Wednesday, October 18, 2006

I'tikaf adalah... oleh DR. H.Salim Segaf al-Jufrie

"Ya Rabb tetapkan terus dalam hati kami untuk menyukai berdiam diri dalam Masjid untuk mendekatkan diri padaMu"..(maya)

DEFINISI I’TIKAF
Menurut bahasa I’tikaf berarti tinggal dan berdiam diri disuatu tempat.

Sedangkan menurut istilah Syara' I'tikaf adalah : tinggal didalam masjid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT disertai dengan niat dan cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW.

DALIL DISYARIATKANNYA
Dalil disyariatkannya I'tikaf ialah firman Allah SWT (QS Al Baqarah : 125 )

" Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail : " Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I'tikaf, yang ruku' dan yang sujud."

Adapun dalil dari Assunah, diantaranya adalah hadits Aisyah RA :
" Dari Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW, melakukan I'tikaf pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadlan, sampai saat ia dipanggil Allah SAW."

HIKMAH DISYARIATKANNYA.
Diantara hikmah disyariatkannya I'tikaf adalah sebagai berikut :
1. Mengosongkan hati dari segala urusan duniawi dan menggantikannya dengan kesibukan ibadah dan berdzikir kepada Allah dengan sepenuh hati.

2.Berserah diri kepada Allah SWT dengan menyerahkan segala urusannya kepadaNya dengan bersimpuh dihadapan pintu anugerah dan rahmatnya.

3. Memohon perlindungan kepada Allah SWT yang maha kuasa dan maha tinggi, untuk selalu dilindungi dari gemerlapan dunia dan senantiasa mendapatkan hidayah dan inayahNya dalam mengarungi gelombang samudera dunia.

SYARAT-SYARAT I'TIKAF
Diantara syarat sah dari pelaksanaan I'tikaf adalah sebagai berikut :
a. Orang yang beri'tikaf harus muslim, karena Allah SWt tidak akan menerima ibadah yang dilakukan oleh orang yang tidak Islam.

b. Orang yang beri'tikaf hendaklah suci dari badan, pakaian, tidak dalam kondisi junub, haidh dan nifas.

c. Orang yang beri'tikaf haruslah orang yang sudah mumayyiz ( yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah ) atau ia sudah baligh.

d. Orang yang beri'tikaf haruslah memiliki niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak karena urusan dunia atau yang lainnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al Bayyinah ayat 5 ;
"Dan tidaklah diperintahkan kalian semua untuk ibadah kepada Allah kecuali dengan niat ikhlas."

e. I'tikaf haruslah dilakukan di masjid. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT ( QS : Al Baqarah ; 187 )
"Dan janganlah kalian menggauli mereka ( wanita ) sedang kalian dalam keaadan I'tikaf "Ulama berbeda pendapat tentang masjid yang dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I'tikaf. Berikut penjelasannya :
Menurut pendapat Imam Hanafi dan Ahmad, masjid yang dibolehkan didalamnya untuk melaksanakan I'tikaf adalah yang didirikan didalamnya shalat berjamaah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang artinya : " Setiap masjid yang memilki imam dan muadzin maka sah dan boleh dilakukan I'tilaf didalamnya." HR Daruquth
Persyaratan ini, yang di maksud bila ynag melakukan I'tikaf itu laki-laki.

Adapun untuk wanita, maka boleh saja ia beri'tikaf dirumah dalam mushalla yang sengaja dibuat untuk shalat. Bahkan dalam madzhab ini , wanita yang beri'tikaf di masjid yang biasa untuk berjamaah sebagaimana termaksud diatas, hukumnya makruh. Begitu pula tidak sah bila ia beri'tikaf pada selain tempat yang biasa dia gunakan untuk shalat setiap hari.

Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'I dan Dawud Addzahiri, boleh melakukan I'tikaf di setiap masjid, tidak diharuskan di dalamnya didirikan shalat berjamaah, karena tidak nash atau dalil yang sharih ( langsung ) atau secara khusus tentang yang menyatakan tentang hal tersebut. Akan tetapi lebih diutamakan I'tikaf dilakukan di masjid jami' karena Rasulullah SAW telah beri'tikaf di masjid jami'

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN I'TIKAF
Diantara hal-hal yang dapat membuat rusaknya ibadah I'tikaf kita adalah sebagai berikut :
1. Bersetubuh ( Jima') sekalipun tidak ssmpai mengeluarkan mani. Karena Allah SWT telah berfirman ( QS : Al Baqarah : 187 )
"Janganlah kamu mencampuri mereka ( istri-istrimu ) ketika kamu beri'tikaf dalam masjid."Namun demikian, menurut Madzhab Syafi'I, kalau persetubuhan itu terjadi karena lupa, maka tidak membatalkan I'tikaf.

2. Hal-hal yang mendorong terjadinya persetubuhan. Seperti mencium dengan syahwat atau mencumbu dan sebagainya bila menyebabkan keluar air mani. Tapi kalau tidak sampai demikian ,maka tidak membatalkan I'tikaf.

3. Pingsan dan gila, baik karena mabuk atau lainnya.

4. Keluarnya haidh dan nifas bagi wanita.

5. Murtad dari Islam. Berdasarakan firman Allah SWT ( QS : Az Zumar )

"Jika kalian syirik kepada Allah, maka terhapuslah amal kalian"

6. Keluar dari masjid ,yang tidak ada kepentingan atau keperluan yang syar'i. Karena diantara syarat sahnya I'tikaf adalah harus di masjid.

HAL-HAL YANG BOLEH DILAKUKAN KETIKA BERI'TIKAF
Ada beberapa hal yang di mana mu'takif (orang yang I'tikaf) boleh melakukannya tanpa mempengaruhi hukum I'tikaf atau membatalkannya. Hal ini adalah sebagai berikut;

1 Keluar dari masjid untuk mengantarkan keluarganya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh shofiyah bahwa Rasulullah SAW pernah mengantarkannya ketika dia menjenguk atau menengoknya dimalam hari. Dan pada saat itu shofiyah berada atau tinggal di rumah Usamah bin zaid.

2 Menyisir rambut, mencukur rambut, memotong kuku, dan membersihkan badan dari kotoran yang melekat di badannya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Saw. Berkata Aisyah Ra bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh saya untuk menyisirkan rambutnya dengan mengeluarkan kepalanya ke jendela kamar, serta saya membersihkannya. HR. Bukhori Muslim.

3. Keluar dari dari masjid karena da keperluan atau kebutuhan. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah RA. Bahwasannya Rasulullah Saw tidak masuk kerumahnya kecuali ada keperluan atau kebutuhan yang sangat penting. ( HR Bukhori Muslim )

4. Makan dan minum di dalam masjid serta tidur didalamnya, dengan menjaga kebersihan dan kesucian masjid.

Link lain tentang I'tikaf yang ga kalah bagus untuk disimak

Tuesday, July 25, 2006

Siap-siap jelang Ramadhan yuukk..

PKPU Online
21.10.2002

Rhamadhan telah diambang pintu, tanpa kita rasakan waktu bergulir begitu cepat,kita telah berada dibulan Sya'ban, bulan yang menjadi bulan ibadah istimewa untuk Rasulullah selain bulan Ramadan, Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah SAW " Ya Rasulullah saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu dibulan Sya'ban? Rasul Bersabda " itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadan.

Dan merupakan bulan yang didalamnya diangkat semua amal kepada Rabul alamin. Dan saya suka diangkat amalan sedangkan saya dalam keadaan berpuasa". (HR. Imam Nasai). apa yang harus kita persiapkan dalam rangka menyongsong kedatangan tamu agung ini ?.

Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu untuk mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.

Kenapa kita melakukan persiapan ini ?
Setiap Waktu-waktu yang kita lewati masing-masing mempunyai kelebihan dan keutamaan yang berbeda, maka kita harus bisa memperlakukannya secara proposional dan cerdas. Termasuk dalam menyiapkan kedatangan bulan suci Ramadan yang banyak mempunyai keutamaan.

Karena didalam Ramadan adalah bulan diwajibkannya puasa, dianjurkan memperbanyak amalan sunnah, dianjurkannya memperbanyak memberikan santunan, serta memperbanyak membaca Al-Quran. Disamping itu bulan Ramadan adalah bulan pengendalian diri dari syahwat perut, dari hawa nafsu serta pengendalian anggota tubuh dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa.

Persiapan pribadi
Secara pribadi kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Diantara persiapan pribadi yang harus kita lakukan adalah sbb:

Persiapan Secara Ruhi
Ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita sebelum, ketika dan pasca ramadhan. Maka itu apabila kita membaca sirah Rasul SAW, betapa persiapan beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya'ban.

Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya.

Dan hal lain yang harus dilakukan dalam persiapan ruhi adalah banyak berdoa kepada Allah agar DIA menyampaikan kita kepada bulan Ramadhan. Ma'la ibn Fadl berkata "Para salafus shaleh berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa(pasca Ramadhan-pent) selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima".

Yahya Ibn Katsir berkata " diantara doa yang dibaca oleh para salaf adalah Ya Allah selamatkan aku hingga bulan ramadhan dan karuniakan aku ramadhan dan terimalah ibadah-ibadahku pada bulan ramadhan"

Persiapan Secara Fikri
Ramadhan adalah bulan didalamnya diwajibkan bagi kita untuk beribadah puasa yang mana dalam setiap ibadah kita harus mengerti ilmunya agar ibadah yang kita lakukan dapat sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasul-NYA. Maka persiapan ini pun tidak kalah pentingnya, untuk itu kita harus kembali membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa.

Disamping itu dengan cara mengirim ucapan "Tahniah"(Selamat) kepada saudara atau teman dalam rangka memberikan image dan kabar gembira dengan akan datangnya bulan yang mulia ini. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebg mana dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabd " telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah yang telah didalamnya diwajibkan bagi kalian berpuasa, disitu Allah membuka pintu-pintu syurga dan menutup pintu-pintu neraka serta para syaitan diikat, didalamnya ada sebuah malam yan lebih mulia dari seribu malam barang siapa yang diharam/dihalangi untuk mendapatkan kebaikan malam itu sesungguhnya ia telah diharamkan dari segala kebaikan" (HR.Nasai dan Baihaqi ). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali ketika mengomentari hadits ini berkata " Hadits ini merupakan landasan agar kaum muslimin saling memberikan selamat dengan datangnya bulan Ramadhan".


