Friday, October 28, 2005

Menggapai Ampunan Allah dgn Taubat dan Istighfar

Oleh: "Ummu Qonita"
Diposting di milis Fahima

Sahabat Fahima yg dirahmati Allah, kalau kita perhatikan diri kita sebagai manusia, ternyata kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Manusia bukanlah seperti malaikat yang ma'shum dari segala kesalahan, tidak pernah sekalipun mereka meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun melanggar larangan-laranganNya.

Karena terlalu banyak dosa dan kesalahan yang kita lakukan, sudah menjadi keharusan bagi kita kaum muslimin untuk bertaubat atas segala kesalahan yang pernah kita lakukan dan senantiasa meminta ampun kepadaNya. Banyak sekali dalil yang menunjukkan
kewajiban bertaubat.

Firman Allah SWT:
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. 24:31)

Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada penduduk Madinah yang jelas adalah orang-orang yang beriman dan merupakan umat yang terbaik. Mereka adalah orang-orang
yang beriman di hadapan Rasulullah SAW, sabar dalam mempertahankan keimanan mereka walaupun menghadapi siksaan yang luar biasa pedihnya dari golongan kafir
Quraisy, berhijrah bersama Rasulullah SAW meninggalkan harta benda dan kampung halaman mereka yang tercinta,mereka berjuang menegakkan agama Islam bersama
Rasulullah SAW. Mereka yang demikianpun diperintahkan Allah SWT agar bertaubat kepadaNya. Bagaimana dengan kita yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
mereka?

Rasulullah SAW bersabda:
Hai sekalian manusia bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampunan darinya, sesungguhnya saya bertaubat dalam sehari seratus kali. (HR: Muslim).

Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan, "Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya." Tetapi, kalimat itu tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis
ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama, semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka, telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.Imam ar-Raghib al-Ashfahani menerangkan, "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena
keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya, dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti).
Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna."

Syarat-syarat taubat :

Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika dosa itu adalah dosa terhadap Allah SWT dan tidak ada sangkut pautnya dengan anak cucu Adam, maka syarat
taubatnya ada tiga :
1. Berhenti dari melakukan perbuatan dosa itu.
2. Menyesal telah melakukan perbuatan dosa tersebut.
3. Berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi untuk
selama-lamanya.

Jika taubat itu berkaitan dengan manusia, maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat seperti di atas,dan keempat hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi)hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf."

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam ar-Raghib al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Allah SWT berfirman,
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10).

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun
(istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

Kapan pintu taubat ditutup?
Allah SWT akan selalu menerima taubat hambaNya selama ajal belum menjemput orang tersebut. Apabila roh telah sampai ke hulqum (tenggorokan ) maka taubat seseorang
itu sudah tidak berguna lagi. Rasulullah SAW bersabda:Sesungguhnya Allah SWT menerima taubat seorang hamba selama roh belum sampai ke tenggorrokan ( HR: Ahmad,
Ibnu Majah, Tirmizi dan ia berkata : hadits hasan ).

Pintu taubat juga sudah tertutup apabila matahari telah terbit dari arah barat. Rasululllah SAW bersabda:
Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari tempat tenggelamnya (sebelah barat ), niscaya Allah SWT akan menerima taubatnya. (HR: Muslim )

Walau demikian, janganlah kita menunda-nunda taubat.Karena taswif (menunda-nunda ) adalah tanda orang yang tidak beruntung- wal'iyaazu billah.

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW menjelaskan:
Sesungguhnya Allah SWT membuka tanganNya di waktu malam agar bertaubat orang yang bersalah di siang hari, dan membuka tanganNya di waktu siang agar bertaubat orang yang bersalah ( berdosa ) di malam hari, sampai terbit matahari dari sebelah barat. (HR: Muslim ).

Allah akan selalu menerima taubat hambaNya sebesar apapun dosa itu.

Beberapa faedah taubat dan istighfar
1. Sebagai penolak bala dan azab dari Allah SWT.
Disamping sebagai sebuah kewajiban, taubat juga sebagai benteng dari turunnya azab Allah SWT. Firman Allah SWT:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada diantara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun". (QS. 8:33)
Abu Musa Al Asy'ari r.a. pernah mengatakan tentang ayat di atas: "Kita mungkin masih bisa tenang pada masa hidup Rasulullah SAW, karena kita semua yakin bahwa Allah SWT tidak akan menurunkan azabNya selama beliau masih ada di tengah-tengah kita. Sekarang, setelah Rasulullah SAW tiada, tidak ada lagi yang bisa menahan turunnya azab Allah SWT kecuali kalau kita senantiasa meminta ampun kepadaNya."

2. Taubat dan Istighfar pembuka pintu rizki.
Beberapa nash (teks) Alquran dan hadis menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rezeki dengan karunia Allah (QS.Nuh:10-12, Hud: 52).

Ayat yang lain adalah firman Allah:
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat." (Hud:3).

Dalil lain bahwa beristighfar dan taubat adalah diantara kunci-kunci rezeki, yaitu hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata,Rasulullah bersabda, "Barangsiapa memperbanyak
istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan
memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka."

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rezeki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Dan, hendaknya setiap muslim waspada, sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab, itu adalah pekerjaan para pendusta.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rezeki-rezeki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

Wallahu A'lamu Bishshawab.

