Wednesday, August 31, 2005

Jangan berkeluh-kesah

Pada zaman dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram. Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya."Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain karena pasti tidak pernah risau dan bersedih hati."

Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati karena risau".
Abu Hassan bertanya, "Apa hal yang merisaukanmu?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan waktu itu aku mempunyai dua orang anak yang sudah bisa bermain dan yang satu masih menyusu, ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"
Lalu disuruh adiknya berbaring dan disembelihlah leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit dimana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habislah kulit badannya.

Berita ini terdengar kepada anakku yang telah menikah dan tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pingsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."
Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan lebih terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka seseorang tidak mendapat ganti kecuali kesia-siaan belaka."

Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat dianjurkan dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah saat terkena musibah.Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."
Begitu juga mengeluh. Perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan hukumnya haram. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda,: " Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah, merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."

Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.

Friday, August 26, 2005

19 Tanda Gagal Ramadhan

Saya pasang sekarang agar dapat diantisipasi sejak dini^-^

dari majalah Hidayatulloh

Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-Kiat menghindarinya gagalnya Ramadhan

1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya’ban.
Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Sya’ban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha berkata,

”Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban.”

2. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih.” (Maryam: 59)

Menurut Sa’id bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.

3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya:90)

“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi)

4. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.

Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).

5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an.

“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.

6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”

Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” (Al Muhalla VI: 178) Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak: “Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.”

8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: “…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…” Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.

Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.

9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.

“Allah bertanya: ‘ Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?’

Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’

Allah berfirman: ‘Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)

Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.

10. Labil dalam menjalani hidup.
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya.” (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)

Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.

11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan ‘amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.

12. Khianat terhadap amanah.
Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak.

Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.

13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4) Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.

14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.

15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.

16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.

17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.

“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18 )

18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.

Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.

19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali ke fitrah”. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara” Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.

Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.*Hidayatullah)

Thursday, August 25, 2005

Allah Mengetahui Bahwa Kita Sibuk, maka...


Oleh : Ust. Musyaffa A. Rahim, Lc.

Di dalam al mustakhlash fi tazkiyatil anfus Sa'id Hawa
rahimahullah menyebutkan 13 sarana yang bisa kita
jadikan sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kita
kepada Allah swt. Mulai dari shalat,
zakat-infaq-sedekah, puasa, haji, tilawatul qur'an,
dzikrullah, tafakkur alam dan seterusnya.

Meskipun demikian, kita masih sering merasakan adanya
kekeringan ruhani, karena kita memang sangat jarang
mengalirinya dengan siraman-siraman ruhani yang berupa
sarana-sarana tersebut. Atau istilah accu-nya, kita
jarang ngeces accu dan baterai ruhani yang kita miliki
dengan sarana-sarana Islamiyyah itu tadi.

Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan
klasik: sibuk dan repot alias susah mengatur dan
mendapatkan waktu senggang untuk menyiram dan
mengecesnya.

Kadangkala, kalau kita sedang berkumpul dengan sesama
kader, kita ingat bahwa ruhani kita sedang sangat
kekeringan. Namun begitu keluar dari majlis ikhwah,
kita kembali lagi menjadi manusia-manusia yang
"sibuk".

Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak
berarti meninggalkan langkah-langkah untuk melakukan
siraman-siraman dan pengecesan ruhani kita.

Mari kita renungkan bersama firman Allah swt berikut
ini:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu
berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam,
atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah
mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui
bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi
yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja
yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan
mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Muzzammil: 20).

Ayat ini menjelaskan bahwa:

1. Allah swt mengetahui bahwa kemampuan kita dalam
berqiyamullail berbeda-beda, ada yang hampir mampu
mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, ada
yang sepertiga malam.

2. Allah swt-lah yang membuat ukuran-ukuran siang dan
malam.

3. Allah swt mengetahui bahwa kita ini lemah dan tidak
akan mampu memenuhi kewajiban (ya, waktu itu
qiyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum
muslimin) itu.

4. Allah swt mengetahui bahwa diantara kita ada yang
sakit, ada yang sibuk mencari ma'isyah, ada yang sibuk
berperang fi sabilillah.

Meskipun Dia mengetahui kesibukan kita, namun Dia
tetap memerintahkan kepada kita untuk:

1. Membaca Al Qur'an (bahkan diulang dua kali) sesuai
dengan kemudahan kita.

2. Menegakkan shalat.

3. Membayar zakat, dan

4. Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah swt
(sedekah dan semacamnya).

5. Banyak-banyak beristighfar.

Artinya, betapapun kesibukan yang melanda kita, kita
tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhani kita dan
mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.

Ada banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar kita
tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman
dan pengecesan ruhani kita. Diantaranya adalah:

1. Kita harus mensplit waktu-waktu yang kita miliki
agar muncul menjadi berbagai macam saat, sehingga di
hadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita
daya gunakan.

