Tuesday, July 25, 2006

Siap-siap jelang Ramadhan yuukk..

PKPU Online
21.10.2002

Rhamadhan telah diambang pintu, tanpa kita rasakan waktu bergulir begitu cepat,kita telah berada dibulan Sya'ban, bulan yang menjadi bulan ibadah istimewa untuk Rasulullah selain bulan Ramadan, Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah SAW " Ya Rasulullah saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu dibulan Sya'ban? Rasul Bersabda " itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadan.

Dan merupakan bulan yang didalamnya diangkat semua amal kepada Rabul alamin. Dan saya suka diangkat amalan sedangkan saya dalam keadaan berpuasa". (HR. Imam Nasai). apa yang harus kita persiapkan dalam rangka menyongsong kedatangan tamu agung ini ?.

Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu untuk mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.

Kenapa kita melakukan persiapan ini ?
Setiap Waktu-waktu yang kita lewati masing-masing mempunyai kelebihan dan keutamaan yang berbeda, maka kita harus bisa memperlakukannya secara proposional dan cerdas. Termasuk dalam menyiapkan kedatangan bulan suci Ramadan yang banyak mempunyai keutamaan.

Karena didalam Ramadan adalah bulan diwajibkannya puasa, dianjurkan memperbanyak amalan sunnah, dianjurkannya memperbanyak memberikan santunan, serta memperbanyak membaca Al-Quran. Disamping itu bulan Ramadan adalah bulan pengendalian diri dari syahwat perut, dari hawa nafsu serta pengendalian anggota tubuh dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa.

Persiapan pribadi
Secara pribadi kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Diantara persiapan pribadi yang harus kita lakukan adalah sbb:

Persiapan Secara Ruhi
Ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita sebelum, ketika dan pasca ramadhan. Maka itu apabila kita membaca sirah Rasul SAW, betapa persiapan beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya'ban.

Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya.

Dan hal lain yang harus dilakukan dalam persiapan ruhi adalah banyak berdoa kepada Allah agar DIA menyampaikan kita kepada bulan Ramadhan. Ma'la ibn Fadl berkata "Para salafus shaleh berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa(pasca Ramadhan-pent) selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima".

Yahya Ibn Katsir berkata " diantara doa yang dibaca oleh para salaf adalah Ya Allah selamatkan aku hingga bulan ramadhan dan karuniakan aku ramadhan dan terimalah ibadah-ibadahku pada bulan ramadhan"

Persiapan Secara Fikri
Ramadhan adalah bulan didalamnya diwajibkan bagi kita untuk beribadah puasa yang mana dalam setiap ibadah kita harus mengerti ilmunya agar ibadah yang kita lakukan dapat sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasul-NYA. Maka persiapan ini pun tidak kalah pentingnya, untuk itu kita harus kembali membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa.

Disamping itu dengan cara mengirim ucapan "Tahniah"(Selamat) kepada saudara atau teman dalam rangka memberikan image dan kabar gembira dengan akan datangnya bulan yang mulia ini. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebg mana dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabd " telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah yang telah didalamnya diwajibkan bagi kalian berpuasa, disitu Allah membuka pintu-pintu syurga dan menutup pintu-pintu neraka serta para syaitan diikat, didalamnya ada sebuah malam yan lebih mulia dari seribu malam barang siapa yang diharam/dihalangi untuk mendapatkan kebaikan malam itu sesungguhnya ia telah diharamkan dari segala kebaikan" (HR.Nasai dan Baihaqi ). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali ketika mengomentari hadits ini berkata " Hadits ini merupakan landasan agar kaum muslimin saling memberikan selamat dengan datangnya bulan Ramadhan".


Persiapan Secara Jasadi
Badan kita adalah salah satu komponen yang penting yang juga harus kita persiapkan dalam menyongsong bulan ramadhan, karena tanpa badan yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan kegiatan termasuk dalam masalah ibadah puasa, dalam hal ini Rasul SAW bersabda " Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu'min dhaif dan didalam kedua ada kebaikan".

Dari hadits ini rasul mendorong kita untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh karena ini sangat dicintai oelh Allah, sebab ini merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-NYA. Maka cara yang paling tepat adalah dengan cara mengadakan latihan puasa sunnah menjelang datangnya bulan ramadhan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW.

Persiapan secara Akhlaqi
Imam Ghazali dalam bukunya Ihya - Ulumuddin berkata "Ketahuilah bahwa puasa terbag dalam 3 tingkatan, Puasa umum, puasa khusus, dan puasa khususil khusus" (Ihya-jld 1/277). Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata " Tingkatan kedua orang puasa adalah yang puasa di Dunia ini karena karena Allah, maka ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta pasca kematian, orientasi hidupnya akherat maka hari Iednya adalah hari bertemu dengan Rabnya dan hari kebahagiannya adalah hari ketika ia melihat Rabnya".