Persiapan Secara Jasadi
Badan kita adalah salah satu komponen yang penting yang juga harus kita persiapkan dalam menyongsong bulan ramadhan, karena tanpa badan yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan kegiatan termasuk dalam masalah ibadah puasa, dalam hal ini Rasul SAW bersabda " Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu'min dhaif dan didalam kedua ada kebaikan".

Dari hadits ini rasul mendorong kita untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh karena ini sangat dicintai oelh Allah, sebab ini merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-NYA. Maka cara yang paling tepat adalah dengan cara mengadakan latihan puasa sunnah menjelang datangnya bulan ramadhan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW.

Persiapan secara Akhlaqi
Imam Ghazali dalam bukunya Ihya - Ulumuddin berkata "Ketahuilah bahwa puasa terbag dalam 3 tingkatan, Puasa umum, puasa khusus, dan puasa khususil khusus" (Ihya-jld 1/277). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata " Tingkatan kedua orang puasa adalah yang puasa di Dunia ini karena karena Allah, maka ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta pasca kematian, orientasi hidupnya akherat maka hari Iednya adalah hari bertemu dengan Rabnya dan hari kebahagiannya adalah hari ketika ia melihat Rabnya".

Dari perkataan dua ulama ini menunjukan bahwa ada diantara orang yang berpuasa hanya mendapatkan keletihan tanpa ada keistemewaan yang ia dapatkan dan ada juga jenis orang yang berpuasa dan mendapatkan keistimewaan yaitu orang yang dapat mempersiapkan diri dari sisi ahklaq, karena tanpa persiapan sisi ini puasa hanya akan menahan lapar dan haus saja tanpa mampu menjaga akhlaq sehingga puasa kita menjadi nihil dari sisi pahala.

Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh Raulullah SAW " "Berapa banyak orang yangg puasa namun mereka tdk mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus" (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi). Diantara akhlaq atau sikap yang harus dijaga dari saat ini sbb:

Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tdk baik. Rasulullah SAW bersabda " Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis" (HR…………….). Nabi Isa as berkata" penglihatan akan menimbulkan di dalam hati syahwat dan cukuplah itu sebagai sebuah kesalahan"
Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda " Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan bodoh (berteriak,mencela) apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa" (HR.Muttafaq 'alaihi). Maka ketika mampu menjaga lisan maka insya Allah kita akan terhindar dari puasa yang sia-sia namun ketika kita tidak mampu untuk itu maka puasa kita akan sia-sia, sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah SAW "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya" (HR. Ibnu Majah).
Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil.
Tidak memperbanyak mengkonsumsi makanan ketika berbuka. Memperbanyak makanan ketika berbuka adalah hal yang kurang baik karena akan menyebabkan.

Persiapan Secara Materi
Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda "Rasulullah SAW bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah" (HR.Imam Ahmad).

Sabda Rasul SAW yang berbunyi " dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah" diterangkan oleh para ulama sbb " Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur diwaktu siang dan memperbanyak I'tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas diluar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari ma'isyah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat konsern dalam beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini".

Disamping hal tersebut diatas persiapan dari sisi materi penting juga kita laksanakan agar kita dapat mencontoh Rasulullah dari kedermawanan yang beliau contohkan ketika datang bulan Ramadhan sebagaimana yang riwayatkan dari banyak hadits. Dari kitab Shahihain Ibnu 'Abbas ra berkata " Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus, " dari Riwayat Imam Ahmad disebutkan " Ia tdak diminta sesuatu kecuali diberinya". Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah SAW.

Persiapan dari sisi lingkungan
Lingkungan adalah faktor yang tidak dapat kita abaikan dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah dibulan Ramadan.

Rumah
Rumah adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang manusia, karena disitulah sebagian besar kehidupannya ia habiskan. Rumah merupakan nikmat yang harus disyukuri maka ketika Allah SWT mengazab orang yahudi bani Nadzhir mereka di azdab dengan mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka (QS.59:2).

Maka kita sebagai seorang muslim harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Diantara hal yang paling harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah masalah Media, terutama TV karena media ini adalah media yang sangat tinggi pengaruhnya dalam mengganggu kekhusuaan ibadah kita. Maka kita harus bisa meminimalisir dalam menggunakan media ini.

Tetangga
Disamping rumah yang harus kita kondisikan juga para tetangga, yaitu dengan cara memberikan keterangan dan anjuran untuk menyiapkan kedatangan bulan Ramadan, dalam hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh apakah Pa' RT / RW dan juga para kyai yang ada dilingkungan sekitar kita.

Tempat Ibadah (Masjid/Mushalla)
Tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, dengan 2 cara, pertama secara material yaitu dengan mengadakan pembersihan umum dan perbaikan. Kedua secara Immaterial yaitu dengan mengadakan acara Tau'iyah (Penyuluhan) tentang puasa dan pentingnya mengisi ramadan dg amalaiah secara optimal.

Tempat Kerja dan Pasar
Biasanya Sebelum memasuki syahrul awakhir kita masih tetap mengadakan kegiatan dan aktifitas di kantor atau tempat-tempat kerja kita, maka kita juga harus mengadakan persiapan dengan melakukan penyadaran yang menyeluruh apakah dengan mengadakan pemasangan famplet, pengajian atau dengan mengirim email keteman-teman yang sekantor ttg Ramadan dan amaliah ibadah Ramadan.

Pro kontra Hadist Do'a Menjelang Ramadhan

Doa Memasuki Bulan Rajab
Kamis, 25/06/2009 13:04 WIB | email | print

assalamu'alaikum wr wb

semoga Alloh selalu merahmati ustadz dan para pejuang Islam dimana pun mereka berada. amin.

ustadz, kita memasuki bulan Rajab dan biasanya beredar dan banyak dibahas keutamaannya termasuk doa "Allohumma bariklana fi Rajaba wa Sya'ban wa balighna Ramadhan." namun, ada sebagian orang yang tidak setuju bahkan mencela hal itu karena beranggapan bahwa hadits itu dloif. sebenarnya bagaimana status hadits itu dan bagaimana hukum melaksnakannya.

jazakallohu khoiron katsir.

wassalamu'alaikum wr wb

Syarifin
Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Syarifin yang dirahmati Allah swt

Didalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw apabila memasuki bulan rajab bersabda,”Allahumma Barik Lana Fii Rajab wa Sya’ban wa Ballighnaa Ramadhan—Wahai Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan ramadhan.” Didalam sebuah riwayat,”Wa Barik Lana Ramadhan.” (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad didalam “Zawaidul Musnad” (236); al Bazzar didalam “Musnad”-nya , sebagaimana di dalam “Kasyfil Astar” (616), Ibnus Sunni didalam “Amalul Yaum wal Lailah” (658), Thabrani didalam “al Ausath” (3939), didalam “ad Du’a” (911), Abu Nu’aim didalam “al Hulyah” (6/269), al Baihaqi didalam “asy Syu’ab” (3534), didalam kitab “Fadhailul Auqat” (14), al Khatib al Baghdadi didalam “al Muwaddhih” (2/473), Ibnu Asakir didalam “Tarikh”-nya (40/57) dari jalan Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Numairiy dari Anas.

Sanad hadits ini dhoif (lemah) :

Zaidah bin Abir Roqod : Buhkori dan Nasai mengatakan bahwa haditsnya munkar. Abu Daud mengatakan,”Aku tidak mengetahui beritanya.” Abu Hatim mengatakan bahwa hadits dari Ziyad an Numairiy dari Anas hadits yang marfu munkar, dan kami tidak mengetahui darinya (Anas) atau dari Ziyad. Adz Zahabi mengatakan bahwa ia dhoif. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa haditsnya munkar (lihat : “at Tarikhul Kabir” (3/433), “al Jarh” (3/613), “al Majruhin” (1/308), “al Mizan” (2/65), “at Tahdzib” (3/305), “at Taqrib” (1/256).

Tentang Ziyad bin Abdullah an Numairy al Bashriy : Ibnu Ma’in mengatakan,”Tidak ada masalah”. Abu Daud melemahkannya. Abu Hatim mengatakan,”Haditsnya ditulis namun tidak dipakai sebagai hujjah (dalil).” Ibnu Hibban didalam ats Tsiqot mengatakan bahwa ia salah, kemudian dia menyebutkannya di “al Majruhin” bahwa hadits yang diriwayatkan dari Anas adalah munkar dan tidak menyerupai seperti sebuah hadits yang bisa dipercaya dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah (dalil). “Adz Dzahabi” mengatakan bahwa dia lemah. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa dia lemah. (lihat : “Tarikh” Ibnu Ma’in (2/179), “al Jarh” (3/536), “al Kamil” (3/1044), “al Mizan “(2/65). “At Tahdzib” (3/378)

Zaidah bin Abir Roqod sendiri yang meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an Numairiy. Thabrani mengatakan didalam al Ausath,”Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah saw kecuali dengan sanad seperti ini, di sini hanya Zaidah bin Abir Roqod sendiri.”
Al Baihaqi mengatakan,”Didalam hadits ini An Numairy sendiri dan dari dirinya Zaidah bin Abir Roqod. Bukhori mengatakan bahwa Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Nuamiry munkar haditsnya.”