Pada suatu kali seorang sahabat yang bernama Hanzhalah
bertemu Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Begitu bertemu Hanzhalah berkata: Nafaqa Hanzhalah
(Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar pernyataan
seperti itu Abu Bakar kaget, lalu berkata: "Kenapa?
Hanzhalah berkata: "Kalau kita berada di majlis nabi
saw seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri
suasana surga danneraka, akan tetapi begitu ketemu
anak-anak, kita lupa semua yang kita rasakan tadi".
Mendengar penjelasan seperti itu Abu Bakar menjawab:
"Kalau begitu sama dengan saya". Singkat cerita
keduanya mendatangi nabi saw. Setelah keduanya
menceritakan apa yang dirasakannya, nabi saw menjawab:
"$B!D(B Akan tetapi sa-'ah wa sa-'ah". Maksudnya:
bagilah (spiltlah) waktumu agar ada saat untuk ini dan
ada saat untuk itu. (HR Bukhari).

2. Kita harus pandai memanfaatkan "serpihan-serpihan"
waktu yang kita miliki dan mendaya gunakannya untuk
melakukan penyiraman dan pengecesan ruhani kita.

Pada suatu hari Rasulullah saw memperingatkan bahaya
memaksakan diri sendiri untuk memperbanyak ibadah.
Beliau bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah, dan
tidak ada yang memberat-beratkan diri sendiri kecuali
agama itu akan mengalahkannya, karenanya, luruskan
langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu
mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan
pesimis), dan meminta tolonglah dengan waktu pagi,
waktu sore dan sedikit malam". (HR Bukhari).

Saudara-saudara yang dimuliakan Allah $B!D(B

3. Terakhir sekali, kita harus pandai-pandai membuat
diversifikasi acara (keragaman acara) agar tidak cepat
bosan, ingatlah bahwa "sesungguhnya Allah swt tidak
bosan sehingga kita bosan, dan bebanilah jiwa ini
sesuai dengan kadar kemampuannya, dan bahwasanya amal
yang paling dicintai Allah swt adalah yang kontinyu"
(HR Ahmad, Abu Daud dan An-nasa-i).

Semoga Allah swt memberikan taufiq, bimbingan dan
kekuatan kepada kita untuk istiqamah di atas jalan
agama-Nya, amiiin.


Berbuatlah adil, karena adil lebih dekat kepada taqwa
(al Maaidah: 8)

Melanjutkan hidup dengan Asy-syaja'ah


photolink from eyelast

Asy-syaja’ah (keberanian) adalah salah satu ciri yang dimiliki orang yang istiqamah di jalan Allah, selain ciri-ciri berupa al-ithmi’nan (ketenangan) dan at-tafaul (optimisme).

PKS Online: Jadi orang yang istiqamah akan senantiasa berani, tenang dan optimis karena yakin berada di jalan yang benar dan yakin pula akan dekatnya pertolongan Allah.

Namun memang tak mudah untuk menjadi orang yang istiqamah atau teguh pendirian memegang nilai-nilai kebenaran dan senantiasa berada di jalan Allah. Bahkan Rasulullah saw. mengatakan bahwa turunnya surat Hud membuat beliau beruban karena di dalamnya ada ayat (QS. Huud [11]: 112) yang memerintahkan untuk beristiqamah,

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Rasulullah saw. memahami benar makna istiqamah yang sesungguhnya sampai ketika Abu Sufyan bertanya hal terpenting apa dalam Islam yang membuatnya tak perlu bertanya lagi, beliau menjawab, “Berimanlah kepada Allah dan kemudian beristiqamahlah (terhadap yang kau imani tersebut)”.

Di kesempatan lain, Rasulullah Saw. juga mengatakan tantangan buat orang yang istiqamah memegang Islam di akhir zaman, begitu berat laksana menggenggam bara api.

Keberanian untuk tetap istiqamah walau nyawa taruhannya nampak pada diri orang-orang beriman di dalam surat Al-Buruuj (QS. 85) yang dimasukkan ke dalam parit dan dibakar oleh as-habul ukhdud hanya karena mereka menyatakan keimanannya kepada Allah Taala.

Begitu pula Asiah, istri Firaun dan Masyitah, pelayan Firaun, kedua-duanya harus menebus keimanan mereka kepada Allah dengan nyawa mereka. Asiah di tiang penyiksaannya dan Masyitah di kuali panas mendidih beserta seluruh keluarganya karena mereka berdua tak sudi menuhankan Firaun.

Demikian sulitnya untuk mempertahankan keistiqamahan di jalan Allah, dan demikian sulit pula untuk mewujudkan asy-syaja’ah sebagai salah satu aspeknya.

Secara manusiawi seseorang memang memiliki sifat khauf (takut) sebagai lawan sifat asy-syaja’ah. Namun sifat khauf thabi’i (alamiah) yang diadakan Allah di dalam diri manusia sebagai mekanisme pertahanan diri seperti takut terbakar, tenggelam, terjatuh dimangsa binatang buas, harus berada di bawah khauf syar’i yakni takut kepada Allah Taala. Hal tersebut secara indah dan heroik terlihat gamblang pada kisah Nabi Musa As. Ibrahim As. dan Muhammad Saw.

Rasa takut pada kemungkinan tenggelam ke laut merah teratasi oleh ketenangan, optimisme dan keberanian Nabi Musa As. yang senantiasa yakin Allah Swt.bersamanya dan akan menunjukinya jalan. Dan benar saja Allah memberinya jalan keluar berupa mukjizat berupa terbelahnya laut merah dengan pukulan tongkatnya sehingga bisa dilalui oleh Nabi Musa dan pengikutnya. Kemudian laut itu menyatu kembali dan menenggelamkan Firaun beserta tentaranya.