Dari perkataan dua ulama ini menunjukan bahwa ada diantara orang yang berpuasa hanya mendapatkan keletihan tanpa ada keistemewaan yang ia dapatkan dan ada juga jenis orang yang berpuasa dan mendapatkan keistimewaan yaitu orang yang dapat mempersiapkan diri dari sisi ahklaq, karena tanpa persiapan sisi ini puasa hanya akan menahan lapar dan haus saja tanpa mampu menjaga akhlaq sehingga puasa kita menjadi nihil dari sisi pahala.

Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh Raulullah SAW " "Berapa banyak orang yangg puasa namun mereka tdk mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus" (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi). Diantara akhlaq atau sikap yang harus dijaga dari saat ini sbb:

Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tdk baik. Rasulullah SAW bersabda " Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis" (HR…………….). Nabi Isa as berkata" penglihatan akan menimbulkan di dalam hati syahwat dan cukuplah itu sebagai sebuah kesalahan"
Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda " Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan bodoh (berteriak,mencela) apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa" (HR.Muttafaq 'alaihi). Maka ketika mampu menjaga lisan maka insya Allah kita akan terhindar dari puasa yang sia-sia namun ketika kita tidak mampu untuk itu maka puasa kita akan sia-sia, sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah SAW "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya" (HR. Ibnu Majah).
Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil.
Tidak memperbanyak mengkonsumsi makanan ketika berbuka. Memperbanyak makanan ketika berbuka adalah hal yang kurang baik karena akan menyebabkan.

Persiapan Secara Materi
Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda "Rasulullah SAW bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah" (HR.Imam Ahmad).

Sabda Rasul SAW yang berbunyi " dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah" diterangkan oleh para ulama sbb " Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur diwaktu siang dan memperbanyak I'tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas diluar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari ma'isyah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat konsern dalam beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini".

Disamping hal tersebut diatas persiapan dari sisi materi penting juga kita laksanakan agar kita dapat mencontoh Rasulullah dari kedermawanan yang beliau contohkan ketika datang bulan Ramadhan sebagaimana yang riwayatkan dari banyak hadits. Dari kitab Shahihain Ibnu 'Abbas ra berkata " Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus, " dari Riwayat Imam Ahmad disebutkan " Ia tdak diminta sesuatu kecuali diberinya". Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah SAW.

Persiapan dari sisi lingkungan
Lingkungan adalah faktor yang tidak dapat kita abaikan dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah dibulan Ramadan.

Rumah
Rumah adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang manusia, karena disitulah sebagian besar kehidupannya ia habiskan. Rumah merupakan nikmat yang harus disyukuri maka ketika Allah SWT mengazab orang yahudi bani Nadzhir mereka di azdab dengan mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka (QS.59:2).

Maka kita sebagai seorang muslim harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Diantara hal yang paling harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah masalah Media, terutama TV karena media ini adalah media yang sangat tinggi pengaruhnya dalam mengganggu kekhusuaan ibadah kita. Maka kita harus bisa meminimalisir dalam menggunakan media ini.

Tetangga
Disamping rumah yang harus kita kondisikan juga para tetangga, yaitu dengan cara memberikan keterangan dan anjuran untuk menyiapkan kedatangan bulan Ramadan, dalam hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh apakah Pa' RT / RW dan juga para kyai yang ada dilingkungan sekitar kita.

Tempat Ibadah (Masjid/Mushalla)
Tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, dengan 2 cara, pertama secara material yaitu dengan mengadakan pembersihan umum dan perbaikan. Kedua secara Immaterial yaitu dengan mengadakan acara Tau'iyah (Penyuluhan) tentang puasa dan pentingnya mengisi ramadan dg amalaiah secara optimal.

Tempat Kerja dan Pasar
Biasanya Sebelum memasuki syahrul awakhir kita masih tetap mengadakan kegiatan dan aktifitas di kantor atau tempat-tempat kerja kita, maka kita juga harus mengadakan persiapan dengan melakukan penyadaran yang menyeluruh apakah dengan mengadakan pemasangan famplet, pengajian atau dengan mengirim email keteman-teman yang sekantor ttg Ramadan dan amaliah ibadah Ramadan.