Lebih dari satu ulama yang menyatakan kelemahan sanad hadits ini, diantaranya : Imam Nawawi didalam “al Adzkar” (547), Ibnu Rajab didalam “Lathoiful Ma’arif” (143), al Haitsami didalam ‘al Mujma’” (2/165), adz Dzahabi didalam “Al Mizan” (2/65), Ibnu Hajar didalam “Tabyinul ‘Ajib” (38). (Fatawa Wastisyaarotul Islamil Yaum juz I hal 461)

Dari penjelasan diatas tampak bahwa hadits tersebut terkategorikan lemah (dhoif) namun isi didalamnya adalah anjuran agar setiap mukmin senantiasa memperhatikan waktu-waktu dan usianya untuk tetap berada didalam kebaikan serta merindukan untuk bertemu dengan bulan mulia, ramadhan. Tentunya ini amerupakans sesuatu yang baik.
Dan kandungan hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf yang senatiasa memberikan perhatian kepada bulan ramadhan sepanjang tahunnya. Setengah tahun sebelum kedatangan ramadhan mereka senantiasa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan mulia tersebut dan setengah tahun setelahnya berdoa agar berbagai ibadah mereka di bulan mulia itu diterima oleh-Nya.

Al Hafizh Ibnu Rajab mengatakan,”Telah diriwayatkan dari Abu Ismail al Anshariy yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih terhadap keutamaan bulan rajab selain hadits ini. Pernyataannya ini perlu dikaji karena sesungguhnya didalam sanad hadits ini terdapat kelemahan.”

Hadits itu merupakan dalil terhadap anjuran berdoa agar tetap berada didalam waktu-waktu utama untuk melakukan berbagai amal shaleh didalamnya. Sesungguhnya bagi seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali didalam kebaikan dan sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amalnya. Para ulama salaf menginginkan kematian mereka diikuti dengan amal shaleh, diantaranya puasa ramadhan atau kembali menunaikan ibadah haji. Terdapat ungkapan,”Siapa yang mati seperti itu maka dia akan mendapatkan ampunan.” (Lathoiful Ma’arif 1/130)

Dengan demikian—meskipun hadits tersebut dhoif—diperbolehkan bagi seorang muslim berdoa dengan hadits tersebut ketika memasuki bulan rajab. Sebagaimana perkataan para ulama bahwa diperbolehkan mengamalkan hadits dhoif didalam keutamaan amal dengan syarat bahwa hadits itu tidak diriwayatkan oleh seorang pendusta, kejam dan kasar yang menjadikan kelemahannya sangat berat dan hadits itu juga tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tidak berhubungan dengan permasalahan-permasalahan akidah, atau hukum-hukum syariah berupa halal, haram dan sejenisnya.

Wallahu A’lam.

Saturday, July 15, 2006

Belajar Empati dari Rasululloh

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keselamatan dan keimanan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.
(al Quran, surat At Taubah:128)


RasululLah saw., pimpinan dan teladan utama kehidupan dan aktifitas da'wah, melalui hari-hari panjang yang sarat dengan perenungan akan nasib kaumnya. Bahkan tarikh mencatat, menjelang bi'tsah diangkatnya beliau sebagai Rasululloh, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk berkhalwat di gua Hira. Mulut gua itu tepat menghadap ke arah Ka'bah yang menjadi jantung kehidupan sosial masyarakat Arab. Ka'bah tampak sebagai sebuah titik hitam dari puncak bukit sana. Ini makin menguatkan penghayatan kita akan tiga hal pada diri Rasul.. Pertama, hati dan pikiran beliau terus terlibat dengan masalah kaumnya. Kedua, beliau seorang harish yang sangat menginginkan kebaikan pada kaumnya. Dan ketiga, yang merupakan puncak dari rangkaian sifat mulia ini digambarkan dengan raufun rahimun, dua asma Allah yang disandangkan kepada Nabi saw.

read more..

Tuesday, July 4, 2006

Jalinan Cinta Hamba dan Allah

Resensi Buku: Abdul Hadi Hasan Wahbi (Penulis)

Cinta adalah nutrisi hati, pelepas dahaga jiwa, penyejuk mata, kebahagiaan jiwa, cahaya akal, penyegar batin, puncak cita-cita dan harapan paling mulia. Kehidupan tanpa cinta adalah kematian. Cinta adalah cahaya, yang tanpanya seseorang bisa tersesat dalam lautan kegelapan. Cinta adalah obat penawar yang tanpanya seseorang akan diserang oleh berbagai macam penyakit. Cinta adalah kelezatan, yang tanpanya kehidupan seseorang akan dicekam oleh kerisauan dan penderitaan.

Bila napas kehidupan bisa berdenyut karena dilandasi oleh sebuah cinta, maka cinta hamba terhadap Allah merupakan nutrisi yang memberikan suntikan kekuatan tak terperi bagi seorang Mukmin, yang membuatnya bertahan dalam menghadapi gempuran zaman yang tiada henti melibasnya. Cinta inilah yang terus memompakan rasa optimisme yang besar pada sang Mukmin sehingga ia berhak meraih karunia Ilahi yang paling agung, yaitu cinta Allah ( mahabbatullah ).

Namun seorang hamba yang ingin dicintai oleh Allah tentu saja tidak tinggal diam dan menunggu saja anugerah dari langit. Tidak, sebaliknya ia harus proaktif memburu anugerah itu, yakni dengan berusaha untuk mencintai-Nya lebih dulu.

Mencintai Allah ini juga bukan sekadar menjadi klaim belaka yang hanya menjadi pemanis bibir, namun harus ada usaha kongkret yang mencerminkan keinginan agung itu. Seorang hamba yang benar-benar cinta kepada Allah ini bisa dicirikan dalam hal-hal berikut; dia menginginkan pertemuan dengan Allah di sorga, karena hati yang mencintai Sang Kekasih pasti ingin menyaksikan dan berjumpa dengan-Nya.

Ciri lainnya dari seorang hamba yang mencintai Allah adalah merasa nikmat dalam berkhalwat, bermunajat kepada Allah dan membaca al-Qur ' an. Sabar terhadap hal-hal yang tidak disukai, mengutamakan Allah atas segala sesuatu, mendahulukan apa yang dicintai Allah atas apa yang dicintainya, baik lahir maupun batin. Selalu mengingat Allah, cemburu karena Allah, dan senang terhadap segala sesuatu yang menimpa dirinya dalam perjalanan menuju Kekasihnya. Mencintai kalam Allah, tobat yang dibarengi dengan khuaf (cemas) dan raja ' (harap). Menyesal, jika lupa mengingat Allah, lemah lembut kepada hamba Allah dan tegas kepada musuh-Nya.

Itulah ciri-ciri dari seorang hamba yang mencintai Allah. Kalau sudah ada usaha maksimal dari sang hamba untuk mencintai-Nya dengan mempraktikkan hal-hal di atas, maka ia punya harapan besar untuk meraih mahabbatullah (dicintai Allah), yang ditandai dengan adanya perlindungan dari dunia, pemeliharaan yang baik, dikaruniai sifat lemah lembut, diterima penduduk bumi, mendapat cobaan, dan mati dalam keadaan melakukan amal shalih.

Dalam hal ini, Nabi saw. bersabda: “ Jika Allah mencitai seorang hamba, maka ia akan memaduinya. ” Sahabat bertanya tentang ‘ memadui ' itu, dan Nabi menjawab, “ Diberi taufiq untuk beramal shalih saat ajalnya, sehingga ia disenangi tetangga dan orang sekitarnya ” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Buku ini memang sangat bagus sekali dibaca oleh orang yang mendambakan cinta sejati, yang terikat dengan jalinan cinta bersama Rabb-nya, karena buku ini juga mengurai tentang serangkaian amal yang bisa mendatangkan mahabbatullah . Semisal membaca al-Qur ' an sambil mentadabburi dan memahami maknanya, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan ibadah sunnah, setelah ibadah wajib. Selalu mengingat Allah di setiap saat, baik dengan lisan, hati, amal, atau keadaan. Mengutamakan ( itsar ) Kekasih di atas keinginan pribadi dan berusaha menggapai cinta-Nya.

Selain itu, menyaksikan berbagai macam kebaikan, karunia dan nikmat-Nya, baik zhahir maupun batin. Pengenalan dan penyaksian hati akan nama-nama dan sifat-sifat Allah, remuk redam hati di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya pada saat nuzul ilahi (turunnya Allah) di tengah malam. Nabi bersabda: “ Rabb kita (Allah SWT.) turun ke langit dunia tiap malam, hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Dia berfirman: siapa yang berdoa kepada-Ku akan Ku-kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Ku-beri, dan siapa yang memohon ampunan akan Ku-ampuni ” (HR. Malik, dan lainnya).

Juga duduk-duduk dan bergaul dengan para pencinta Allah yang sejati, menjauhi segala hal yang bisa menghalangi hati dari Allah, mengikuti Nabi saw. dalam perbuatan, ucapan, dan akhlaknya, dan zuhud terhadap dunia.

Menurut penulis, ada tiga formula yang bisa membantu tumbuhnya sikap zuhud ini. Pertama , kesadaran hamba bahwa dunia hanyalah naungan sementara, sekadar angan yang datang bertamu. Kedua , kesadaran hamba bahwa di balik dunia, ada yang lebih besar, lebih mulia dan lebih penting, yaitu kampung keabadian akhirat. Ketiga , kesadaran hamba bahwa sikap zuhud terhadap dunia tidak akan menghalangi apa yang telah ditakdirkan. Demikian pula ambisinya terhadap dunia tidak akan mampu mendatangkan sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Bila hal ini telah diyakini sepenuhnya hingga sampai pada tingkat ilmul-yaqin , maka ia akan mudah bersikap zuhud terhadap dunia. (Makmun Nawawi).

Sunday, May 28, 2006

Hati yang Ikhlas

(Dr Engku Ahmad Zaki Engku Alwi )

Agama Islam yang menjadi pegangan umat manusia pada dasarnya mengungkap makna kepatuhan dan ketundukan secara menyeluruh kepada Allah SWT. Kerangka pengertian ini tidak akan tercapai tanpa dimulai dengan sifat ikhlas--tawakal sepenuhnya ke hadirat Ilahi yang Maha Esa secara mutlak tanpa terselip tujuan atau motif lain yang bersifat duniawi.

