam apa yang aku baca.

Saat musim panas di tahun 1992, aku membaca koran A.J. Arberry yang memparkan tentang Danner’s The Islamic Tradition. Sebuah pengantar tentang kehidupan Ling yang memeluk Islam dan mematuhi ajaran Muhammad. Kisahnya dimulai saat ia mempelajari Bahasa Arab secara intensif pada sekolah musim panas di University of Washington.

Di kelas Arabic, aku mengenal seorang Wainta keturunan Irlandia, Prancis dan Kanada yang memeluk Islam (Sebelumnya ia juga seorang katholik sepertiku). Aku juga mengenal baik seorang Muslim keturunan Pakistan Amerika, yang ku kenal pada saat konferensi di UCLA, dimana kami berdua tamppil sebagai pembicara.
Selama musim panas tersebut, aku berbincang panjang lebar kepada mereka berdua tentang bagaimana rasanya menjadi seorang muslim. Segera hal ini mejadi perhatian kami semua, bahwa keyakinanku sama dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Namun bila seseorang menanyakan padaku tentang mengapa aku tidak memeluk Islam saja, aku tidak memiliki jawaban. Pada saat itu aku hanya dapat mengatakan bahwa aku akan memaluk suatu keyakinan bila aku telah meyakininya seratus persen.

Namun demikian, sebagai seorang sejarawan, aku terkesan pada kenyataan bahwa keaslian dan kebenaran Al Qur'an dapat di buktikan (Dua dari Alqur'an pada zaman Khalifah Usman masih ada), sebagai ajaran dari Muhammad. Ini sangat bertentangan dengan Kristiani, karena aku telah mempelajarinya secara mendalam selama bertahun-tahun melalui sekolahku dulu. Namun, aku masih memiliki karaguan untuk memeluk Islam.

Pada akhir musim panas, seorang temanku di UCLA menyarankanku untuk membaca buku yang berjudul "Muhammad Asad's The Road to Mecca" terjemahan dan komentar Muhammad Asad tentang Al Qur'an. Asad adalah seorang keturunan Austria dan Yahudi yang memeluk Islam, dan menjadi sahabat dekat Abdul Aziz Ibn Sa`ud, pendiri kerajaan Saudi Arabia di tahun 1920an. Diantara banyak aktifitasnya, termasuk sebagai sahabat pemimpin Pakistan Muhammad Iqbal, Asad juga dikenal sebagai peroleh biaya siswa untuk fakultas bahasa Arab dan Al Qur'an. Aku telah selesai membaca buku Asad’s Road to Mecca di pertengahan Oktober, sesaat sebelum menghadiri pertemuan tahunan The Middle East Studies Association di Orego, dimana aku tampil sebagai pembicara.

Setelah acara selesai, pertemuan ini menjadi ajang reuniku dengan teman-teman di sekolah musim panas, termasuk dengan muslimah Kanada dan muslim dari UCLA yang juga memberikan presentasinya. Kami pun mengunjungi beberapa toko buku tak jauh dari lokasi konferesi. Pada suatu kesempatan, teman muslimah ku ini menanyakan kepadaku secara langsung " Kapan kamu akan menjadi seorang Muslim?" Aku hanya dapat mengatakan padanya bahwa aku telah siap menjadi seorang muslim dari dalam hatiku dan segenap fikiranku. Tanpa buang waktu, ia menyaranku untuk segera mengucapkan kalimat syahadat. Aku berbicara dengan ragu-ragu, namun tidak memiliki alasan untuk tidak melakukannya. Maka di Powell's Bookstore di Portland aku mengucapkan kalimat syahadat. Tak lama setelah itu, segera ku tinggalkan toko buku dan menuju ruanganku. Aku bagitu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat dalam jiwa dan ragaku. Kemudian, segera ku menemui tamanku dari UCLA dan menceritakan kepadanya bahwa aku telah menjadi seorang muslim dan memperlihatkan Al Qur'an yang diberikan oleh teman muslimahku. Temanku ini juga begitu merasa gembira, dia memelukku dengan hangat dan mengucapkan selamat datang sebagai saudaranya dalam Islam .

Dua minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 13 November, sekali lagi kuacapkan kalimat Syahadat di hadapan jamaah sholat Juma'at di Islamic Center of Tucson. Aku duduk dihadapan ratusan orang. Lebih kurang 40 orang muslim menyambutku dengan pelukan dan ciuman. Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku.

Mengikuti langkah-langkah yang terdapat dalam buku Muhammad Asad, aku bermaksud memilih namanya sebagai nama muslimku. Sejak Ia masuk Islam, aku merasa bahwa namanya adalah nama yang baik untukku dan aku berharap dapat menjadi seorang muslim dan sarjana yang bekualitas sepertinya. Saat kembali ke University of Arizona, teman Arabku dan seorang profesor dalam bidang sejarah manyarankan untuk merubah namaku menjadi Muhammad As‘ad, karena menurut mereka nama itu menggambarkan kepribadianku sejak memeluk Islam.

Sepuluh tahun sejak memeluk Islam, hidupku penuh dengan kebahagiaan, dan kulakukan berbagai usaha untuk kemajuan Islam. Dahulu tak ada satu pun pihak keluargaku yang memeluk Islam, kini mereka simpati dan mengerti, dan suatu hari nanti aku berharap mereka akan menjadi seorang muslim.
Aku juga menghabiskan musim panas di tahun 1994 dan tahun 1995 di Damaskus, Syria dimana aku belajar Islam dan bahasa Arab tepatnya di Islamic Call College. Pada tahun 1996 aku mengajar tentang Islam sejarah Timur tengah pada Pima Community College di Tucson. Pada tahun ini pula aku bekerja di University of Arizona.