Pro kontra Hadist Do'a Menjelang Ramadhan

Doa Memasuki Bulan Rajab
Kamis, 25/06/2009 13:04 WIB | email | print

assalamu'alaikum wr wb

semoga Alloh selalu merahmati ustadz dan para pejuang Islam dimana pun mereka berada. amin.

ustadz, kita memasuki bulan Rajab dan biasanya beredar dan banyak dibahas keutamaannya termasuk doa "Allohumma bariklana fi Rajaba wa Sya'ban wa balighna Ramadhan." namun, ada sebagian orang yang tidak setuju bahkan mencela hal itu karena beranggapan bahwa hadits itu dloif. sebenarnya bagaimana status hadits itu dan bagaimana hukum melaksnakannya.

jazakallohu khoiron katsir.

wassalamu'alaikum wr wb

Syarifin
Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Syarifin yang dirahmati Allah swt

Didalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw apabila memasuki bulan rajab bersabda,”Allahumma Barik Lana Fii Rajab wa Sya’ban wa Ballighnaa Ramadhan—Wahai Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan ramadhan.” Didalam sebuah riwayat,”Wa Barik Lana Ramadhan.” (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad didalam “Zawaidul Musnad” (236); al Bazzar didalam “Musnad”-nya , sebagaimana di dalam “Kasyfil Astar” (616), Ibnus Sunni didalam “Amalul Yaum wal Lailah” (658), Thabrani didalam “al Ausath” (3939), didalam “ad Du’a” (911), Abu Nu’aim didalam “al Hulyah” (6/269), al Baihaqi didalam “asy Syu’ab” (3534), didalam kitab “Fadhailul Auqat” (14), al Khatib al Baghdadi didalam “al Muwaddhih” (2/473), Ibnu Asakir didalam “Tarikh”-nya (40/57) dari jalan Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Numairiy dari Anas.

Sanad hadits ini dhoif (lemah) :

Zaidah bin Abir Roqod : Buhkori dan Nasai mengatakan bahwa haditsnya munkar. Abu Daud mengatakan,”Aku tidak mengetahui beritanya.” Abu Hatim mengatakan bahwa hadits dari Ziyad an Numairiy dari Anas hadits yang marfu munkar, dan kami tidak mengetahui darinya (Anas) atau dari Ziyad. Adz Zahabi mengatakan bahwa ia dhoif. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa haditsnya munkar (lihat : “at Tarikhul Kabir” (3/433), “al Jarh” (3/613), “al Majruhin” (1/308), “al Mizan” (2/65), “at Tahdzib” (3/305), “at Taqrib” (1/256).

Tentang Ziyad bin Abdullah an Numairy al Bashriy : Ibnu Ma’in mengatakan,”Tidak ada masalah”. Abu Daud melemahkannya. Abu Hatim mengatakan,”Haditsnya ditulis namun tidak dipakai sebagai hujjah (dalil).” Ibnu Hibban didalam ats Tsiqot mengatakan bahwa ia salah, kemudian dia menyebutkannya di “al Majruhin” bahwa hadits yang diriwayatkan dari Anas adalah munkar dan tidak menyerupai seperti sebuah hadits yang bisa dipercaya dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah (dalil). “Adz Dzahabi” mengatakan bahwa dia lemah. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa dia lemah. (lihat : “Tarikh” Ibnu Ma’in (2/179), “al Jarh” (3/536), “al Kamil” (3/1044), “al Mizan “(2/65). “At Tahdzib” (3/378)

Zaidah bin Abir Roqod sendiri yang meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an Numairiy. Thabrani mengatakan didalam al Ausath,”Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah saw kecuali dengan sanad seperti ini, di sini hanya Zaidah bin Abir Roqod sendiri.”
Al Baihaqi mengatakan,”Didalam hadits ini An Numairy sendiri dan dari dirinya Zaidah bin Abir Roqod. Bukhori mengatakan bahwa Zaidah bin Abir Roqod dari Ziyad an Nuamiry munkar haditsnya.”

Lebih dari satu ulama yang menyatakan kelemahan sanad hadits ini, diantaranya : Imam Nawawi didalam “al Adzkar” (547), Ibnu Rajab didalam “Lathoiful Ma’arif” (143), al Haitsami didalam ‘al Mujma’” (2/165), adz Dzahabi didalam “Al Mizan” (2/65), Ibnu Hajar didalam “Tabyinul ‘Ajib” (38). (Fatawa Wastisyaarotul Islamil Yaum juz I hal 461)

Dari penjelasan diatas tampak bahwa hadits tersebut terkategorikan lemah (dhoif) namun isi didalamnya adalah anjuran agar setiap mukmin senantiasa memperhatikan waktu-waktu dan usianya untuk tetap berada didalam kebaikan serta merindukan untuk bertemu dengan bulan mulia, ramadhan. Tentunya ini amerupakans sesuatu yang baik.
Dan kandungan hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf yang senatiasa memberikan perhatian kepada bulan ramadhan sepanjang tahunnya. Setengah tahun sebelum kedatangan ramadhan mereka senantiasa berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan mulia tersebut dan setengah tahun setelahnya berdoa agar berbagai ibadah mereka di bulan mulia itu diterima oleh-Nya.