Bukankah Allah SWT berfirman: ''Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan teguh. Mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang benar.'' (QS Al-Bayyinah, ayat 5) Dari sudut bahasa, istilah 'ikhlas' berasal dari kata 'khalish' yang berarti murni, suci, bersih, tidak bercampur dengan noda atau yang kotor. Laksana susu yang suci dan bersih dalam perut sapi, tidak bercampur dengan darah dan kotoran.

Adapun Imam al-Ghazali menegaskan, ikhlas adalah sidqun niyyah fil 'amal, yaitu niat yang benar ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan kata lain, setiap amal soleh dan kebajikan yang ingin dilakukan semestinya berorientasi karena Allah. Tanpa keikhlasan, semua amal kebajikan yang dilakukan, sangat mudah terkena penyakit hati yang sangat berbahaya yaitu riya dan bangga hati.

Orang yang ikhlas adalah manusia yang dilindungi oleh Allah dari penyakit hati tersebut. Rasulullah memberi peringatan kepada umat Islam agar menjauhi hal-hal yang bisa menodai dan mengikis sifat keikhlasan kepada Allah seperti sombong. Sabda Rasulullah SAW: ''Sedikit dari sifat riya itu adalah syirik.Maka, barang siapa yang memusuhi wali-wali Allah niscaya sesungguhnya dia telah memusuhi Allah. Sesungguhnya Allah sangat mengasihi orang yang berbakti dan bertakwa serta yang tidak diketahui orang lain tentang dirinya. Jika mereka tidak ada dan hilang dalam acara apapun, mereka tidak dicari oleh orang lain, dan kalau mereka hadir di situ mereka tidak begitu dikenali oleh orang lain. Hati nurani mereka umpama lampu petunjuk yang akan menyinari mereka hingga mereka keluar dari tempat yang gelap gelita.'' (Hadis riwayat Hakim)

Itulah harapan dan impian mereka dengan pengabdian yang penuh tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah. Allah berfirman, ''Katakanlah: sesungguhnya solatku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mengatur seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikianlah aku diperintahkan dan aku (di antara seluruh umatku) adalah orang yang pertama Islam (yang berserah diri kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya).'' (QS al-An'am, ayat 162 - 163).

Imam al-Ghazali menyatakan, semua manusia sebenarnya celaka, kecuali yang berilmu. Ilmuwan juga celaka, kecuali yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Yang disebutkan terakhir ini pun celaka, kecuali yang menghiasi diri mereka dengan sifat ikhlas. Ringkasnya, selama seorang Muslim itu menyerahkan dirinya sepenuh hati kepada Allah dengan penuh keikhlasan, maka selama itulah segala gerak gerik dan diamnya, tidur dan jaganya akan dinilai sebagai satu langkah ikhlas dan tulus menuju keridaan Allah.

Tiga ciri ikhlas
Seorang yang ikhlas memiliki ciri tersendiri sehingga menjadi lambang keperibadiannya:
Pertama, tidak terpengaruh atau termakan oleh pujian dan cercaan orang lain. Bagi mereka segala pujian yang indah atau cercaan yang buruk adalah sama nilainya.
Kedua, tidak mengharapkan balasan atau ganjaran dari amal kebajikan yang pernah dilakukan, tetapi dia hanya mengharapkan keridaan Ilahi.
Rasulullah SAW bersabda: ''Pada hari kiamat nanti, dunia akan dibawa, kemudian dipisah-pisahkan, apa yang dikerjakan karena Allah dan apa yang dilakukan bukan karena Allah, lalu dicampakkan ke dalam api neraka.'' (Hadits riwayat Baihaqi)
Ketiga, orang yang tidak pernah mengungkit-ungkit kembali segala kebaikan yang pernah dilakukan. Artinya, orang yang selalu menyebut tentang kebaikan yang pernah dilakukan, apalagi menghina dan memburuk-burukkan orang yang pernah diberikan bantuan, maka sesungguhnya dia sangat jauh dari golongan orang yang ikhlas. Rasulullah SAW pernah memerintahkan kita agar bersedekah secara diam-diam, jauh dari penglihatan orang banyak. Umpama tangan kanan memberi sedangkan tangan kiri tidak mengetahuinya. Sabda Rasulullah SAW: ''Bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kamu, tetapi Dia hanya melihat kepada hati kamu.'' (Hadits riwayat Muslim)

Sunday, April 23, 2006

"Wanita Mulia", Mengantar 15 Anaknya dengan Modal Ikhlas

Jumat, 24 Maret 2006

Sebagaimana namanya, ia 'wanita mulia'. Ditinggal suaminya, ia
mendidik sendiri 15 anaknya sampai meraih sarjana. Tak pernah memukul atau
kata kasar. "Modalnya Ikhlas," katanya

Wawancara:
Hidayatullah.com--Jika ukurannya gelar akademis, Mulia Kuruseng termasuk
orang yang sukses dalam mendidik anak. Janda beranak 15 ini berhasil
mengantarkan anak-anaknya menggapai gelar sarjana, ada yang profesor,
doktor, master, insinyur, dan letnan.

Sejak tahun 1985, Mulia menjadi single parent (orangtua tunggal) bagi 15
anaknya. "Saya berfungsi sebagai ibu sekaligus bapak," ungkapnya
bersemangat. As'ad, sang suami, meninggal pada Oktober 1985 akibat penyakit
hipertensi dan jantung.

As'ad seorang pedagang kain, pakaian jadi, dan sarung Bugis di Pare Pare
(Sulawesi Selatan). Waktu itu, As'ad termasuk seorang pengusaha yang sukses.
Omset usahanya tiap bulan mencapai Rp 100 juta.

Mulia bukan seorang guru apalagi bergelar sarjana, tapi hanya tamatan SD.
As'ad pun cuma tamat SMA. "Saya menikah saat kelas II Muallimin, saya hanya
punya ijazah SD," kenangnya.

Bagaimana bisa ibu rumah tangga ini sukses mengantar 15 anaknya meraih
berbagai gelar akademis? Wartawan Hidayatullah menyempatkan diri untuk
berbincang-bincang dengan nenek dari 24 cucu ini di kediamannya, Jl Matahari
No 20 Pare-Pare.

Bagaimana perasaan Anda dalam membesarkan 15 anak sendirian?

Saya tidak pernah mengeluh. Saat itu saya tidak berpikir bagaimana nanti.
Saya nekad saja. Alhamdulillah, Allah selalu berikan saya rezeki sedikit
demi sedikit.
*
Apa saja yang Anda lakukan?*

Saya berusaha melanjutkan usaha Bapak. Kan Bapak punya kios, ada
barangnya. Dulu Bapak berhasil. Tetapi saat meninggal, semua piutang
tersendat.

Saya sampaikan kepada anak-anak agar tetap melanjutkan sekolah. Jangan ada
yang berpikir putus sekolah. Kan masih ada Tuhan. Alhamdulillah, itu semua
terwujud. Waktu itu yang bungsu berusia tiga tahun.
*
Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil waktu itu?*

Kebetulan waktu itu anak yang kedua (Suryani) dan ketiga (Indriyati) sudah
menikah. Indriyati sebenarnya belum selesai kuliah, tapi dia sudah menikah.
Merekalah yang banyak membantu saya mengurus adik-adik. Merekalah yang
men-support adik-adiknya untuk maju sekolah.
*
Apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak?*

Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur, dan
sabar. Kejujuran saya tanamkan sejak mereka kecil, ini turunan dari
kakeknya. Kami dulu dididik untuk senantiasa jujur. Jika ada makanan di
meja, tidak ada yang langsung mau makan, harus dibagi dulu. Jika ada uang di
meja, mereka berteriak mencari siapa yang punya. Jadi, di rumah ini tidak
pernah terjadi kehilangan uang.

Dengan 15 anak, untuk bersikap sabar tentu berat ya. Pernahkah Anda memukul
atau mencubit mereka?

Saya tidak pernah memukul mereka. Contohnya, si bungsu pernah mogok makan.
Gara-garanya minta dibelikan sepeda motor karena temannya semua sudah beli
motor. Saya tidak marah. Saya hanya bersabar. Tiba-tiba temannya yang punya
motor tabrakan dan meninggal dunia. Saya sampaikan kepada dia, "Saya sayang
kamu Nak." Apalagi memang saya tidak punya uang.

Saya selalu mengeluarkan bahasa-bahasa yang sopan. Mereka tidak pernah
dipukul, juga tidak pernah dibentak. Jika ada yang salah, saya tegur saat
dia lagi sendiri agar tidak tersinggung, di saat adik atau kakaknya tidak
ada.

Jika ada yang mau saya tegur, saya carikan waktu khusus. Karena jika anak
nakal satu, bisa jadi nakal semua. Saya selalu ingatkan dengan bahasa sopan.
Anak-anak ini semua (sambil menunjuk foto-foto mereka) tidak ada yang pernah
kena cambuk.

Kalau marah sama mereka, saya pergi wudhu kemudian shalat sunah. Nanti
setelah tenang baru saya nasihati mereka.

(Hasmi As'ad (48), anak sulungnya, mengaku belum pernah merasakan kerasnya
tangan ibunya. "Saya kira adik-adik juga begitu," kata dokter yang kini
menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Selatan.

Kalau marah, katanya, sang ibu biasanya diam. "Baru beberapa saat kemudian
Ibu bicara," ujarnya.)
*
Bagaimana menanamkan keikhlasan?*

Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat gantinya, atau anak-anak membalas
jasa-jasa saya. Tidak, saya betul-betul ikhlas.

Saya juga tekankan pada mereka untuk ikhlas dalam memberi. Jika saya minta
mereka membantu adik-adiknya, harus betul-betul ikhlas, jangan dipaksakan.
Saya bilang kepada yang punya istri, jangan bebani istrimu.
Jika tidak setuju, jangan dilakukan. Tetapi justru menantu-menantu yang
paling dulu memberi. Mereka bilang, "Kami ikhlas."