Sumber:
www.alislam.or.id
www.aldakwah.com; buletin ar risalahTahun I No. 57 &
58, Tanggal 16 & 23/ 11 / 1422 H

Wassalamu'alaikum wrwb

Sunday, October 16, 2005

Kuatkan Militansi

Oleh KH. Rahmat Abdullah

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang
sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan
berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang
merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah
(kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Ikhwah rahimakumullah,
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 yang artinya,
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..".(QS. Maryam (19):12)

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang
ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya
melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna
jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang
sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan
berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang
merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah
(kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para
pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan :
"Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil
yang tertata dengan baik".
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang
setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian
kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah
hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh
ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang
da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini.
Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang
lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai
melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat
dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi
ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan
kalimatnya yang terkenal tersebut.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di
dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang
mendalam: "Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat)
segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu;
maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan
suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan
sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri
orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12
: "Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya
juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan
jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri
Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad
yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi,
semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan
melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah
tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang
mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi
kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita :
"Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan
para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang
usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak
pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang.
Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya,
dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.

Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin
meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120,
orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah
yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat
menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya
ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah
(kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata
hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya:
"Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan
bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk
menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan
pengikut-pengikutnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah
kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan
kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu
didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri.
Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya
pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di
keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak
akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian
derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari
kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad,
kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana
kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan
Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari
belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.

Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara
penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para
pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah
menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum
yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala
yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama
menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah,
tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi
kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan
kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba
bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah
Nabi Musa as dan kaumnya.

Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 :

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di
antara umat-umat yang lain".

"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada
musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".

"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka
keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".

"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah)
yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya
kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman".

"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya
selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja".

"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri
dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang
yang fasiq itu".

"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka
janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq
itu".

Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan
sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak
lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh
lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau
berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha
merubahnya sendiri".

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka,
seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti
ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun
beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan
mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala
kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS.
Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling
melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan
tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi
petunjuk kepadaku".

Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran)
bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan
mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan
Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan
para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut,
musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua
itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh
merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa
kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun"
yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat
bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.

Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan
dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa
dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina
dengan selamat. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In
tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau
menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).

Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah
dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah
menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan
Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi,
sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka
selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri
itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi
berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang
dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan
tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila
hanya mendapat satu jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat
mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap
pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami
pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk
berdo'a pada Tuhan kita".

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak
keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu
membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah
salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau
berdiri menonton saja.

Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau:
"Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum
kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan
Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan
para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka
mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama
atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal
Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan.
Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan
perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di
kalangan ulama-ulama amilin.

Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang
notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya
pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul
dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing
sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah,
didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada
Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur
kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama
jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih
suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan
berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki
akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau
berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat
cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia
baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan
kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan
ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan
merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu
adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di
telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada
sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada
keabadian.

Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara
daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di
penjara, sementara yang salah malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as.
Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk
melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka
karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan
manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan
milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya
cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada
dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya
penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada
surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi
berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang
berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita
dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk
berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa
ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita
terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap
memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya.
Amin.

Wallahu a'lam bis shawab


Rahmat Abdullah

Thursday, October 13, 2005

Renungan ttg Bulan Ramadhan, Hasan Al Banna

-=ceramah Hasan Al Banna=-

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt. Kita
ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi
Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya,
serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari
kiamat.

Wahai Ikhwan yang mulia. Saya sampaikan salam
penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah
yang diberkati dan baik: assalamu 'alaikum wa
rahmatullah wa barakatuh.

Pada malam ini, yang merupakan akhir bulan Sya'ban,
kita menutup serial kajian kita tentang Al-Qur'anul
Karim, tentang kitab Allah swt. Insya Allah, pada
sepuluh malam yang pertama bulan Syawal, kita kembali
kepada tema tersebut. Setelah itu kita akan membuka
serial baru dari ceramah-ceramah Ikhwan, yang temanya
insya Allah: Kajian-Kajian tentang Sirah Nabi dan
Tarikh Islam.

Ramadhan adalah bulan perasaan dan ruhani, serta saat
untuk menghadapkan din kepada Allah. Sejauh yang saya
ingat, ketika bulan Ramadhan menjelang, sebagian
Salafush Shalih mengucapkan selamat tinggal kepada
sebagian lain sampai mereka berjumpa lagi
dalam shalat 'Id. Yang mereka rasakan adalah ini bulan
ibadah, bulan untuk melaksanakan shiyam (puasa) dan
qiyam (shalat malam) dan kami ingin menyendiri hanya
dengan Tuhan kami.