Al Hafizh Ibnu Rajab mengatakan,”Telah diriwayatkan dari Abu Ismail al Anshariy yang mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih terhadap keutamaan bulan rajab selain hadits ini. Pernyataannya ini perlu dikaji karena sesungguhnya didalam sanad hadits ini terdapat kelemahan.”

Hadits itu merupakan dalil terhadap anjuran berdoa agar tetap berada didalam waktu-waktu utama untuk melakukan berbagai amal shaleh didalamnya. Sesungguhnya bagi seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali didalam kebaikan dan sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amalnya. Para ulama salaf menginginkan kematian mereka diikuti dengan amal shaleh, diantaranya puasa ramadhan atau kembali menunaikan ibadah haji. Terdapat ungkapan,”Siapa yang mati seperti itu maka dia akan mendapatkan ampunan.” (Lathoiful Ma’arif 1/130)

Dengan demikian—meskipun hadits tersebut dhoif—diperbolehkan bagi seorang muslim berdoa dengan hadits tersebut ketika memasuki bulan rajab. Sebagaimana perkataan para ulama bahwa diperbolehkan mengamalkan hadits dhoif didalam keutamaan amal dengan syarat bahwa hadits itu tidak diriwayatkan oleh seorang pendusta, kejam dan kasar yang menjadikan kelemahannya sangat berat dan hadits itu juga tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tidak berhubungan dengan permasalahan-permasalahan akidah, atau hukum-hukum syariah berupa halal, haram dan sejenisnya.

Wallahu A’lam.

Saturday, July 15, 2006

Belajar Empati dari Rasululloh

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keselamatan dan keimanan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.
(al Quran, surat At Taubah:128)


RasululLah saw., pimpinan dan teladan utama kehidupan dan aktifitas da'wah, melalui hari-hari panjang yang sarat dengan perenungan akan nasib kaumnya. Bahkan tarikh mencatat, menjelang bi'tsah diangkatnya beliau sebagai Rasululloh, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk berkhalwat di gua Hira. Mulut gua itu tepat menghadap ke arah Ka'bah yang menjadi jantung kehidupan sosial masyarakat Arab. Ka'bah tampak sebagai sebuah titik hitam dari puncak bukit sana. Ini makin menguatkan penghayatan kita akan tiga hal pada diri Rasul.. Pertama, hati dan pikiran beliau terus terlibat dengan masalah kaumnya. Kedua, beliau seorang harish yang sangat menginginkan kebaikan pada kaumnya. Dan ketiga, yang merupakan puncak dari rangkaian sifat mulia ini digambarkan dengan raufun rahimun, dua asma Allah yang disandangkan kepada Nabi saw.

read more..

Tuesday, July 4, 2006

Jalinan Cinta Hamba dan Allah

Resensi Buku: Abdul Hadi Hasan Wahbi (Penulis)

Cinta adalah nutrisi hati, pelepas dahaga jiwa, penyejuk mata, kebahagiaan jiwa, cahaya akal, penyegar batin, puncak cita-cita dan harapan paling mulia. Kehidupan tanpa cinta adalah kematian. Cinta adalah cahaya, yang tanpanya seseorang bisa tersesat dalam lautan kegelapan. Cinta adalah obat penawar yang tanpanya seseorang akan diserang oleh berbagai macam penyakit. Cinta adalah kelezatan, yang tanpanya kehidupan seseorang akan dicekam oleh kerisauan dan penderitaan.

Bila napas kehidupan bisa berdenyut karena dilandasi oleh sebuah cinta, maka cinta hamba terhadap Allah merupakan nutrisi yang memberikan suntikan kekuatan tak terperi bagi seorang Mukmin, yang membuatnya bertahan dalam menghadapi gempuran zaman yang tiada henti melibasnya. Cinta inilah yang terus memompakan rasa optimisme yang besar pada sang Mukmin sehingga ia berhak meraih karunia Ilahi yang paling agung, yaitu cinta Allah ( mahabbatullah ).

Namun seorang hamba yang ingin dicintai oleh Allah tentu saja tidak tinggal diam dan menunggu saja anugerah dari langit. Tidak, sebaliknya ia harus proaktif memburu anugerah itu, yakni dengan berusaha untuk mencintai-Nya lebih dulu.