(Keluarga ini punya kebiasaan saling membantu, bila saudaranya yang lain
memerlukan dana. Contonya saat Sumarni (anak ke-14) mau beli mobil, Mulia
menghubungi anak-anaknya yang lain. Akhirnya mereka patungan, ada yang
memberi Rp 5 juta, Rp 10 juta, sehingga terkumpul 70 juta untuk beli mobil).
*
Dalam hal ibadah, bagaimana Anda mendidik anak-anak? *

Saya tidak pernah menyuruh mereka untuk shalat, tetapi saya harus
mencontohkannya. Saya dulu yang kerjakan, baru kemudian saya suruh mereka.
Kita tidak bisa suruh anak-anak sebelum kita mencontohkannya.

Untuk kesehariannya, saya melarang anak-anak memasukkan urusan-urusan di
luar ke dalam rumah, termasuk juga dalam berbahasa. Bahasa yang tidak
dipakai di rumah dilarang masuk ke dalam rumah. Bahasa di luar dipakai di
luar saja, tidak boleh masuk ke dalam rumah.

Dalam hal ruhani, kebetulan saya bertetangga dengan KH Abdul Pa'baja (ulama
besar di Pare Pare). Beliau juga yang banyak membantu menanamkan nilai-nilai
moral pada anak-anak. Di sinilah terbentuknya fondasi anak-anak.
*
Semua anak Anda bergelar sarjana, apakah memang ditekankan soal ilmu?*

Oh, tidak. Saya cuma tekankan bahwa siapa yang tidak sekolah ayo bantu ibu.
Akhirnya mereka semua mau sekolah. Saya juga buat persaingan di antara
mereka. Saya tidak pernah secara langsung menekankan mereka untuk sekolah,
saya hanya buat persaingan. Siapa yang rangking I akan lebih tinggi
hadiahnya daripada yang rangking II. Jadi, mereka terus berlomba.
Mereka rata-rata rangking satu, dan SD-nya lima tahun.

Saya tidak pernah menyogok, baik ketika anak-anak sekolah ataupun mencari
pekerjaan.
Rezeki itu datangnya dari Allah, tidak perlu disogok. Insya Allah, di rumah
ini bersih. Untuk bekerja, anak-anak bilang, "Saya tidak usah bekerja jika
harus menyogok."

*Mengapa tidak berpikir untuk menikah lagi?*

Wah, siapa yang mau mengurus anak sebanyak ini? He...he.... Yang jelas sejak
suami meninggal, saya berjanji untuk melanjutkan perjuangannya dengan
menyekolahkan anak-anak. Bahkan saya pernah bersumpah untuk itu, saat suami
saya di rawat di rumah sakit.

*Apa aktivitas Anda sekarang?*

Saya di rumah saja, kadang ke pasar jaga toko, itu pun tidak serius.
Saya hanya duduk, berdzikir, dan mengaji. Jika di toko, saya kadang
menghabiskan dua juz dari pagi hingga Dhuhur.* (Sarmadani,
Makasar/hidayatullah.com)



***


Nama-nama anak Hj Mulia Kuruseng:

1. Dr Hasmi As'ad (48), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanudin (Unhas), saat ini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah
Sulawesi.

2. Prof DR dr Hj Suryani As'ad, MSc, SpGK (46), profesor muda di
Fakultas Kedokteran Unhas.

3. Dr Indriyati As'ad (44), MM. Dokter umum di LNG Bontang (Kalimantan
Timur), meraih gelar master dari Universitas Mulawarman, Samarinda.

4. Dr Imran As'ad, SpD (42), dokter spesialis penyakit dalam alumnus
Unhas, bertugas di Luwuk.

5. Ir Siswana As'ad (40), bekerja di Kantor Poleko Group, Makassar.

6. Ir Solihin As'ad, MT (39), sedang melanjutkan S-3 di Austria.

7. Wahidin As'ad (37), drop-out Fakultas Ekonomi Unhas, pengusaha sukses
di Makassar.

8. Ir Suriasni As'ad (37), arsitek dari Unhas, kontraktor.

9. Ir Nurrahman As'ad, MT (34), alumnus ITB, dosen di Universitas Islam
Bandung (Unisba).

10. Ir Rahmat Hidayat, MS (33), master dari ITB, kini sedang menempuh
studi doktor di Jepang.

11. Ir Jabbar Ali As'ad (31), dosen Sekolah Tinggi Teknologi (STT)
Baramuli Kabupaten Pinrang.

12. Munir Wahyudi, SE, Ak, MM (29), magister dari Universitas Padjajaran
(Unpad) Bandung, dosen beberapa perguruan tinggi di Bandung.

13. Ir Muhammad Arif As'ad, MM (27), alumnus Fakultas Teknik UGM, gelar
masternya dari ITB, saat ini bekerja pada PT Indika Entertaimen Jakarta.

14. Sumarni Aryani As'ad, SKed (26), alumnus Fakultas Kedokteran Unhas.

15. Letda Kurnia Gunadi (24), alumnus Akademi Angkatan Laut, Surabaya.

Tuesday, April 4, 2006

Cara Sahabat Berinteraksi dengan Alquran

Publisher: Koran Republika

"Generasi pertama terangkat kemuliaannya karena
menempatkan Alquran di atas segala-galanya. Sedangkan
generasi sekarang jatuh kemuliaannya karena
menempatkan Alquran di bawah nafsu dan kehendak
dirinya". (Dr Muhammad Al Ghazali)

Abu Thalhah Al Anshari adalah sosok lelaki ideal.
Wajahnya tampan, badannya atletis, kaya raya pula. Ia
pun menduduki status sosial yang tinggi di
masyarakatnya. Di samping itu, lelaki yang memiliki
nama asli Zaid bin Sahal An Najjary ini dikenal
sebagai penunggang kuda hebat dari Bani Najjar, serta
pemanah jitu dari Yatsrib yang diperhitungkan banyak
orang.

Setelah masuk Islam, praktis semua miliknya
dipersembahkan untuk dakwah: waktu, harta, tenaga,
kedudukan, pemikiran, hingga nyawa. Pengorbanan ini
terus ia lakukan hingga ia berusia lanjut.
Alhamdulillah, suami Ummu Sulaim ini dikaruniai usia
panjang.

Pada zaman Khalifah Usman bin Affan, kaum Muslimin
harus berperang di lautan. Sebagai seorang mujahid
kawakan, Abu Thalhah tentunya tidak mau ketinggalan.
Bersama pasukan kaum Muslimin lainnya, ia bersiap-siap
turut dalam peperangan tersebut.

"Wahai Bapak, Bapak sudah tua. Bapak sudah turut
berjuang bersama Rasulullah SAW, bersama Abu Bakar,
dan Umar bin Khathab. Kini waktunya Bapak
beristirahat. Biarlah kami yang menggantikan Bapak
berperang," ungkap anak-anaknya.

Apa jawaban Abu Thalhah? Ia membaca sebuah ayat
Alquran, ''Berangkatlah kamu dalam keadaan senang dan
susah, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di
jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu menyadari.'' (QS At Taubah [9]: 41).

"Firman ini memerintahkan kita semua, baik tua atau
pun muda, untuk berperang. Allah tidak membatasi usia
seseorang untuk menegakkan agama Allah," lanjut Abu
Thalhah. Ia menolak permintaan anak-anaknya untuk
tinggal di rumah.

Sejarah mencatat, mujahid dakwah ini meninggal di
kapal satu minggu sebelum mencapai daratan. Selama
enam hari di kapal jenazah Abu Thalhah tidak berubah
sedikit pun. Ia telihat seperti sedang tidur pulas.
Subhanallah!

Tiga sikap sahabat
Kisah ini memperlihatkan sosok sahabat yang memiliki
komitmen luar biasa terhadap Alquran. Lihatlah, demi
mengamalkan satu ayat saja (QS At Taubah [9]: 41), ia
rela mengorbankan hartanya yang paling berharga (baca:
nyawa).

Padahal, dilihat dari segi fisik, Abu Thalhah masuk
kelompok yang mendapatkan keringanan untuk tidak
berperang. Namun, ia tidak melakukannya.

Abu Thalhah tidaklah sendirian. Semua sabahat Rasul
memiliki sikap dan perhormatan yang luar biasa
terhadap Alquran. Tak heran bila zaman mereka hidup
menjadi zaman terbaik dalam sejarah manusia.
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah
kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan
bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? Demikian
janji Allah dalam QS Al Anbiyaa' [21] ayat 10.

Interaksi mereka terwujud dalam tiga bentuk. Pertama,
mereka menepatkan ayat-ayat Alquran seakan ditujukan
kepada dirinya sendiri. Saat Alquran memerintahkan
sesuatu (shalat, zakat, puasa, menuntut ilmu,
berjihad, dsb), maka mereka menggap perintah itu
ditujukan untuk dirinya, bukan untuk orang lain.
Demikian pula saat Alquran melarang sesuatu, maka
larangan tersebut seakan-akan ditujukan kepada dirinya
sendiri.

Sebuah peristiwa menakjubkan terlihat saat turunnya
ayat yang melarang meminum khamr (minuman keras).
Tanpa banyak tanya, para sahabat membuang dan
menumpahkan botol-botol khamr yang mereka miliki
selama-lamanya. Padahal kebiasaan tersebut sudah
berurat dan berakar dalam kesehariannya.

Kedua, saat berinteraksi dengan Alquran, mereka
meninggalkan ego dan semua atribut keduniawian yang
dimiliki. Tidak ada khalifah, saudagar kaya, pemikir,
panglima perang. Semuanya hamba dhaif di hadapan
kalam-kalam Ilahi. Contoh terbaik adalah Umar bin
Khatbah. Walau menjabat sebagai khalifah yang luas
kekuasaannya, kuat intelegensi, fisik dan keimanannya,
namun saat membaca Alquran ia menganggap dirinya hamba
yang hina dina.