Istriku selalu memotivasiku. Dan aku pun kini aktik dalam da'wah di Islamic Center of Tucson, dan menjabat sebagai Executive Committee yang bertanggung jawab terhadap masalah media dan public relations. Pada tahun 1993, aku mulai menjadi pembicara tentang Islam pada sekolah sekolah, gereja, synagogues (tempat ibadah kaum Yahudi) dan di University of Arizona. Aku memperoleh gelar M.A. kedua pada tahun 1997 di University of Arizona.
Akhirnya, pada Agusatus 2001, aku mendapat gelar Ph.D. dalam bidang sejarah. Sejak Agustus 2002, aku mengunjungi Asisten profesor sejarah di University of Texas di El Paso. Di UTEP, aku mengajar tentang Timur tengan dan sejarah Islam, sebaik sejarah dunia.

Seperti diceritakan dr. Michael D. Berdine Ph.D. (aka Muhammad As‘ad) pada Islam Online 19/03/2003. (nsh)

Sunday, March 12, 2006

Dzikir Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Tausyiah - Rabu, 26 Oktober 2005

Dzikir ialah : “menyebut Allah dengan membaca tasbieh (subhanallah), membaca tahlil (laa ilaaha illallah), membaca tahmied (alhamdulillah), membaca taqdies (quddusun), membaca takbir (allahu akbar), membaca hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billah), membaca hasbalah (hasbiyallah), membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim), membaca Al-Qur’anul Majied dan membaca doa-doa yang matsur, yaitu doa-doa yang diterima dari nabi saw.” (Al-Adzkar, An-Nawawy)

Disebut juga dzikir perbuatan mengerjakan segala keta’atan. Lantaran itu, majelis-majelis yang diadakan untuk membahas dienullah, bisa juga dinamai majelis dzikir, sebagai yang telah ditegaskan oleh ‘Atha, ujarnya : “Majelis-majelis yang dibentuk untuk membahas soal halal dan soal haram, dipandang juga majelis dzikir (majelis menyebut Allah), karena majelis-majelis itu, memindahkan kita dari lalai lengah kepada insaf sadar.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar : “Juga dinamai dzikir (dipandang berdzikir), mengerjakan segala tugas agama yang diwajibkan Allah dan menjauhi segala larangan yang diperintahkan-Nya hamba supaya menjauhinya. Karena itu membaca Al-Qur’an, membaca hadist, mempelajari ilmu-ilmu agama, melaksanakan sholat tathawu, dinamakan juga dzikir.”

Ringkasnya, dzikir ialah mengingat dan mengenangkan nikmat Allah, adakalanya menyebut nama-Nya menurut kaifiyat (cara-cara) yang disyariatkan.

Kata al-Hafizh dalam Fathu’ Bari : Dzikir itu ialah : segala lafazh (ucapan) yang disukai para umat membacanya dan membanyakkan membacanya untuk menghasilkan jalan mengingat dan mengenang akan Allah, seperti lafazh-lafazh Al-Baqiyyatu ‘sshalihaah, yaitu : “subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar.”

Dengan berdzikir banyak sekali keutamaan-keutamaan yang dapat kita peroleh. Di antaranya adalah :

1. Allah SWT akan mengingat dia dengan memberikan rahmat dan pengampunan (Al Baqarah : 125)
2. Allah SWT menyediakan baginya pengampunan dan pahala yang agung (Al Ahzaab 35)
3. Allah akan bersamanya.
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
" Aku terserah persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya (memberi rahmat dan membelanya) bila dia menyebut nama-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam dirinya, Aku menyebutnya pada diri-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam perkumpulan orang banyak, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal (dengan melakukan amal shaleh atau berkata baik), maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat "
(Riwayat bukhori dan Muslim)
4. Dzikir akan menjadikan hati manusia tenang dan tenteram (Ar-Ra'd: 28)
5. Amalan yang baik
Hadits :
''Maukah kuberitahukan kepada kalian tentang amalan yang paling baik, paling suci dalam pandangan Tuhan kalian, mengangkat tinggi derajat orang-orang yang mengamalkannya, dan tak kalah bernilai daripada menafkahkan emas dan perak, bahkan tidak kalah utama dibanding bertemu dengan musuh di medan perang kemudian kalian saling berperang dan mati syahid? Para sahabat menjawab, ''Tentu, wahai Rasulullah! Kami sangat ingin diberi tahu.'' Nabi menjawab, ''Berzikirlah kepada Allah.'' (HR Tirmidzi, Ahmad, dan Hakim)

Dzikir juga amal yang paling mudah dilakukan, tetapi bukan berarti nilainya rendah di sisi Allah, bahkan sebagaimana disebut dalam hadis di atas, tidak kalah utama dibandingkan bersedekah dan berjihad. Selain itu, tidak sebagaimana amalan wajib, zikir tidak dibatasi jumlahnya. Kita bisa berzikir sebanyak-banyaknya selagi mampu (Al-Ahzab: 41).

Jadi alangkah baiknya kita mengajak diri kita untuk selalu berdzikir dalam kehidupan kita agar kita dapat memperoleh keutamaan-keutamaan berdzikir seperti yang tersebut di atas.

Amin.

Rujukan :
1. Kumpulan do'a dalam Alqur'an dan Hadits (Said Bin Ali Bin Wahf Al Qohthoni)
2. Terjemahan Kitab al-Adzkar, Imam Muhyiddin An-Nawawi, Sinar Algesindo
3. Pedoman Dzikir dan Doa, Prof. T.Hashby As-Shiddique, Bulan Bintang