Kisah yang tak kalah mencengangkannya terlihat pada peristiwa pembakaran Nabi Ibrahim As. Rasa takut thabi’i terhadap api dan terbakar olehnya teratasi oleh rasa takut syar’i yakni takut kepada Allah saja. Dan subhanallah, pertolongan Allah datang dengan perintah Nya kepada api agar menjadi dingin dan sejuk serta menyelamatkan Nabi Ibrahim As.

Keberanian, ketawakalan dan kepasrahan pada Allah yang membuahkan pertolongan-Nya juga terlihat pada saat Rasulullah Muhammad Saw. bersama sahabat setianya Abu Bakar Ash-Shidiq berada di gua Tsur untuk bersembunyi dalam rangka strategi hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Kaki-kaki musuh yang lalu lalang tidak menggetarkan Rasulullah dan ketika Abu Bakar begitu mengkhawatirkan keselamatan Rasulullah Saw., beliau menenangkannya dengan berkata, “Jangan takut, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS 9: 40). Dan ternyata terbukti Allah Taala memberikan pertolongan melalui makhluk-makhluk-Nya yang lain. Burung merpati yang secara kilat membuat sarang, begitu pula laba-laba di mulut gua, membuat musyrikin Quraisy yang mengejar yakin gua itu tak mungkin dilalui oleh manusia.

Realita Dewasa Ini
Dunia dewasa ini dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki sifat pengecut. Sebuah hadits Nabi Saw. memprediksikan di suatu masa umat Islam akan menjadi bulan-bulanan dan santapan empuk musuh-musuh Islam karena sudah mengidap penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut mati.

Ya, penyakit wahn-lah yang menyebabkan di antara umat Islam pun banyak yang menjadi pengecut sehingga tidak lagi disegani oleh musuh-musuhnya yakni kaum kufar dan musyrikin.
Dahulu yang membuat gentar musuh-musuh Islam adalah keberanian tentara-tentara pejuang-pejuang Islam yang menghambur ke medan perang dengan suka cita karena pilihannya sama-sama baik yakni hidup mulia dengan meraih kemenangan atau mati syahid di jalan Allah.

Sementara kini umat Islam terpenjara oleh dunia, begitu cinta dan tertambat pada kenikmatan dunia sehingga begitu takut akan kematian yang dianggap sebagai pemutus kelezatan dan kenikmatan dunia.

Begitu banyak orang yang tidak memiliki daya tahan tinggi terhadap segala tantangan dan kesulitan sehingga mudah surut, menyerah atau berputus-asa. Padahal dalam kehidupan yang semakin berat dan sulit dewasa ini begitu banyak tantangan dan marabahaya yang harus disikapi dan dihadapi dengan berani, karena bersikap pengecut dan melarikan diri dari persoalan hidup yang berat tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

Kemudian banyak pula orang yang tidak berani bersikap jujur atau berterus terang terhadap diri sendiri termasuk menyadari kekurangan, kelemahan dan keterbatasan diri. Dan sebaliknya berani mengakui kelebihan, kekuatan dan kemampuan orang lain.

Seorang pengecut biasanya juga tak akan mau mengakui kesalahan. Bersikap keras kepala, mau menang sendiri dan menganggap diri tak pernah berbuat salah sebenarnya justru akan menguatkan kepengecutan seseorang yang berlindung dibalik semua sikap tersebut.

Sikap pengecut lainnya adalah tidak mampu bersikap obyektif terhadap diri sendiri yakni berani menerima kenyataan bahwa ada posisi negatif dan positif dalam dirinya.

Dan akhirnya sifat kepengecutan yang jelas adalah ketidakmampuan menahan nafsunya di saat marah. Salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain (QS. 3:134). Yang disebut orang kuat adalah orang yang mau menahan dan meredam amarahnya serta tetap bisa mengendalikan dirinya di saat marah sekalipun.

Jika seseorang bertindak brutal dan mengeluarkan caci maki serta kata-kata kotor, ia justru masuk kategori orang yang pengecut karena tak mampu mengendalikan diri dan menahan marah.

Macam-macam Syaja’ah
Syaja’ah atau pemberani tentu saja berbeda dengan bersikap nekat, “ngawur” atau tanpa perhitungan dan pertimbangan. Asy-syaja’ah adalah keberanian yang didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan karena ingin meraih ridha Allah. Dan untuk meraih ridha Allah, tentu saja diperlukan ketekunan kecermatan dan kerapian kerja (itqan). Buka keberanian yang tanpa perhitungan, namun juga bukan terlalu perhitungan dan pertimbangan yang melahirkan ketakutan.

Paling tidak ada beberapa macam bentuk asy-syaja’ah (keberanian), yakni:

1. Memiliki daya tahan besar. Seseorang dapat dikatakan memiliki sifat berani jika ia memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.

2. Berterus terang dalam kebenaran. “Qulil haq walau kaana muuran” (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala resiko bila kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.

3. Kemampuan menyimpan rahasia. Orang yang berani adalah orang yang bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan terutama dalam persiapan jihad menghadapi musuh-musuh Islam. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.

4. Mengakui kesalahan. Salah satu orang yang memiliki sifat pengecut adalah tidak mau mengakui kesalahan, mencari kambing hitam dan bersikap “lempar batu, sembunyi tangan”
Sebaliknya orang yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.

5. Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap over estimasi terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap under estimasi terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.

6. Menahan nafsu di saat marah. Seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu bermujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.

Contoh Figur-figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah
Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.

Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak bergeming sedikit pun ketika disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan kata-katanya yang masyhur, “Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku ini”.

Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi saw., Ali bin Abu Thalib r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli Ali hingga babak belur.

Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan sikap dan keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang sembunyi-sembunyi, Umar malah berteriak lantang, “Umar mau hijrah, barang siapa yang ingin anak istrinya menjadi yatim dan janda, hadanglah Umar”.

Keberanian mempertahankan akidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuhsuburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia.

Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin Zaid yang syahid karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup. Mereka berani bertaruh nyawa demi mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan syahidnya mereka berdua.

Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar (Bilal) dan disetrika punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal lapisan dan strata sosial.

Ada pula anak bangsawan seperti Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang diusir dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam. Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. dan Fatimah, putri Rasulullah saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan laki-laki dalam mempertahankan kebenaran.

Kiat-kiat Memiliki Sifat Syaja’ah
Dengan segala kesederhanaannya, prajurit muslim Rubyi menemui Panglima besar Persia, Rustum. Pedangnya yang menyembul di pinggangnya menyaruk-nyaruk bentangan karpet mewah Persia yang digelar. Seolah-olah ingin berkata, “Aku tak butuh dan tak silau oleh semua kemewahan ini”.
Rubyi bahkan berorasi dengan lantangnya, “Kami datang untuk membebaskan kalian dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Kami datang untuk membebaskan kalian dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat”.

Keberanian, yang ditunjukkan Rubyi adalah buah dari keimanan dan ketakwaannya. Karena ia meyakini hanya Allahlah Yang Maha Besar dan patut ditakuti, dan manusia sehebat dan sekaya apapun kecil dibandingkan Allah Yang Agung.

Jadi kiat utama untuk memiliki sifat syaja’ah adalah adanya daya dukung ruhiyah berupa keimanan dan ketakwaan yang mantap. Iman dan takwa ini akan membuat seseorang tidak takut pada apapun dan siapa pun selain Allah.

Kemudian bermujahadah melawan segala rasa takut, cemas dan khawatir yang secara manusiawi ada pada setiap manusia.

Berikutnya bisa pula dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah saat menasihati Khabbab bin Harits yang berkeluh kesah atas beratnya penderitaan yang dialaminya, beliau mengingatkan Khabbab akan perjuangan para Nabi dan orang-orang shaleh terdahulu yang jauh lebih berat tapi mereka tetap berani dan tabah. Jadi kita bisa memupuk keberanian dan kesabaran dengan berkata, “Ah... cobaan ini belum seberapa dibanding yang pernah dialami orang-orang shaleh terdahulu”.

Dan akhirnya kejelasan misi dan visi perjuangan serta senantiasa mengingat-ingat imbalan optimal berupa ampunan dan surga-Nya kiranya akan memperbesar keberanian dan semangat juang, insya Allah.

Wallahu a’lam.

Wednesday, August 24, 2005

Tentang Mesjid, tafsian al-Qur'an

PKS online
24 August 2005 | 18 Rajab 1426 @ 9:26:43

Selasa, 22 Maret 2005 14:48 WIB (Terbaca: 6160)

Tafsir AlQur-an

Masjid
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka” (QS At-Taubah: 17).

PKS Online: Pada ayat ini dengan jelas Allah Swt. mengatakan bahwa Dia tidak menerima amal perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, sekalipun secara lahir mereka seperti beribadah kepada Allah yaitu dengan memakmurkan masjid. Sangatlah tidak pantas kalau mereka ini menjadi orang yang memakmurkan masjid. Kenapa? Li anna al-’ibaadata ta’biiru ‘alal ‘aqidah (ibadah merupakan ekspresi daripada aqidah seseorang). Artinya, kalau aqidah seseorang salah, maka segala macam ibadah yang dilakukannya tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Swt., sekalipun secara fisik ibadahnya kelihatan benar.

Secara zahir boleh saja mereka melakukan ibadah yang sama dengan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin bisa membangun, menyumbang dan memakmurkan masjid, orang kafir bisa melakukannya juga. Namun nilai yang mereka lakukan jelas berbeda dengan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Di mana letak perbedaannya? Letak perbedaannya adalah pada kebenaran aqidahnya. Dalam Islam, 'ibadatun wa ‘aqiidatun musyari’ah (Islam meliputi aqidah dan sekaligus syari’ah). Ini berarti pelaksanaan suatu syari’ah Allah tidak bisa dipisahkan dengan kualitas aqidah yang dimiliki seseorang. Inilah yang menyebabkan apa pun amalan yang dilakukan oleh orang-orang kafir tidak diterima oleh Allah Swt.

Penjelasan Allah pada ayat ini berkenaan dengan orang-orang Ahli Kitab, dimana mereka jelas-jelas orang kafir. Bahkan dari perkataannya pun, mereka jelas-jelas mengatakan bahwa mereka kafir, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam penggalan yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir). Seperti apa perkataan bahwa diri mereka kafir? Ketika orang Yahudi ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang mereka berikan, “Ana Yahuudu (saya Yahudi)”, dan ketika orang Nasrani ditanya dengan pertanyaan yang sama, maka mereka menjawab, “Ana Nasrani (saya Nasrani)”. Jawaban yang mereka berikan ini merupakan bukti bahwa mereka adalah orang yang musyrik. Ini berbeda dengan ketika seorang Muslim ditanya tentang siapa dirinya, tidak pernah jawabannya, “Ana Muhammadiy (Saya penyembah Muhammad)”, akan tetapi jawabannya adalah, “Ana Muslim”.