Dikisahkan, Umar pernah terguncangan jiwanya ketika ia
membaca rangkaian QS At Thuur [52] ayat 9-14, ''Pada
hari ketika langit benar-benar bergoncang. Dan gunung
benar-benar berjalan. Maka kecelakaan yang besarlah di
hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu)
orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan. Pada
hari mereka didorong ke neraka Jahanam dengan
sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), 'Inilah
neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya'.''
Setelah mendengar ayat ini, Umar sakit keras selama
sebulan lebih.

Ketiga, mereka berinteraksi dengan Alquran dalam
bingkai hidayah Allah. Artinya, saat berinteraksi
mereka tidak lepas dari pemahaman untuk tujuan apa
Alquran diturunkan. Allah SWT menurunkan Alquran
sebagai penerang (QS Ali Imran [3]: 138) dan petunjuk
(hudan) bagi orang yang bertakwa (QS Al Baqarah [2]:
2). Inilah fungsi utama. Karena memahami Alquran
sebagai penerang dan petunjuk, maka mereka
berlomba-lomba membaca, menelaah, memahami lalu
mengamalkannya. Mereka yakin hanya dengan Alquran-lah
kebahagiaan di dunia dan akhirat akan mereka gapai.
Karena itu, mereka tidak pernah berbuat, kecuali
perbuatan tersebut selaras dengan Alquran.

Dalam shirah nabawiyyah, kita pun melihat bagaimana
antusiasnya sahabat menantikan turunnya ayat-ayat
Alquran. Saat sebuah ayat turun, mereka berlomba-lomba
membaca, menghapal dan mengamalkannya. Para sahabat
pun memiliki kebiasaan untuk tidak membaca atau
menelaah Alquran, sebelum mereka mengamalkannya
ayat-ayat yang telah dibaca dan ditelaah sebelumnya.

Sebuah perbandingan
Sudah menjadi "rahasia umum" bahwa penyebab kemunduran
kita, baik sebagai sebuah umat maupun sebagai
individu, dipengaruhi oleh rendahnya tingkat interaksi
dengan Alquran. Pola interaksi kita "umumnya" hanya
sebatas lisan (membaca), tanpa melibatkan aspek
lainnya (menghapal, menelaah, memahami, dan
mengamalkan). Walaupun mengamalkan, tidak jarang
pengamalannya masih parsial.

Ada perbandingan menarik dari ulama Mesir, Dr Muhammad
Al Ghazali (alm) tentang pola interaksi generasi
Khulafaur Rasyidin dengan generasi sekarang terhadap
Alquran. "Generasi pertama terangkat kemuliaannya
karena menempatkan Alquran di atas segala-galanya.
Sedangkan generasi sekarang jatuh kemuliaannya karena
menempatkan Alquran di bawah nafsu dan kehendak
dirinya". Wallaahu a'lam.

Wednesday, March 29, 2006

Senandung Azan Mengantarkanku Pada Islam

pk sejahtera - JAKTIM - Gema azan yang yang berkumandang sebagai panggilan bagi manusia untuk melaksankan perintah sholat, mampu menggetarkan hati seorang bocah kecil berusia lima tahun.. Setelah melalui perjalanan yang panjang, melintasi ruang dan waktu di berbagai belahan dunia, akhirnya ia pun memeluk Islam.

Ini adalah kisah perjalanan spiritualku dalam menemukan Islam, melalui pencarian yang sangat panjang . Sebelumnya aku adalah seorang katolik keturunan Irlandia dan Amerika. Hanya dalam Islam ku temukan semua jawaban yang telah lama ku cari dalam hidup. Hanya dalam Islam pula kutemukan pelipur lara dan perlindungan, persahabatan dan persaudaraan.
Pada tahun 1990, di usia 45 tahun. Aku kuliah di Universitas Arizona untuk meraih gelar Ph.D, dengan program sejarah kekaisaran Inggris modern dan studi tentang Timur Tengah. Hal ini adalah impianku sejak kuraih gelar MA dalam sejarah Inggris dan Eropa pada usia 21 tahun. Melalui studiku tentang Timur tengah dan India di Universitas Arizona inilah aku dapat bersentuhan dengan nilai-nilai Islam.

Sejak usia 3 hingga 18 tahun, posisi ayah sebagai eksekutif The California-Texas Oil Company (Caltex) kerapakali membawaku untuk hidup menetap di berbagai negara. Perjalanaku ke luar negeri dimulai pada tahun 1949 yaitu berawal di Negara Bahrain di teluk Persia, saat itu usiaku 3 tahun. Aku tinggal di sana selama kurang lebih lima setangah tahun.
Dari Bahran aku pindah ke India pada tahun 1956, dimana sebelumnya aku tinggal di London dalam waktu yang singkat. Karena tidak ada sekolah khusus untuk orang Amerika di India, akhirnya ayah mendaftarkanku pada sekolah Kodaikanal, sebuah sekolah American Protestant missionary. Disini aku banyak belajar tentang kristiani. Akupun mulai tertarik untuk mempelajari agama-agama di dunia. Namun ayahku yang seorang katholik, mulai khawatir terhadap pendidikan protestan yang kuterima di Kodaikanal. Akhirnya ayah memindahkanku ke American international Catholic boy’s school di Roma, Italy. Dan dua setengah tahun kemudian aku pun lulus, tapatnya pada tahun1963.

Roma adalah tempat yang sangat mengagumkan untuk memahami tentang Khatolik lebih dalam. Terlebih lagi setelah ada anggapan negatif tentang Khatolik yang pernah kuterima dari teman-tamanku di sekolah Protestan Kodaikanal. Pada saat itu terjadi perubahan kepemimpinan gereja katolik. Aku banyak menyaksikan dan belajar dari para wali gereja yang datang ke sekolah. Aku juga dapat bertemu dengan kardinal, para uskup dan uskup besar, juga bertemu dengan Paus John XXIII (10 tahun sebelumnya, aku, kedua orang tua , serta saudaraku bertemu dan berbincang-bincang dengan Paus Pius XII, di tempat kediamannya di Castello Gondolfo). Setelah itu akupun meninggalkan Roma dan memperdalam agama katholikku, dan berencana untuk menjadi seorang pendeta.

Pada saat yang bersamaan, posisi ayahku sebagai eksekutif Caltex Oil Company untuk India dan Jerman, membuatku sering bertemu dengan para pejabat pemerintahan dan praktisi bisnis serta para pemimpin politik dari berbagai macam latar belakang budaya. Meraka sering berkunjung ke rumahku.

Namun, bila aku mengenang masa-masa lalu, menghabiskan masa kecil di Bahrain, sebagai remaja di India, dan menyaksikan bagaimana para muslim segera sholat setelah azan berkumandang, merupakan hal yang paling mengesankan dalam pegalaman hidupku. Mendengar azan, hatiku menjadi bergetar (Hal ini masih berlangsung hingga saat ini). Aku berusaha untuk menghentikan apapun yang sedang ku dengar, dan kemudian beralih pada suara azan. Sejak saat itu, gema azan menjadi bagian yang penting dalam hidupku.

Aku masih memikirkan tentang hal yang kualami, setelah kembali ke Amerika, memasuki bangku kuliah, membahagiakan keluarga dan bergelut 20 tahun dalam bisnis. Setelah kambali memasuki bangku kuliah, aku kembali mempelajari Islam melalui buku-buku dan pelajaran di kelas. Aku menjadi begitu tertarik pada Islam. Sedapat mungkin aku mempelajari Islam melalui buku-bku dalam bahasa Inggris. Aku membeli dan membaca buku-buku apapun tentang Islam. Sebagian buku-buku tersebut ditulis oleh orang-orang Barat yang juga memeluk Islam, seperti muhammad Asad, Martin Lings, Victor Danner, and Mohammad Marmaduke Pickthall. Mengetahui bahwa para penulis tersebut adalah seorang Barat yang memeluk Islam, membangkitkan semangatku untuk lebih mendalami Islam. Setelah membaca dan mempelajari Islam, aku menjadi begitu bersemangat dan tertarik dengan Islam, dan berusaha untuk terus mendalam apa yang aku baca.

Saat musim panas di tahun 1992, aku membaca koran A.J. Arberry yang memparkan tentang Danner’s The Islamic Tradition. Sebuah pengantar tentang kehidupan Ling yang memeluk Islam dan mematuhi ajaran Muhammad. Kisahnya dimulai saat ia mempelajari Bahasa Arab secara intensif pada sekolah musim panas di University of Washington.

Di kelas Arabic, aku mengenal seorang Wainta keturunan Irlandia, Prancis dan Kanada yang memeluk Islam (Sebelumnya ia juga seorang katholik sepertiku). Aku juga mengenal baik seorang Muslim keturunan Pakistan Amerika, yang ku kenal pada saat konferensi di UCLA, dimana kami berdua tamppil sebagai pembicara.
Selama musim panas tersebut, aku berbincang panjang lebar kepada mereka berdua tentang bagaimana rasanya menjadi seorang muslim. Segera hal ini mejadi perhatian kami semua, bahwa keyakinanku sama dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Namun bila seseorang menanyakan padaku tentang mengapa aku tidak memeluk Islam saja, aku tidak memiliki jawaban. Pada saat itu aku hanya dapat mengatakan bahwa aku akan memaluk suatu keyakinan bila aku telah meyakininya seratus persen.

Namun demikian, sebagai seorang sejarawan, aku terkesan pada kenyataan bahwa keaslian dan kebenaran Al Qur'an dapat di buktikan (Dua dari Alqur'an pada zaman Khalifah Usman masih ada), sebagai ajaran dari Muhammad. Ini sangat bertentangan dengan Kristiani, karena aku telah mempelajarinya secara mendalam selama bertahun-tahun melalui sekolahku dulu. Namun, aku masih memiliki karaguan untuk memeluk Islam.