Ikhwan sekalian, sebenarnya saya berupaya untuk
mencari kesempatan untuk mengadakan kajian Selasa pada
bulan Ramadhan, tetapi saya tidak mendapatkan waktu
yang sesuai. Jika sebagian besar waktu selama setahun
telah digunakan untuk mengadakan kajian-kajian tentang
Al-Qur'an, maka saya ingin agar waktu yang ada di
bulan Ramadhan ini kita gunakan untuk melaksanakan
hasil dari kajian-kajian tersebut. Apalagi, banyak di
antara ikhwan yang melaksanakan shalat tarawih dan
memanjangkannya, sampai mengkhatamkan Al-Qur'an satu
kali di bulan Ramadhan. Ini merupakan cara
mengkhatamkan yang indah. Jibril biasa membacakan dan
mendengarkan bacaan Al-Qur'an dari Nabi saw. sekali
dalam setahun. Nabi saw. mempunyai sifat dermawan, dan
sifat dermawan beliau ini paling menonjol terlihat
pada bulan Ramadhan ketika Jibril membacakan dan
mendengarkan bacaan Al-Qur'an beliau. Beliau lebih
dermawan dan pemurah dibandingkan dengan angin yang
ditiupkan. Kebiasaan membacakan dan mendengarkan
bacaan Al-Qur'an ini terus berlangsung sampai pada
tahun ketika Rasulullah saw. diberi pilihan untuk
menghadap kepada Ar-Rafiq Al-A'la (Allah swt. — pen.),
maka ketika itu Jibril membacakan dan mendengarkan
bacaan Al-Qur'an beliau dua kali. Ini merupakan
isyarat bagi Nabi saw. bahwa tahun ini merupakan tahun
terakhir beliau hidup di dunia.

Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan Al-Qur'an.
Rasulullah saw. pernah bersabda mengenainya,
"Puasa dan Al-Qur'an itu akan memberikan syafaat
kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, *Ya
Rabbi, aku telah menghalangi-nya dari makan dan
syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan
syafa 'at untuknya. ' 'Sedangkan Al-Qur'an akan
berkata, 'Ya Rabbi, aku telah mengbalanginya dan tidur
di malam hari, maka perkenankan aku memberikan syafaat
untuknya. 'Maka Allah memperkenankan ke-duanya
memberikan syafaat. " (HR. Imam Ahmad dan Ath
Thabrani)

Wahai Ikhwan, dalam diri saya terbetik satu pemikiran
yang ingin saya bicarakan. Karena kita berada di pintu
masuk bulan Puasa, maka hendaklah pembicaraan dan
renungan kita berkaitan dengan tema bulan Ramadhan.

Ikhwan sekalian, kita telah berbicara panjang lebar
tentang sentuhan perasaan cinta dan persaudaraan yang
dengannya Allah telah menyatukan hati kita, yang salah
satu dampaknya yang paling terasa adalah terwujudnya
pertemuan ini karena Allah. Bila kita tidak akan
berjumpa dalam masa empat pekan atau lebih, maka bukan
berarti bara perasaan ini harus padam atau hilang.
Kita tidak mesti melupakan prinsip-prinsip luhur
tentang kemuliaan dan persaudaraan karena Allah, yang
telah dibangun oleh hati dan perasaan kita dalam
majelis yang baik ini. Sebaliknya, saya yakin bahwa la
akan tetap menyala dalam jiwa sampai kita bisa
berjumpa kembali setelah masa liburan ini, insya
Allah. Jika ada salah seorang dari Anda melaksanakan
shalat pada malam Rabu, maka saya berharap agar ia
mendoakan kebaikan untuk ikhwannya. Jangan Anda
lupakan ini! Kemudian saya ingin Anda selalu ingat
bahwa jika hati kita merasa dahaga akan perjumpaan ini
selama pekan-pekan tersebut, maka saya ingin Anda
semua tahu bahwa dahaganya itu akan dipuaskan oleh
mata air yang lebih utama, lebih lengkap, dan lebih
tinggi, yaitu hubungan dengan Allah swt., yang
merupakan cita-cita terbaik seorang mukmin bagi
dirinya, di dunia maupun akhirat.

Karena itu, Ikhwan sekalian, hendaklah Anda semua
berusaha agar hati Anda menyatu dengan Allah swt. pada
malam-malam bulan mulia ini. Sesungguhnya puasa adalah
ibadah yang dikhususkan oleh Allah swt. bagi diri-Nya
sendiri.
"Semua amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali
puasa. la untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya."

Ini, wahai Akhi, mengisyaratkan bahwa setiap amal yang
dilaksanakan oleh manusia mengandung manfaat lahiriah
yang bisa dilihat, dan di dalamnya terkandung semacam
bagian untuk diri kita. Kadang-kadang jiwa seseorang
terbiasa dengan shalat, sehingga ia ingin melaksanakan
banyak shalat sebagai bagian bagi dirinya.
Kadang-kadang ia terbiasa dengan dzikir, sehingga ia
ingin banyak berdzikir kepada Allah sebagai bagian
bagi dirinya. Kadang-kadang ia terbiasa dengan
menangis karena takut kepada Allah, maka ia ingin
banyak rnenangis karena Allah sebagai bagian bagi
dirinya. Adapun puasa, wahai Akhi, di dalamnya tidak
terkandung apa pun selain larangan. Ia harus
melepaskan diri dari bermacam keinginan terhadap apa
yang menjadi bagian dirinya. Bila kita terhalang untuk
berjumpa satu sama lain, maka kita akan banyak
berbahagia karena bermunajat kepada Allah swt. dan
berdiri di hadapan-Nya, khusus-nya ketika melaksanakan
shalat tarawih.