Ayat ini hendaknya memberikan kepekaan kepada kaum Muslimin, agar mereka tidak mudah tertipu oleh tampilan muka yang dilakukan oleh orang-orang kafir, karena Islam bukan hanya meliputi syari’ah, akan tetapi yang lebih penting adalah kebenaran aqidah. Jangan sampai kaum Muslimin ditipu oleh perilaku orang yang sekedar pernah melaksanakan umrah, tertipu karena seseorang yang pernah melakukan puasa, dan lain sebagainya. Dan orang-orang musyrik seperti yang dijelaskan Allah Swt. tidak pantas menjadi orang yang memakmurkan masjid.

Ayat ini harus renungi lebih mendalam dan kita kaitkan dengan realita kehidupan yang terjadi sekarang, agar kita tidak tertipu oleh orang-orang yang membangun Masjid atau membangun Mushallah, akan tetapi sebenarnya kalau kita perhatikan komentar-komentarnya, atau kebijakan-kebijakannya, semua itu tidak terlepas daripada aqidah kekufuran, seperti orang yang mengatakan, “Islam sudah tidak mampu menjawab problematika zaman”. Atau orang yang mengatakan “Islam hanya sesuai untuk mengatur kehidupan orang Arab saja”. Perkataan seperti ini sebenarnya merupakan sebuah syahadah (kesaksian) bahwa mereka telah jatuh ke dalam kekufuran karena mengingkari Islam sebagai diinullah (ajaran Allah), telah mengingkari Islam sebagai manhajul hayah (sebagai sistem dalam kehidupan). Jadi kalau kita perhatikan dengan seksama, cukup banyak orang yang dari komentar-komentarnya sudah jatuh ke dalam kekufuran dalam arti yang sebenarnya. Namun sayangnya umat Islam masih saja belum menyadari realita ini, karena ucapan-ucapan itu berusaha ditutup-tutupi dengan tampilan-tampilan lahir, seperti membangun masjid, mempunyai pondok pesantren dan lain sebagainya.

Jadi penggalan yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir) ini penting sekali untuk kita renungi. Jadi mereka sendiri sebenarnya sudah bersaksi bahwa mereka itu kufur, sekalipun tidak mengatakan “Saya kafir...”. Orang-orang Ahli Kitab tidak pernah mengatakan “saya kafir...”. Mereka hanya mengatakan, “Ana Yahudi, Ana Nasrani...”. Dari sini kita bisa analogkan dengan ucapan orang-orang Islam sekarang yang mengatakan, “Saya adalah seorang Nasionalis sejati...”. Atau orang yang mengatakan, “Saya adalah penganut paham Sosialis...”, atau orang yang menganut isme-isme lainnya. Ucapan-ucapan seperti inilah yang dimaksudkan dalam penggalan ayat yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir).

Dan pemahaman seperti ini hendaknya kita sosialisasikan kepada masyarakat yang pada saat ini banyak yang kurang memahami tentang esensi kekufuran. Banyak diantara ummat Islam yang mengira bahwa yang dinamakan kufur hanya jika seseorang menyembah berhala saja. Padahal jenis-jenis berhala itu berkembang secara dinamis sesuai dengan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Berhala yang ada pada masa kita sudah pasti berbeda dengan berhala yang disembah orang pada masa Nabi Ibrahim. Berkenaan dengan kehidupan masyarakat yang berlangsung pada masa Nabi Ibrahim, Allah berfirman,


رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Ya Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ibrahim: 36).

Esensi dari berhala bukan hanya patung yang dibuat dari batu atau kayu saja, akan tetapi apa saja yang menjadi tandingan Allah adalah berhala (andaadan). Hal ini harus kita pahami agar kita tidak tertipu oleh tampilan-tampilan lahir seperti karena megahnya bangunan masjid yang dibangun seseorang, kemudian dengan cepat kita mengatakan bahwa dia seorang Muslim atau seorang tokoh Muslim. Padahal terhadap orang seperti ini, Allah mengatakan, “Ulaa-ika habithath a’maaluhum” (Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya), karena ibadah tanpa didasari dengan aqidah yang benar, tidak akan ada gunanya. Lebur dan hancurlah amal perbuatan yang tanpa didahului dengan aqidah yang benar. Bagi orang seperti ini, tempat mereka adalah “wa fin naarihum khaliduun” (dan mereka itu kekal di dalam neraka). Na’udzubillaimin dzalik.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS At-Taubah: 18).

Awal ayat ini dimulai dengan kata innama, yang dalam bahasa Arab disebut ‘adatul hasr (alat untuk menyempitkan). Ini berarti bahwa orang-orang yang tidak memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, maka dia tidak layak untuk ikut memakmurkan masjid. Pengertian seperti ini sebagaimana ketika Allah Swt. menerangkan kepada kita tentang batasan dari manusia yang disebut dengan ulama. Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama’. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Fathir: 28).