Pada akhir musim panas, seorang temanku di UCLA menyarankanku untuk membaca buku yang berjudul "Muhammad Asad's The Road to Mecca" terjemahan dan komentar Muhammad Asad tentang Al Qur'an. Asad adalah seorang keturunan Austria dan Yahudi yang memeluk Islam, dan menjadi sahabat dekat Abdul Aziz Ibn Sa`ud, pendiri kerajaan Saudi Arabia di tahun 1920an. Diantara banyak aktifitasnya, termasuk sebagai sahabat pemimpin Pakistan Muhammad Iqbal, Asad juga dikenal sebagai peroleh biaya siswa untuk fakultas bahasa Arab dan Al Qur'an. Aku telah selesai membaca buku Asad’s Road to Mecca di pertengahan Oktober, sesaat sebelum menghadiri pertemuan tahunan The Middle East Studies Association di Orego, dimana aku tampil sebagai pembicara.

Setelah acara selesai, pertemuan ini menjadi ajang reuniku dengan teman-teman di sekolah musim panas, termasuk dengan muslimah Kanada dan muslim dari UCLA yang juga memberikan presentasinya. Kami pun mengunjungi beberapa toko buku tak jauh dari lokasi konferesi. Pada suatu kesempatan, teman muslimah ku ini menanyakan kepadaku secara langsung " Kapan kamu akan menjadi seorang Muslim?" Aku hanya dapat mengatakan padanya bahwa aku telah siap menjadi seorang muslim dari dalam hatiku dan segenap fikiranku. Tanpa buang waktu, ia menyaranku untuk segera mengucapkan kalimat syahadat. Aku berbicara dengan ragu-ragu, namun tidak memiliki alasan untuk tidak melakukannya. Maka di Powell's Bookstore di Portland aku mengucapkan kalimat syahadat. Tak lama setelah itu, segera ku tinggalkan toko buku dan menuju ruanganku. Aku bagitu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat dalam jiwa dan ragaku. Kemudian, segera ku menemui tamanku dari UCLA dan menceritakan kepadanya bahwa aku telah menjadi seorang muslim dan memperlihatkan Al Qur'an yang diberikan oleh teman muslimahku. Temanku ini juga begitu merasa gembira, dia memelukku dengan hangat dan mengucapkan selamat datang sebagai saudaranya dalam Islam .

Dua minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 13 November, sekali lagi kuacapkan kalimat Syahadat di hadapan jamaah sholat Juma'at di Islamic Center of Tucson. Aku duduk dihadapan ratusan orang. Lebih kurang 40 orang muslim menyambutku dengan pelukan dan ciuman. Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku.

Mengikuti langkah-langkah yang terdapat dalam buku Muhammad Asad, aku bermaksud memilih namanya sebagai nama muslimku. Sejak Ia masuk Islam, aku merasa bahwa namanya adalah nama yang baik untukku dan aku berharap dapat menjadi seorang muslim dan sarjana yang bekualitas sepertinya. Saat kembali ke University of Arizona, teman Arabku dan seorang profesor dalam bidang sejarah manyarankan untuk merubah namaku menjadi Muhammad As‘ad, karena menurut mereka nama itu menggambarkan kepribadianku sejak memeluk Islam.

Sepuluh tahun sejak memeluk Islam, hidupku penuh dengan kebahagiaan, dan kulakukan berbagai usaha untuk kemajuan Islam. Dahulu tak ada satu pun pihak keluargaku yang memeluk Islam, kini mereka simpati dan mengerti, dan suatu hari nanti aku berharap mereka akan menjadi seorang muslim.
Aku juga menghabiskan musim panas di tahun 1994 dan tahun 1995 di Damaskus, Syria dimana aku belajar Islam dan bahasa Arab tepatnya di Islamic Call College. Pada tahun 1996 aku mengajar tentang Islam sejarah Timur tengah pada Pima Community College di Tucson. Pada tahun ini pula aku bekerja di University of Arizona.

Istriku selalu memotivasiku. Dan aku pun kini aktik dalam da'wah di Islamic Center of Tucson, dan menjabat sebagai Executive Committee yang bertanggung jawab terhadap masalah media dan public relations. Pada tahun 1993, aku mulai menjadi pembicara tentang Islam pada sekolah sekolah, gereja, synagogues (tempat ibadah kaum Yahudi) dan di University of Arizona. Aku memperoleh gelar M.A. kedua pada tahun 1997 di University of Arizona.
Akhirnya, pada Agusatus 2001, aku mendapat gelar Ph.D. dalam bidang sejarah. Sejak Agustus 2002, aku mengunjungi Asisten profesor sejarah di University of Texas di El Paso. Di UTEP, aku mengajar tentang Timur tengan dan sejarah Islam, sebaik sejarah dunia.

Seperti diceritakan dr. Michael D. Berdine Ph.D. (aka Muhammad As‘ad) pada Islam Online 19/03/2003. (nsh)

Sunday, March 12, 2006

Dzikir Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Tausyiah - Rabu, 26 Oktober 2005

Dzikir ialah : “menyebut Allah dengan membaca tasbieh (subhanallah), membaca tahlil (laa ilaaha illallah), membaca tahmied (alhamdulillah), membaca taqdies (quddusun), membaca takbir (allahu akbar), membaca hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billah), membaca hasbalah (hasbiyallah), membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim), membaca Al-Qur’anul Majied dan membaca doa-doa yang matsur, yaitu doa-doa yang diterima dari nabi saw.” (Al-Adzkar, An-Nawawy)

Disebut juga dzikir perbuatan mengerjakan segala keta’atan. Lantaran itu, majelis-majelis yang diadakan untuk membahas dienullah, bisa juga dinamai majelis dzikir, sebagai yang telah ditegaskan oleh ‘Atha, ujarnya : “Majelis-majelis yang dibentuk untuk membahas soal halal dan soal haram, dipandang juga majelis dzikir (majelis menyebut Allah), karena majelis-majelis itu, memindahkan kita dari lalai lengah kepada insaf sadar.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar : “Juga dinamai dzikir (dipandang berdzikir), mengerjakan segala tugas agama yang diwajibkan Allah dan menjauhi segala larangan yang diperintahkan-Nya hamba supaya menjauhinya. Karena itu membaca Al-Qur’an, membaca hadist, mempelajari ilmu-ilmu agama, melaksanakan sholat tathawu, dinamakan juga dzikir.”

Ringkasnya, dzikir ialah mengingat dan mengenangkan nikmat Allah, adakalanya menyebut nama-Nya menurut kaifiyat (cara-cara) yang disyariatkan.

Kata al-Hafizh dalam Fathu’ Bari : Dzikir itu ialah : segala lafazh (ucapan) yang disukai para umat membacanya dan membanyakkan membacanya untuk menghasilkan jalan mengingat dan mengenang akan Allah, seperti lafazh-lafazh Al-Baqiyyatu ‘sshalihaah, yaitu : “subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar.”

Dengan berdzikir banyak sekali keutamaan-keutamaan yang dapat kita peroleh. Di antaranya adalah :

1. Allah SWT akan mengingat dia dengan memberikan rahmat dan pengampunan (Al Baqarah : 125)
2. Allah SWT menyediakan baginya pengampunan dan pahala yang agung (Al Ahzaab 35)
3. Allah akan bersamanya.
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
" Aku terserah persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya (memberi rahmat dan membelanya) bila dia menyebut nama-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam dirinya, Aku menyebutnya pada diri-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam perkumpulan orang banyak, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal (dengan melakukan amal shaleh atau berkata baik), maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat "
(Riwayat bukhori dan Muslim)
4. Dzikir akan menjadikan hati manusia tenang dan tenteram (Ar-Ra'd: 28)
5. Amalan yang baik
Hadits :
''Maukah kuberitahukan kepada kalian tentang amalan yang paling baik, paling suci dalam pandangan Tuhan kalian, mengangkat tinggi derajat orang-orang yang mengamalkannya, dan tak kalah bernilai daripada menafkahkan emas dan perak, bahkan tidak kalah utama dibanding bertemu dengan musuh di medan perang kemudian kalian saling berperang dan mati syahid? Para sahabat menjawab, ''Tentu, wahai Rasulullah! Kami sangat ingin diberi tahu.'' Nabi menjawab, ''Berzikirlah kepada Allah.'' (HR Tirmidzi, Ahmad, dan Hakim)

Dzikir juga amal yang paling mudah dilakukan, tetapi bukan berarti nilainya rendah di sisi Allah, bahkan sebagaimana disebut dalam hadis di atas, tidak kalah utama dibandingkan bersedekah dan berjihad. Selain itu, tidak sebagaimana amalan wajib, zikir tidak dibatasi jumlahnya. Kita bisa berzikir sebanyak-banyaknya selagi mampu (Al-Ahzab: 41).

Jadi alangkah baiknya kita mengajak diri kita untuk selalu berdzikir dalam kehidupan kita agar kita dapat memperoleh keutamaan-keutamaan berdzikir seperti yang tersebut di atas.

Amin.

Rujukan :
1. Kumpulan do'a dalam Alqur'an dan Hadits (Said Bin Ali Bin Wahf Al Qohthoni)
2. Terjemahan Kitab al-Adzkar, Imam Muhyiddin An-Nawawi, Sinar Algesindo
3. Pedoman Dzikir dan Doa, Prof. T.Hashby As-Shiddique, Bulan Bintang

Sunday, February 26, 2006

Menumbuhsuburkan Ruhiyah

Menumbuhsuburkan Ruhiyah
Rubrik : Tarbiyah
Publikasi : 23-02-2006

KotaSantri.com : Tidak ada manusia yang sempurna. Manusia dapat berbuat salah dan juga sebaliknya, melakukan perbuatan yang benar. Saat seorang muslim melakukan perbuatan salah, atau melakukan pelanggaran terhadap syariat Islam, maka saat itulah keimanannya makin lemah. Sebaliknya, saat seorang muslim melakukan perbuatan baik, melakukan amal yang sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya, maka saat itulah keimanannya makin kokoh dan ruhiyahnya makin tinggi.

Seorang muslim hendaknya memperhatikan kondisi ruhiyahnya setiap saat. Saat ruhiyah tinggi, sudah tentu imannya kokoh. Dan iman yang kokoh akan cenderung membawa pada hal-hal baik dan membentenginya dari rayuan dan godaan berbuat maksiyat. Untuk itu, kita harus mengenali berbagai faktor yang dapat menyebabkan tumbuh suburnya ruhiyah kita. Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, ada dua faktor penumbuh subur ruhiyah seorang muslim, yaitu yang berhubungan dengan kepekaan jiwa dan yang berhubungan perbuatan.