Ikhwan sekalian, hendaklah senantiasa ingat bahwa Anda
semua berpuasa karena melaksanakan perintah Allah swt.
Maka berusahalah sungguh-sungguh untuk beserta dengan
Tuhan Anda dengan hati Anda pada bulan mulia ini.
Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan keutamaan. la
mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah swt. Hal
ini telah dinyatakan dalam kitab-Nya, "(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan
yang batil)." (Al-Baqarah:185)

Wahai Akhi, pada akhir ayat ini Anda mendapati: "Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu." (Al-Baqarah: 185) Puasa adalah
kemanfaatan yang tidak mengandung bahaya. Dengan
penyempurnaan puasa ini, Allah swt. akan memberikan
hidayah kepada hamba-Nya. Jika Allah memberikan taufiq
kepada Anda untuk menyempurnakan ibadah puasa ini
dalam rangka menaati Allah, maka ia adalah hidayah dan
hadiah yang patut disyukuri dan selayaknya Allah
dimahabesarkan atas karunia hidayah tersebut. "Dan
hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.
(Al-Baqarah: 185) Kemudian, lihatlah wahai Akhi,
dampak dari semua ini. "Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
(Al-Baqarah; 186)

Wahai Akhi, di sini Anda melihat bahwa Allah Yang Maha
Benar meletakkan ayat ini di tempat ini untuk
menunjukkan bahwa Dia swt. paling dekat kepada
hamba-Nya adalah pada bulan mulia ini.

Allah swt. telah mengistimewakan bulan Ramadhan.
Mengenai hal ini terdapat beberapa ayat dan hadits.
Nabi saw. bersabda,
"]ika bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu,
kemudian datang seorang penyeru dari sisi Allah Yang
Mahabenar swt "Wahai pencari kejahatan, berhentilah!
Dan wahai pencari kebaikan, kemarilah!'"

Wahai Akhi, pintu-pintu surga dibuka, karena manusia
berbondong-bondong melaksanakan ketaatan, ibadah, dan
taubat, sehingga jumlah pelakunya banyak. Setan-setan
dibelenggu, karena manusia akan beralih kepada
kebaikan, sehingga setan tidak mampu berbuat apa-apa.
Hari-hari dan malam-malam Ramadhan, merupakan
masa-masa kemuliaan yang diberikan oleh Al-Haq swt.,
agar orang-orang yang berbuat baik menambah
kebaikannya dan orang-orang yang berbuat jahat mencari
karunia Allah swt. sehingga Allah mengampuni mereka
dan menjadikan mereka hamba-hamba yang dicintai dan
didekatkan kepada Allah.

Keutamaan dan keistimewaan paling besar bulan ini
adalah bahwa Allah swt. telah memilihnya menjadi waktu
turunnya Al-Qur'an. Inilah keistimewaan yang dimiliki
oleh bulan Ramadhan. Karena itu, Allah swt.
mengistimewakan dengan menyebutkannya dalam
kitab-Nya." (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al-Qur'an." (Al-Baqarah: 185)

Ada ikatan hakikat dan fisik antara turunnya Al-Qur'an
dengan bulan Ramadhan. Ikatan ini adalah selain bahwa
Allah telah menurunkan Al-Qur'an di bulan Ramadhan,
maka di bulan ini pula Dia mewajibkan puasa. Karena
puasa artinya menahan diri dari hawa nafsu dan
syahwat. Ini merupakan kemenangan hakikat spiritual
atas hakikat materi dalam diri manusia. Ini berarti,
wahai Akhi, bahwa jiwa, ruh, dan pemikiran manusia
pada bulan Ramadhan akan menghindari tuntutan-tuntutan
jasmani. Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada
di puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan
oleh syahwat dan hawa nafsu. Ketika itu ia dalam
keadaan paling siap untuk memahami dan menerima ilmu
dari Allah swt. Karena itu, bagi Allah, membaca
Al-Qur'an merupakan Ibadah paling utama pada bulan
Ramadhan yang mulia.

Pada kesempatan ini, Ikhwan sekalian, saya akan
meringkaskan untuk Anda semua pandangan-pandangan saya
tentang kitab Allah swt., dalam kalimat-kalimat
ringkas.

Wahai Ikhwan yang mulia, tujuan-tujuan asasi dalam
kitab Allah swt. dan prinsip-prinsip utama yang
menjadi landasan bagi petunjuk Al-Qur'an ada empat:

1. Perbaikan Aqidah
Anda mendapati bahwa Al-Qur'anul Karim banyak
menjelaskan masalah aqidah dan menarik perhatian
kepada apa yang seharusnya tertanam sungguh-sungguh di
dalam jiwa seorang mukmin, agar ia bisa mengambil
manfaatnya di dunia dan di akhirat. Keyakinan bahwa
Allah swt. adalah Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa, Yang
menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan bersih dari
seluruh kekurangan. Kemudian keyakinan kepada hari
akhir, agar setiap jiwa dihisab tentang apa saja yang
telah dlkerjakan dan ditinggal kannya. Wahai Akhi,
jika Anda mengumpulkan ayat-ayat mengenai aqidah dalam
Al-Qur'an, niscaya Anda mendapati bahwa keseluruhannya
mencapai lebih dari sepertiga Al-Qur'an. Allah swt.
berfirman dalam surat Al-Baqarah, "Hai manusia,
beribadahlah kepada Rabb kalian Yang telah menciptakan
kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar
kalian bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah
kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal
kalian mengetahui." (Al-Baqarah: 21-22)