Pada ayat ini Allah mengatakan, "Innamaa yakhsya-Allaha min ‘ibaadihil ulamaa" (Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama). Ini artinya bahwa orang yang tidak takut kepada Allah, bukanlah seorang ulama.

Kita kembali pada ayat yang kita tadabburi. Jadi kaum Muslimin yang mendapatkan legitimasi dari Allah sebagai orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang mempunyai sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, yaitu:

Pertama, man aamana billaahi wal yaumil aakhiri (orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian). Jadi sifat pertama yang disebutkan sebagai orang yang berhak untuk disebut memakmurkan masjid, dikaitkan dengan masalah aqidah, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir. Tentang keimanan kepada Allah dan keimanan kepada hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ukhrawi.

Oleh karena itu pantas saja kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma, karena memang demikianlah mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang, bahkan lebih rendah lagi. Oleh karena itu Allah berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf: 179).

Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, sering diredaksikan Al-Qur’an secara berurutan. Kenapa? Karena keimanan kepada kedua hal ini bisa membedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan orang-orang yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang keimanannya benar tidak akan menghalakan segala cara dalam berusaha karena ia yakin bahwa Allah Swt. Maha Mengetahui, dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.

Ketika seorang yang keimanannya benar mempunyai suatu obsesi yang berkaitan dengan masalah duniawi, ia akan bertanya dalam hatinya, “Apakah ini akan bisa saya pertanggungjawabkan di akherat kelak?” Ketika seorang Mukmin menjadai seorang dosen, ia tidak akan mempunyai prinsip “Bagi saya, yang penting adalah bahwa apa yang saya sampaikan menarik dan membuat saya tenar”, akan tetapi sebelum ia melakukan apa pun, ia akan bertanya dalam hatinya apakah yang akan disampaikannya bisa ia pertanggungjawabkan di akherat kelak atau tidak. Jadi seorang Mukmin sejati dimensi yang dipergunakannya adalah dimensi ukhrawi, sebelum ia menggunakan dimendi duniawi.

Kedua, wa aqaamash shalaata (serta tetap mendirikan shalat). Jadi sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang bisa tetap mendirikan shalat. Oleh karena itu jangan sampai ada kasus dimana seorang pengurus masjid dipilih dari orang yang sangat jarang shalat di masjid. Dia datang ke masjid kalau ada peringatan hari besar Islam saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj atau Nuzulul Qur’an, dan setelah peringatan tersebut selesai, maka menghilang lagi. Orang seperti ini tidak patut untuk menjadi pengurus masjid karena ia bukan aktivis masjid. Dan dalam memilih orang untuk menjadi pengurus masjid, sebaiknya kita jangan menghalalkan segala cara.

Kadang-kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi ketua pengurus masjid bukan karean dia seorang yang aktif untuk selalu meramaikan masjid dengan shalat berjama’ah dan kegiatan lainnya, akan tetapi dipilah hanya karean dia orang berpangkat atau orang yang terpandang di masyarakat. Kita jangan sampai berbuat seperti ini, karena kalau demikian berarti kita telah menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid. Dan cara seperti ini jelas telah menyalahi aturan Allah, karena pada ayat ini Allah Swt. mensyaratkan orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang senantiasa menegakan shalat.

Penegasan Allah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada kita agar ijtihad kita jangan sampai bertentangan dengan nash yang terdapat dalam Al-Qur’anul Karim. Dalam melaksanakan dakwah, jangan sampai bertentangan dengan fiqhul ahkam. oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang kita ambil dalam dakwah jangan sampai bertentangan dengan ketentuan Allah Swt., baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang terdapat dalam sunnah Rasulullah Saw. Bahkan pada ayat ini Allah mengatakan masalah ini dengan kata "innama" (hanyalah). Jadi hanya orang yang mempunyai sifat yang disebut dalam ayat ini sajalah yang berhak untuk memakmurkan masjid.

Dalam Ushul Fiqh ada kaidah yang berbunyi, “Laa ijtihaada fii mauriibin naash" (tidak ada ijtihad ketika bertentangan dengan nash). Artinya, kalau sudah ada ketentuan yang jelas dalam Islam, maka tidak dibenarkan kita untuk berijtihad. Misalnya, sudah jelas nash menerangkan bahwa jumlah rakaat dalam shalat Shubuh hanya dua rakaat. Ketika ada orang yang beralasan bahwa agar manfaat riyadhi (olah raganya) lebih terasa kemudian ia mengerjakan shalat Shubuh empat rakaat, maka tidak sah sehingga tidak akan diterima oleh Allah Swt.

Contoh lain, tidak dibenarkan ijtihad yang berbunyi, “Karena negara kita sedang dilanda krisis, maka kita tidak perlu membayar zakat, tetapi cukup dengan membayat pajak saja, sehingga kas negara cepat terisi sehingga krisis bisa cepat berlalu”. Ijtihad seperti ini sangat dilarang, karena nash-nya telah jelas.

Ketiga, sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalah shalaata wa aataz zakaata (dan yang menunaikan zakat). Memperhatikan masalah zakat ini sangat penting, karena ini menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai macam kekotoran hati, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah: 103).