***

Yang Berhubungan Dengan Kepekaan Jiwa

Faktor penumbuh subur ruhiyah yang berhubungan dengan kepekaan jiwa, yaitu pertama, selalu merasakan muraqabah Allah. seorang muslim seharusnya menyadari bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Seorang muslim yang memahami prinsip ini akan cenderung waspada sebelum berbuat sesuatu. Sebab segala tindak-tanduknya diawasi Allah. Ia akan khawatir berbuat sesuatu yang dapat mengundang murka dan azab Allah. Sehingga yang ada di pikirannya adalah melakukan perbuatan yang akan mendatangkan pahala, rahmat, dan keridhaan Allah SWT.

Kedua, mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya. Ajal adalah hak setiap insan. Ia pasti akan datang, dan waktunya sudah pasti. Karenanya, kita harus mawas diri agar tidak mati dalam kondisi su'ul khatimah. Seorang muslim yang selalu ingat kematian dan kehidupan sesudahnya akan berpikir seribu kali bila akan berbuat maksiyat. Ia akan merasa cemas di alam kubur nanti apakah menemukan kebahagiaan atau kesengsaraan. Berkaitan dengan hal ini RasululAllah SAW telah bersabda, "Perbanyaklah mengingat akan pemusnah kenikmatan." (HR. Tirmidzi).

Ketiga, membayangkan hari akhirat. Seorang muslim seharusnya membayangkan kehidupannya di akhirat kelak sebagai bentuk evaluasi tehadap semua perbuatan yang telah dilakukannya selama ini. Kita dapat membayangkan bahwa kelak kita akan dikumpulkan dengan telanjang bulat dan tanpa alas kaki di Padang Mahsyar; matahari sangat dekat di atas kepala; bumi menjadi saksi atas apa yang telah kita lakukan di atasnya; anggota tubuh menjadi saksi atas setiap perbuatan; kehidupan di neraka sebagai azab bagi para pendurhaka Allah; dan tentu manis dan nikmatnya kehidupan di surga, dengan bidadarinya yang cantik jelita sebagai imbalan bagi hamba yang taat kepada-Nya. Bila kita merasa takut dengan akhir kehidupan nanti, insya Allah kita termotivasi untuk lebih khusyu' dalam ibadah dan makin ikhlas dalam setiap amal shalih.

***

Yang Berhubungan Dengan Perbuatan

Perbuatan yang dapat menumbuhsuburkan ruhiyah di antaranya pertama, memperbanyak membaca Al-Qur'an dan mentadaburinya. Rasulullah SAW selalu membaca Al-Qur'an secara rutin. Beliau memohon kepada Allah agar menjadikan Al-Qur'an sebagai taman dalam hatinya, cahaya bagi pandangannya, penghapus duka dan pemusnah kebingungan. Membaca Al-Qur'an disertai tadabbur mampu mempertajam pandangan yang sudah tumpul, merupakan pemusnah pandangan-pandangan sempit dan obat bagi hati yang sedang sakit. Seorang muslim seharusnya mempunyai target mengkhatamkan al-Qur'an sebulan sekali.

Kedua, dzikrullah. Mengingat Allah dalam berbagai kondisi akan membuat hati kita menjadi tenteram. Mengingat Allah dapat dilakukan dengan hati, lisan, pikiran, dan perbuatan. Allah SWT berfirman, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah." (QS. Ar-Rad [13] : 28).

Ketiga, melakukan amalan sunnah dengan kesungguhan. Di antara amalan sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW adalah shalat tahajjud, dhuha, tahiyatul masjid, tarawih, dan shalat sunat wudhu. Rasulullah juga melakukan shaum sunat ayyamul bidh (pertengahan bulan), senin dan kamis, 'arafah, tasu'a dan 'asyura, shaum Daud, dan shaum enam hari di bulan Syawal. Selain itu, infak, sedekah, dan ibadah umrah sebaikya tidak dilewatkan.

Keempat, berperilaku sesuai dengan akhlak Rasulullah SAW. Seorang muslim yang meniru perilaku Rasulullah akan memperoleh kemuliaan. Ia akan dihormati dan disegani oleh sesamanya. Kelima, bergaul dan berteman dengan orang-orang shalih.

Keenam, menangis karena takut akan azab Allah. Seorang muslim yang taat, manakala sudah mengingat semua dosanya, hatinya akan tersentuh, jiwanya akan bergetar, dan air matanya akan meleleh. Ia akan menangis karena merasa semua amalnya tidak akan cukup untuk menutupi semua dosanya kepada Allah. Mata yang selalu basah karena takut kepada Allah tidak akan tersentuh api neraka kelak. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW melaui hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi. Sabdanya, "Dua jenis mata yang tidak disentuh oleh api neraka : mata yang menangis Karena takut kepada Allah dan mata yang piket malam fi sabilillah." (Ahmad Kosasih)[Swadaya-35]

Mimbar @ KotaSantri.com

Saturday, January 14, 2006

Urgensi Muhasabah

Tausyiah - Jumat, 28 Oktober 2005

"Wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan" (Q.S Al-Hasyr:18)

Sesungguhnya kita sebagai muslim dituntut untuk senantiasa bermuhasabah (introspeksi) diri. Apakah yang kita kerjakan sudah sesuai dengan ketentuan yang digariskan Allah SWT. Atau apakah kita mengerjakan sesuatu hanya semau gue yaitu untuk memuaskan keinginan dunia atau hawa nafsu kita saja.

Karena alangkah meruginya, apabila yang kita lakukan dengan susah payah dengan mengorbankan waktu, tenaga dan harta benda, tidaklah bernilai apapun di hadapan-Nya, dan alangkah bodohnya kita apabila telah membiarkan waktu hidup kita di dunia yang sedikit ini berlalu begitu saja, tanpa memperoleh keuntungan yang besar yaitu keuntungan pahala di akhirat nanti.

Ibarat orang yang sedang berjalan di jalan yang basah dan licin, penuh semak dan duri, kita harus terus berhati-hati mengayunkan langkah. Menengok kebelakang untuk memastikan kebenaran jalan dan memeriksa kedepan untuk memulai langkah kembali.

Bermuhasabah agar segera dapat berbalik pabila jalan itu salah, dan tidak terperosok sangat dalam ketika tergelincir ke dalam lubang. Marilah kita contoh Rasulullah SAW, yang kesuciannya dijaga oleh Allah SWT, akan tetapi beliau kerap kali menangis dalam doa-doanya dan selalu mengakhiri kesehariannya dengan beristighfar, memohon ampun kepada Allah.

Apalah lagi kita manusia lemah yang mudah salah dan tergoda, sepatutnyalah kita untuk lebih sering lagi untuk bermuhasabah. Kita dapat memanfaatkan momen-momen sehabis sholat lima waktu, untuk mengevaluasi kembali apa yang telah kita lakukan diantara dua waktu shalat kita dan juga meninjau kembali rencana-rencana kerja yang hendak dilakukan.

Musahabah, tentulah bukan hanya pada saat kita telah selesai melaksanakan sesuatu saja, akan tetapi mencakup tiga lingkup yang lebih luas lagi, yaitu :

1. Sebelum melakukan sesuatu.
Yaitu dengan meluruskan niat. Segala perbuatan yang baik tidak akan berarti tanpa diawali dengan niat yang ikhlas. Dalam hadis terkenal yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab a.s. dikatakan, "Sesungguhnya amal-amal itu hanya tergantung kepada niat" (HR Bukhari Muslim). Dari hadist di atas tercerminlah betapa pentingnya niat ketika hendak melakukan amalan karena kita hanya akan mendapat sesuai dengan apa yang kita niatkan.

Maka sebelum melakukan sesuatu, marilah kita bermuhasabah memperbaiki niat kita kembali, yaitu semata dilakukan hanya untuk mengharap ridho Allah semata.

2. Saat melakukan sesuatu.
Terkadang ketika sudah mengawali perbuatan dengan niat yang ikhlas, lalu kemudian di tengah jalan, menemui rintangan dan godaan baik yang berupa bisikan setan maupun godaan dari sesama manusia. Sehingga tanpa disadari membelokkan jalan kita ke arah keburukan.

Kewaspadaan sangat dibutuhkan karena setan sangatlah pandai meniupkan godaan-godaan halusnya. Misalkan saja perasaan riya ataupun sombong yang hinggap karena mendapat sanjungan ketika sedang melakukan amalan yang baik ataupun tergoda uang dan sebagainya.

Di dalam Al-Quran Allah telah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)"( Q.S Al-A'raf : 201)

Oleh karena itu marilah kita senantiasa berhati-hati, dan selalu bermuhasabah di tengah langkah kita, seraya memohon perlindungan dan ampunan kepada Allah SWT.

3. Sesudah melakukan sesuatu.
Kesalahan dan dosa yang terlanjur diperbuat, sebesar apapun insya Allah diperkenankan untuk diampuni-Nya asalkan kita memohon ampun dan bertaubat dengan sebenar-benarnya. Senantiasa bermusahabah sesudah melakukan sesuatu, seperti membersihkan debu-debu yang melekat di kaca setiap kali, dengan tidak membiarkan debu-debu tersebut menjadi bertumpuk-tumpuk sehingga susah untuk dibersihkan dan susah untuk mengembalikan kilapannya. Demikianlah juga diri kita yang harus selalu dijaga dari segala dosa sehingga kita mudah untuk menerima bimbinganNya menuju jalan islam yang lurus.

Wahai orang2 yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah2an Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkankamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama denannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh engkau maha kuasa atas segala sesuatu" (Q.S At Tahrim: 8).

Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan HidayahNya, agar kita dapat menjadi orang yang beruntung dunia dan akhirat dengan selalu bermuhasabah terhadap diri kita, Amien.