Wahai Akhi, setiap kali membaca surat ini, Anda
mendapati kandungannya ini melintang di hadapan Anda.
Allah swt. juga ber-firman dalam surat Al-Mukminun,
"Katakanlah, 'Kepunyaan siapa-kah bumi ini, dan semua
yang ada padanya, jika kalian mengetahui?' Mereka akan
menjawab, 'Kepunyaan Allah.' Katakanlah, 'Maka apakah
kalian tidak ingat?' Katakanlah, 'Siapakah Yang
Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang
besar?' Mereka akan menjawab, 'Kepunyaan Allah.'
Katakanlah, 'Maka apakah kalian tidak bertaqwa?'
Katakanlah, 'Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(adzab)-Nya, jika kalian mengetahui?' Mereka akan
menjawab, 'Kepunyaan Allah.' Katakanlah, '(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?'
Sebenar-nya Kami telah membawa kebenaran kepada
mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang
berdusta." (Al-Mukminun: 84-90)

Allah swt. juga berfirman di surat yang sama, "Apabila
sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian
nasab di antara mereka pada hari itu dan tidak pula
mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat
timbangan (kebaikannya) maka mereka itulah orang-orang
yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan
timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah
orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka
kekal di dalam neraka Jahanam." (Al-Mukminun: 101-103)

Allah swt. juga berfirman, "Apabila bumi diguncangkan
dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya.
Dan manusia bertanya, 'Mengapa bumi (jadi begini)?'
Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Karena
sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang
demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia keluar
dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan
mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrab pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrab pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula." (Az-Zalzalah: 1-8)

Allah swt. berfirman, "Hari Kiamat. Apakah hari Kiamat
itu? Tahukah kalian apakah hari Kiamat itu?"
(Al-Qari'ah: 1-3) Dalam surat lain Allah berfirman,
"Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. Sampai
kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak
kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu).
Dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui."
(At-Takatsur: 1-4)
Wahai Akhi, ayat-ayat mi menjelaskan hari akhirat
dengan pen-jelasan gamblang yang bisa melunakkan hati
yang keras.

2. Pengaturan Ibadah
Anda juga membaca firman Allah swt. mengenai ibadah.
"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat."
(Al-Baqarah: 43) "...diwajib-kan atas kalian berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian." (Al-Baqarab: 183) "...mengerjakan haji adalah
kewa-jiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (All
Imran: 97) "Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun.'" (Nub: 10) Dan banyak lagi ayat-ayat lain
mengenai ibadah.

3. Pengaturan Akhlak
Mengenai pengaturan akhlak, wahai Akhi, Anda bisa
membaca firman Allah swt. "Dan demi jiwa serta
penyempurnaan (ciptaan)-nya. Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya."
(Asy-Syams: 7-8) "...Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada dalam diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd:11)
"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan
orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal
saja yang dapat mengambil pelajaran. (Yaitu)
orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian. Dan orang-orang yang sabar karena
mencari ridha Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta
menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah
yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (Yaitu)
surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama
dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya,
istri-istrinya dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu. (Sambil mengucapkan), 'Salamun 'alaikum
bima shabartum (keselamatan atasmu berkat
kesabaranmu),' maka alangkah baiknya tempat kesudahan
itu." (Ar-Ra'd: 19-24) Wahai Akhi, Anda mendapati
bahwa akhlak-akhlak mulia bertebaran dalam kitab Allah
swt. dan bahwa ancaman bagi akhlak-akhlak tercela
sangatlah keras. "Dan orang-orang yang memutuskan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan
mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang
memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman
yang buruk (Jahanam)." (Ar-Ra'd: 25)

Inilah peraturan-peraturan tersebut, Ikhwan sekalian,
sebenarnya, peraturan-peraturan itu lebih tinggi
daripada yang dikenal oleh manusia, karena di dalamnya
terkandung semua yang dikehendaki manusia untuk
mengatur urusan masyarakat. Ketika mengupas sekelompok
ayat, maka Anda mendapati makna-makna ini jelas dan
gamblang. "Seperempat Juz Khamr" yang diawali dengan
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi"
(Al-Baqarah: 219), mengandung lebih dari dua puluh
lima hukum praktis: tentang khamr, judi, anak-anak
yatim, pernikahan laki-laki dan wanita-wanita musyrik,
haid, sumpah, ila', talak, rujuk, khuluk, nafkah, dan
hukum-hukum lainnya yang banyak sekali Anda dapatkan
dalam seperempat juz saja. Hal ini karena surat
Al-Baqarah datang untuk mengatur masyarakat Islam di
Madinah.

Ikhwan tercinta, hendaklah Anda semua menjalin
hubungan dengan kitab Allah. Bermunajatlah kepada
Tuhan dengan kitab Allah. Hendaklah masing-masing dari
kita memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang telah
saya sebutkan ini, karena itu akan memberikan manfaat
yang banyak kepada Anda, wahai Akhi. Insya Allah Anda
akan mendapatkan manfaat darinya.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina
Muhammad dan kepada segenap keluarga dan sahabatnya.

from : ceramah2 hasan Al Banna, EraIntermedia.

Monday, October 10, 2005

Hal2 yang Khusus di Bulan Ramadhan untuk Muslimah

A. Muqoddimah
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan puasa dengan tujuan menggapai taqwa. Perintah ini adalah umum, artinya berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam rincian pelaksanaan puasa, ada beberapa hal yang khusus untuk wanita, karena adanya perbedaan fithrah antara laki-laki dan perempuan.
Kami memandang perlu untuk memuat hal ini, karena sering menjadi permasalahan yang kadang-kadang membuat seorang Muslimah ragu dalam menentukan sikap. Mudah-mudahan panduan ini bermanfaat.