Keempat, walam yakhsya illallaah (dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah). Penggalan ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang aktivis masjid adalah orang yang kehidupannya penuh dengan ‘izzah. Kenapa? Karena ia tidak takut kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah Swt. Seorang aktivis masjid bukanlah orang yang senang merengek-rengek dan meminta-minta, akan tetapi orang yang mempunyai ‘izzah rabbaniyyah, yang mempunyai gengsi rabbani, yang dipenuhi dengan berbagai kemuliaan karena senantiasa berafiliasi dengan aturan-aturan Allah Swt. Oleh karena itu tidak pantas seorang aktivis masjid menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.

Jadi ada empat sifat yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid, yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir, menegakkan shalat, membayar zakat dan orang yang tidak takut selain kepada Allah Swt. Jadi kalau ada orang yang senantiasa meramaikan kegiatan di masjid seperti selalu shalat berjamaah di masjid dan juga meramaikan kegiatan masjid lainnya, maka ia mendapatkan legitimasi dari Allah Swt. bahwa dia memang benar-benar termasuk orang yang beriman.

Adalah mudah bagi setiap manusia untuk mengatakan bahwa dirinya beriman, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan pembenaran dari Allah Swt. bahwa keimanannya benar. Dan diantara syarat agar Allah memberikan pembenaran Allah atas keimanan kita adalah ketika kita termasuk orang yang senantias mema’murkan masjid, diantaranya adalah kita senantiasa shalat berjamaah di masjid ketika waktu shalat sudah masuk.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri dikatakan, “Anna Rasulullah Saw. Qaal, “Idza ra’aitumur rajulun ya’taadil masjida, fa asyhidu lahu bil iiman” (Jika kalian melihat seseorang yang senantiasa mendekatkan diri di masjid, maka saksikanlah bahwa dia seorang yang beriman). Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya shalat berjamaah di masjid, karena dengannyalah kita mendapatkan pengakuan atas kebenaran keimanan kita. Oleh karena itu bagi kita yang aktif berdakwah, jangan hanya sekedar berbicara bahwa shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, akan tetapi hendaklah kita pahami dan kita pahamkan kepada masyarakat kita bahwa shalat berjamah merupakan sebuah keharusan. Bahkan dalam fiqhul Islami, sebagian besar imam madzhab mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang). Dan dalil dipergunakan untuk menyimpulkan hal ini memang kuat, di antaranya karena Rasulullah Saw. tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah sampai akhir hayatnya. Ketika beliau menjelang dipanggil Allah, barulah posisi beliau sebagai imam shalat berjamaah digantikan oleh Abu Bakar. Bahkan ketika perang pun, Rasulullah Saw. tidak meninggalkan shalat berjamaah. Semua ini menunjukkan pentingnya shalat berjamaah, dan ia merupakan standar dari kebenaran keimanan seseorang. Bahkan, Rasulullah Saw. Mengatakan, “Awwalu maa yahaasabu ‘ala ‘abdi yaumal qiyaamati ash-shalah” (amal yang pertama kali dihisab oleh Allah Swt. adalah shalat).

Nilai seorang Muslim bergantung pada sejauh mana ia mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Jadi kemuliaan seorang Muslim bukan ditentukan oleh banyaknya ilmu yang dimilikinya, atau banyaknya kekayaan yang dikumpulkannya, atau karena ketenarannya di masyarakat. Hamba Allah Swt. yang selalu shalat berjamaah di masjidlah, yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah Saw. bahwa keimanannya benar. Oleh karena itulah ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan Allah yang berbunyi, “Fa ‘asaa ulaa-ka an yakuunuu minal muhtadiin” (maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk). Dari penutup ayat ini bisa kita simpulkan bahwa indikasi daripada aorang yang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, membayar zakat dan ia tidak takut selain kepada Allah Swt.

Dari ayat yang kita tadabburi ini kita mendapatkan pemahaman bahwa orang kafir dilarang untuk masuk ke dalam masjid, kecuali karena suatu kebutuhan yang tidak bisa ditinggal. Namun itu pun harus mendapatkan idzin dari ummat Islam yang benar-benar komitment dengan Islam. Kenapa orang kafir dilarang masuk masjid ? Karena pada dasarnya mereka najis, sekalipun menurut sebagian Ulama najis yang dimaksud di sini adalah najis ma’nawi. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mengdekati Masjidil Haram sesudah tahun ini,maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 28).

Wallahu a'lam bishshawab.

"Arrgghhh!!"


Jakarta, 'Dedemit Cyber' yang mengaku bernama cr0ss(x)b0y mengubah tampilan (deface-red) situs PKS DPW Nanggroe Aceh Darussalam. Sambil meminta maaf, ia menyebut aksi itu didedikasikan bagi 'saudara'-nya di Palestina.

Situs Partai Keadilan Sejahtera DPW NAD beralamat di pks-nad.or.id. Selasa (23/8/2005) tampilan situs tersebut berubah menjadi hitam dan menampilkan merah putih bendera Indonesia.

Di bawah bendera itu adalah tulisan warna merah yang berbunyi:
DEAR SIR...
I'M SORRY
HACKED
BY
cr0ss(X)b0y
F**** ISRAEL N USA !!!
.::NEVER ENDING WAR TILL THE END OF THE DAY::.
Dedicated To: All My Brothers In Palestine
.::Here I'm Trying a Little Bit Thing To Amuse Your Heart::.
Greetings : ToiL, ReStu, AEC, ObseSi, EDS, ESA

Saat dibuka, akan tampil pesan yang mengatakan bahwa komputer pengunjung situs tersebut telah terinfeksi virus Al-Qaeda. Tidak diketahui sejauh mana kebenaran pesan tersebut, namun untuk amannya sebaiknya situs itu tidak dikunjungi dulu oleh pengguna Internet.