Mencintai Allah ini juga bukan sekadar menjadi klaim belaka yang hanya menjadi pemanis bibir, namun harus ada usaha kongkret yang mencerminkan keinginan agung itu. Seorang hamba yang benar-benar cinta kepada Allah ini bisa dicirikan dalam hal-hal berikut; dia menginginkan pertemuan dengan Allah di sorga, karena hati yang mencintai Sang Kekasih pasti ingin menyaksikan dan berjumpa dengan-Nya.

Ciri lainnya dari seorang hamba yang mencintai Allah adalah merasa nikmat dalam berkhalwat, bermunajat kepada Allah dan membaca al-Qur ' an. Sabar terhadap hal-hal yang tidak disukai, mengutamakan Allah atas segala sesuatu, mendahulukan apa yang dicintai Allah atas apa yang dicintainya, baik lahir maupun batin. Selalu mengingat Allah, cemburu karena Allah, dan senang terhadap segala sesuatu yang menimpa dirinya dalam perjalanan menuju Kekasihnya. Mencintai kalam Allah, tobat yang dibarengi dengan khuaf (cemas) dan raja ' (harap). Menyesal, jika lupa mengingat Allah, lemah lembut kepada hamba Allah dan tegas kepada musuh-Nya.

Itulah ciri-ciri dari seorang hamba yang mencintai Allah. Kalau sudah ada usaha maksimal dari sang hamba untuk mencintai-Nya dengan mempraktikkan hal-hal di atas, maka ia punya harapan besar untuk meraih mahabbatullah (dicintai Allah), yang ditandai dengan adanya perlindungan dari dunia, pemeliharaan yang baik, dikaruniai sifat lemah lembut, diterima penduduk bumi, mendapat cobaan, dan mati dalam keadaan melakukan amal shalih.

Dalam hal ini, Nabi saw. bersabda: “ Jika Allah mencitai seorang hamba, maka ia akan memaduinya. ” Sahabat bertanya tentang ‘ memadui ' itu, dan Nabi menjawab, “ Diberi taufiq untuk beramal shalih saat ajalnya, sehingga ia disenangi tetangga dan orang sekitarnya ” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Buku ini memang sangat bagus sekali dibaca oleh orang yang mendambakan cinta sejati, yang terikat dengan jalinan cinta bersama Rabb-nya, karena buku ini juga mengurai tentang serangkaian amal yang bisa mendatangkan mahabbatullah . Semisal membaca al-Qur ' an sambil mentadabburi dan memahami maknanya, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan ibadah sunnah, setelah ibadah wajib. Selalu mengingat Allah di setiap saat, baik dengan lisan, hati, amal, atau keadaan. Mengutamakan ( itsar ) Kekasih di atas keinginan pribadi dan berusaha menggapai cinta-Nya.

Selain itu, menyaksikan berbagai macam kebaikan, karunia dan nikmat-Nya, baik zhahir maupun batin. Pengenalan dan penyaksian hati akan nama-nama dan sifat-sifat Allah, remuk redam hati di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya pada saat nuzul ilahi (turunnya Allah) di tengah malam. Nabi bersabda: “ Rabb kita (Allah SWT.) turun ke langit dunia tiap malam, hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Dia berfirman: siapa yang berdoa kepada-Ku akan Ku-kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Ku-beri, dan siapa yang memohon ampunan akan Ku-ampuni ” (HR. Malik, dan lainnya).

Juga duduk-duduk dan bergaul dengan para pencinta Allah yang sejati, menjauhi segala hal yang bisa menghalangi hati dari Allah, mengikuti Nabi saw. dalam perbuatan, ucapan, dan akhlaknya, dan zuhud terhadap dunia.

Menurut penulis, ada tiga formula yang bisa membantu tumbuhnya sikap zuhud ini. Pertama , kesadaran hamba bahwa dunia hanyalah naungan sementara, sekadar angan yang datang bertamu. Kedua , kesadaran hamba bahwa di balik dunia, ada yang lebih besar, lebih mulia dan lebih penting, yaitu kampung keabadian akhirat. Ketiga , kesadaran hamba bahwa sikap zuhud terhadap dunia tidak akan menghalangi apa yang telah ditakdirkan. Demikian pula ambisinya terhadap dunia tidak akan mampu mendatangkan sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Bila hal ini telah diyakini sepenuhnya hingga sampai pada tingkat ilmul-yaqin , maka ia akan mudah bersikap zuhud terhadap dunia. (Makmun Nawawi).