B. Panduan Umum
1. Wanita sebagaimana pria disyariatkan memanfaatkan bul;an suci ramadhan untuk banyak beribadah. Seperti memperbanyak membaca Al-Quran, dzikir, doa, sedekah dan lain-lain, karena pada bulan ini seluruh amalan akan dilipatgandakan pahalanya.
2. Mengajarkan kepada anak-anak akan pentingnya bulan ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahamam yang mereka miliki.
3. Tidak menghabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang diantara tugas wanita adalah menyiapkan makanan berbuka, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Melaksanakan sholat pada waktunya.

C. Hukum Berpuasa Bagi Muslimah
Berdasarkan keumuman Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 serta hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, maka para ulama sepakat bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib,apabila memenuhi syarat-syaratnya, yaitu, berakal, baligh, mukim dan tidak ada hal-hal yang menghalangi puasa.

D. Sholat Tarawih, I’tikaf dan Lailatul Qadar
Wanita diperbolehkan melaksanakan sholat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah” (HR.Bukhari). Perbuatan ini juga dilakukan oleh ulama salafus saleh.
Namun demikian wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai wangi-wangian, dan hendaknya keluar setelah mendapatkan izin dari suami atau orang tua.
“Shaf wanita berada dibelakang shaf pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling” (HR. Muslim).
Tetapi jika ia ke mesjid hanya untuk sholat, tidak untuk yang lainnya seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan al Quran yang dibacakan dengan indah, maka sholat dirumahnya adalah lebih afdhol.
Wanita juga boleh melakukan I’tikaf baik dimasjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, tentunya setelah mendapat izin dari suami atau orangtuanya. Untuk wanita, sebaiknya melakukan I’tikaf di masjid yang menempel dengan rumahnya atau yang berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus buat wanita.
Wanita juga diperbolehkan untuk berlomba menggapai lailatul qadar sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sebagian isteri Rasululah (Lebih lanjut, lihat panduan I’tikaf dan lailatul qadar.

E. Haid dan Nifas
Wanita yang haid dan nifas tidak boleh berpuasa.
1. Apabila haid atau nifas keluar meskipun sekejap sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodho’nya (menggantinya) pada waktu yan lain.
2. Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
3. Apabila ia suci pada malam hari , maka ia wajib berepuasa disiang harinya meskipun ia suci sesaat sebelum fajar dan baru sempat mandi setelah terbit fajar.

F. Hamil dan Menyusui
1. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang terpercaya, maka hukum berbuka bahkan menjadi wajib, demi keselamatan janin yang ada dalam kandungan.
2. Apabila ibu hamil atau menyusui khawaatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama membolehkan ia untuk berbuka dan ia wajib untuk mengqodho’ puasanya. Dalam kondisi seperti ini, ia diqiyaskan seperti orang sakit.
3. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya, ia boleh berbuka. Setelah itu apakah ia wajib mengqodho’ atau membayar fidyah? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
a. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
b. Mayoritas ulama hanya mewajibkan mengqodho’ puasa.
c. Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya, puasa dan qodho.
d. Dr.Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu’ashirahnya mengatakan bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup dengan membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari), jika wanita yang bersangkutan tidak henti-hentinya hamil dan menyusui.Artinya tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesehatan untuk mengqodho’ puasanya. Lanjut Dr. Yusuf Qordhowi, apabila kita membebani wanita tersebut dengan juga mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia harus berpuasa beberapa tahun berturut-turut setelah itu, dan itu sangat memberatkan , sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya.

G. Wanita Yang Berusia Lanjut
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk mengqodho’ puasanya pada tahun-tahun berikutnya,karena itu ia hanya wajib membayar fidyah.

H. Wanita dan Tablet Pengentas Haid
Syeikh Ibnu Utsaimin, salah seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengatakan bahwa penggunaan obat yang dapat menunda haid tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita pada masa Rasulullah tidak pernah membebani diri mereka dengan melakukan hal tersebut.
Namun apabila ada wanita yang melakukan hal ini, bagaimana hukumnya? Ada dua hal yang perlu menjadi perbincangan:
1. Apabila darah benar-benar terhenti, maka puasanya sah dan tidak diwajibkan untuk mengulang puasa.
2. Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa. (Masail ash Shiyam Hal.63 dan Jami’ul ahkam an Nisa :2/393)

I. Mencicipi Masakan
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan, tawar atau yang lainnya. Bolehkah ia mencicipi masakan tersebut ? Para ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai ke tenggorokan. Hal ini diqiyaskan dengan berkumur-kumur. (Jamiul ahkam an Nisa).
Sumber: Dewan Syariah PKS

Sunday, October 9, 2005

Panduan Qiyam Ramadhan dan Sholat Tarawih

Qiyam Ramadhan dan Sholat Tarawih adalah salah satu ibadah yang dianjurkan Rasulullah SAW, tetapi terkadang pelaksanaannya dapat mengganggu ukhuwwah Islamiyah, karena terdapat perbedaan pada beberapa hal. Oleh karena itu kami membuat panduan ini agar umat Islam dapat memahami berbagai perbedaan tersebut dan tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak Ukhuwwah Islamiyyah.

1. Anjuran Melaksanakan Qiyam dan Tarawih di Bulan Ramadhan.
Merupakan anjuran Nabi SAW menghidupkan malam ramadhan dengan memperbanyak sholat. Hal itu dapat terpenuhi dengan mendirikan Tarawih disepanjang malam ramadhan. Fakta adanya pemberlakuan sholat Tarawih secara turun temurun sejak Nabi SAW hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah kebenarannya. Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa sholat tarawih itu disyariatkan. Rasulullah SAW bersabda :

عن أبى هريرة قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب فى قيام رمضان من غير أن يأمرهم بعزيمة ويقول من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (متفق عليه)

“Dari Abu Hurairah menceritakan, bahwa Nabi SAW sangat menganjurkan qiyam ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mendirikan sholat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan maka ia iampuni dosa-dosa yang telah lampau” (Muttafaq alaih, lafadz Imam Muslim dalam shahihnya: 6/40).

2. Pemberlakuan Jamaah Shalat Tarawih
Pada awalnya sholat tarawih dilaksanakan Nabi Saw. dengan sebagian sahabt secara berjamaah di masjid Nabawi.Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi Saw. membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendir-sendiri. Hingga dikemudian hari , ketika Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena sholat tarawih yang terpencar-pencar dalam masjid Nabawi, terbersit dalam hati Umar untuk menyatukannya sehingga terbentuklah sholat tarawih berjamaah yang dipimpim Ubay bin Kaab. Kisah ini terekam dalam hadits muttafaq alaih riwayat A’isyah (al Lu’lu’ wal marjan :436).
Dari sini mayoritas ulama menetapkan bahwa sholat tarawih secara berjamaah hukumnya sunnah. (Lihat Syarh Muslim oleh Nawawi:6/39).

3. Wanita Melaksanakan Tarawih
Pada dasarnya wanita lebih baik sholat di rumahnya, termasuk juga sholat tarawih. Namun jika tidak ke mesjid dia tidak berkesempatan atau tidak melaksanakannya maka kepergiannya ke mesjid untuk hal tersebut akan mempereoleh kebaikan yang sangat banyak. Pelaksanaannya tetap memperhatikan etika wanita ketika di luar rumah.

4. Jumlah Rakaat Tarawih
Dalam Riwayat Bukhari tidak menyebutkan berapa rakaat Ubay bin Kaab melaksanakan tarawih. Demikian juga riwayat Aisyah – yang menjelaskan tentang tiga malam Nabi Saw. mendirikan tarawih bersama para sahabat -- tidak menyebutkan jumlah rakaatnya, sekalipun dalam riwayat Aisyah lainnya ditegaskan tidak adanya pembedaan oleh Nabi Saw. tentang jumlah rakaat sholat malam baik didalam maupun di luar ramadhan. Namun riwayat ini nampak pada konteks yang lebih umum yaitu sholat malam. Hal itu terlihat pada kecenderungan ulama dalam menempatkan riwayat ini pada bab sholat malam secara umum. Misalnya Imam Bukhari meletakkannya pada Bab Sholat Tahajud, Imam Malik pada bab Sholat Witir Nabi Saw. (Lihat Fathul Bari 4/250; Muwattha’ dalam Tanwir Hawalaik:141).
Hal tersebut memunculkan perbedaan dalam jumlah rakaat Tarawih yang berkisar dari 11, 13, 21, 23, 36 bahkan 39 rakaat.
Akar persoalan ini sesungguhnya kembali pada riwayat-riwayat sebagai berikut:
a. Hadits Aisyah:
ما كان يزيد فى رمضان ولا فى غيره على إحدى عشرة

“Nabi tidak pernah melakukan sholat malam lebih dari 11 rakaat baik di bulan ramadhan maupun di luar ramadhan” (Al Fath: Ibid).

b. Imam Malik dalam Muwattha’nya meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim ad Dari untuk melaksanakan sholat tarawih 11 rakaat dengan rakaat-rakaat yang sangat panjang. Namun dalam raiwayat Yazid bin ar Rumman bahwa jumlah rakaat yang didirikan di masa Umar bin Khattab 23 rakaat (Al Muwattha’ dalam Tanwirul Hawalaik:138).
c. Imam at Tirmidzi menyatakan bahwa Umar dan Ali serta sahabat lainnya menjalankan sholat tarawih sejumlah 20 rakaat (selain witir). Pendapat ini didukung oleh ats Tsauri,Ibnu Mubarak dan ay Syafi’ie (Lihat Fiqh Sunnah : 1/195).
d. Bahkan di masa Umar bin Abdul Aziz kaum muslimin sholat tarawih hingga 36 rakaat ditambah wititr tiga rakaat. Hal ini dikomentari Imam Malik bahwa masalah ini sudah lama menurutnya (alFath: Ibid)
e. Imam asy Syafi’I dari riwayat az Za’farani mengatakan bahwa ia sempat menyaksikan umat Islam melaksanaka sholat tarawih di Madinah dengan 39 raka’at, dan di Makkah 33 rakaat, dan menurutnya hal tersebut memang memiliki kelonggaran (al Fath: Ibid)
Dari riwayat diatas jelas akar persoalan dalam jumlah rakaat tarawih bukanlah persoalan jumlah melainkan kualitas rakaat yang hendak didirikan. Ibnu Hajar berpendapat, “Bahwa perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih muncul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat yang panjang maka berakibat pada sedikitnya jumlah rakaat dan demikian sebaliknya.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam asy Syafi’i, “Jika shalatnya panjang dan jumlah rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang pada yang pertama.” Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa orang yang menjalankan tarawih 8 rakaat dengan witir 3 rakaat dia telah mencontoh Nabi, sedangkan yang menjalankan tarawih dengan 23 mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat dan tabi’in.Bahkan menurut Imam Malik hal itu telah berjalan lebih dari ratusan tahun.
Hal yang sama juga diungkap oleh Imam Ahmad bahwa tidak ada pembatasan yang signifikan dalam jumlah rakaat tarawih melainkan tergantung panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan (Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/250 dst).
Imam az Zarqani mencoba menetralisir persoalan ini dengan menukil pendapat Ibnu Hibban bahwa tarawih pada mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat panjang, namun bergeser menjadi 20 rakaat (tanpa witir) setelah melihat adanya fenomena keberatan umat Islam dalam mendirikannya. Bahkan hingga bergeser menjadi 36 (tanpa witir) dengan alasan yang sama (Lihat Hasyiyah Fiqh Sunnah: 1/195).
Dengan demikian tidak ada alasan yang mendasar untuk saling berselisih karena persoalan jumlah rakaat sholat tarawih, apalagi menjadi sebab perpecahan umat yang bersatunya adalah sesuatu yang wajib. Jjika kita perhatikan dengan cermat maka yang menjadi konsensus dalam shalat tarawih adalah kualitas dalam menjalankannya dan bagaimana shalat tersebut benar-benar menjadi media komunikasi antara hamba dengan Rabb-nya lahir dan batin sehingga berimplikasi dalam kehidupan berupa ketenangan dan merasa selalu bersama-Nya dimana pun berada.

Cara Melaksanakan Sholat Tarawih
1. Dalam hadits Bukhari riwayat Aisyah menjelaskan bahwa cara Nabi Saw. dalam menjalankan sholat malam adalah dengan melakukan tiga kali salam, masing-masing terdiri dari 4 rakaat yang sangat panjang ditambah 4 rakaat yang panjang pula ditambah 3 rakaat sebagai penutup (Lihat Fathul Bari: Ibid).
2. Bentuk lain yang mendapatkan penegasan secara qauli dan fi’li juga menunjukkan bahwa sholat malam dapat pula dilakukan dua rakaat0dua rakaat dan ditutup satu rakaat. Ibnu Umar menceritakan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang cara Rasulullah Saw. mendirikan sholat malam, beliau menjawab : “sholat malam didirikan dua rakaat-dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat. (Muttafaq alaih al-Lu’lu wal Marjan: 432). Hal ini ditegaskan fi’liyah (perbuatan) Nabi Saw. dalam hadits Muslim dan Malik ra (Lihat Syarh shahih Muslim 6/46-47, Muwattha’dalam Tanwir: 143-144).
3. Dari sini Ibnu Hajar menegaskan bahwa Nabi SAW terkadang melakukan witir/menutup sholatnya dengan satu rakaat dan terkadang menutupnya dengan tiga rakaat.
Demikianlah penjelasan seputar sholat tarawih dalam perspektif Islam semoga bermanfaat.

Sumber: Dewan Syariah PKS

Thursday, October 6, 2005

Khutbah Rasululloh Menyambut bulan Ramadhan

Assalamualaikum saudaraku, pesan rasululloh berikut teramat berharga bagi santapan ruhiyah kita menjelang ramadhan ini. Andai saja ramadhan tahun ini adalah ramadhan terakhir kita, maka dengan mendawamkan seluruh pesannya dan dibarengi Niat Ikhlas, semoga Allah akan meningkatkan kemuliaan kita di dunia dan tentu di akhirat kelak.. amiin... Jadi tidak ada salahnya membaca berulang-ulang sampai hafalpun^-^. Selamat berjuang untuk ramadhan tahun ini 1426 H.
Original materi saya pernah baca di PK-Sejahtera.org, namun link berikut ada juga di temen saya ARS jazakillah khoir memudahkan mendapatkannya karena link PK-Sejahtera.org sedang sulit diakses.

Wahai manusia!
Sungguh telah datang pada kalian bulan Alloh dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Alloh.

Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tetamu Alloh dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan do'a-do'amu diijabah.

Bermohonlah kepada Alloh, Robbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Alloh membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Alloh di bulan yang agung ini.

Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada Alloh dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdo'a pada waktu sholatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Alloh Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih.

Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia!
Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah!
Alloh ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengadzab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Robbal-alamin.

Wahai manusia!
Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Alloh nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu.

Sahabat-sahabat lain bertanya: "Ya Rosululloh! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian." Rosululloh meneruskan "Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walau pun hanya dengan seteguk air."

Wahai manusia!
Siapa yang membaguskan akhlaqnya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Alloh akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Alloh akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Alloh akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Alloh akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Alloh akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa melakukan sholat sunat di bulan ini, Alloh akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 sholat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak sholawat kepadaku di bulan ini, Alloh akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Qur’an pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia!
Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Robbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu.

Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin berkata: "Aku berdiri dan berkata: 'Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?' Jawab Nabi: 'Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Alloh.'"

Marhaban Yaa Ramadhan...