Menurut data defacement di situs Zone-H.org, ini adalah untuk ketigakalinya situs PKS digubah pihak tak dikenal. Sebelumnya situs PKS 'dizalimi' dengan gambar Madonna mencium Christina Aguilera.

Selain itu, pada tanggal 20 Juli 2005, situs DPC PKS Kebayoran Baru juga dipermak wajahnya. Kali itu pelakunya adalah Davidu dari D.O.M, sebuah kelompok 'dedemit cyber' bernama Dark OwneD Mafia. Astaghfirullah...(wsh)

Thursday, August 11, 2005

Ibuku Tangguh

Ibuku, Tangguh!

Pernah suatu sore, ibu pulang dengan tapak kaki
berdarah. "Tertusuk kerikil," terangnya. Setelah
perjalanan panjang yang melelahkan semenjak pagi,
wanita yang kasihnya tak terbilang nilai itu
mengakhirinya dengan sedikit ringisan, "Tidak apa-apa,
cuma luka kecil kok," tenang ibu.

Padahal, baru dua hari lalu beberapa orang warga yang
tak satu pun saya mengenalnya membopong ibu dalam
keadaan pingsan. Ternyata ibu kelelahan hingga tak
kuat lagi berjalan. Bermil-mil ia mengetuk pintu ke
pintu rumah orang yang tak dikenalnya untuk menawarkan
jasa mengajar baca tulis Al Qur'an bagi penghuni
rumah. Tak jarang suara hampa yang ia dapatkan dari
dalam rumah, sesekali penolakan, dan tak terbilang
kata, "Maaf, kami belum butuh guru mengaji." Tapi ibu
tetap tersenyum.

Sejak perceraiannya dengan ayahku, ibu yang menanggung
semua nafkah lima anaknya. Pagi ia berjualan nasi dan
ketupat bermodalkan sedikit keterampilan memasak yang
ia peroleh selagi muda dulu. Menjelang siang ia
memulai menyusuri jalan yang hingga kini takkan pernah
bisa kuukur, menawarkan jasa dan keahliannya mengajar
baca tulis Al Qur'an. Selepas isya' kami ke lima
anaknya menunggu setia kepulangan ibu di pinggir
jalan.

Sempat saya bertanya dalam hati, lelahkah ia?

Biasanya kami berebut untuk menjadi tukang pijat ibu,
saya di kepala, abang di kaki, sementara kedua tangan
ibu dikeroyok adik-adik. Kecuali si cantik bungsu,
usianya kurang dari empat tahun kala itu. Bukannya ibu
yang tertidur pulas, justru kami yang terlelap satu
persatu terbuai indahnya nasihat lewat tutur cerita
ibu.

Tengah malam saya terbangun, melihat ibu masih duduk
bersimpuh di sajadahnya. Ia menangis sambil menyebut
nama kami satu persatu agar Allah membimbing dan
menjaga kami hingga menjadi orang yang senantiasa
membuat ibu tersenyum bangga pernah melahirkannya.
Saya ternganga sekejap untuk kemudian terlelap kembali
hingga menjelang subuh ia membangunkan kami.

Selepas subuh, wanita yang ketulusannya hanya mampu
dibalas oleh Allah itu meneruskan pekerjaanya
menyiapkan dagangan. Sementara kami membantu ala
kadarnya. Tak pernah saya melihat ia mengeluh meski
teramat sudah peluhnya.

Satu tanyaku kala itu, kapan ia terlelap?

Pagi hari di sela kesibukannya melayani pembeli, ia
juga harus menyiapkan pakaian anak-anak untuk ke
sekolah. Sabar ia meladeni teriakan silih berganti
dari kami yang minta pelayanannya. Wanita yang namanya
diagungkan Rasulullah itu, tak pernah marah atau
kesal. Sebaliknya dengan segenap cinta yang
dimilikinya ia berujar, "Abang sudah besar, bantu ibu
ya."

Ingin sekali kutanyakan, pernahkah ia berkesah?

***

Kini, setelah berpuluh tahun ia lakukan semua itu,
setelah jutaan mil jalan yang ia susuri,
bertampuk-tampuk doa dan selaut tangisnya di hadapan
Allah, saya tak pernah, dan takkan pernah bertanya
apakah ia begitu lelah. Karena saya teramat tahu,
Ibuku tangguh.

(Tulisan Kiki di Suara Merdeka)

Friday, August 5, 2005

Mengenang: Zainab al-Ghazali


Telah berlaku suatu peristiwa di dalam abad ini ke atas seorang wanita
Mesir yang bergerak di dalam harakah Islamiah di Mesir yang dapat dijadikan
tauladan.

Semasa perkahwinan akan dijalankan di antaranya dengan suaminya,
Zainab Ghazali telah mengenakan syarat supaya suaminya membenarkannya
untuk bergiat di dalam harakah Islamnya. Katanya, "Hak saya untuk membuat
syarat kepada engkau supaya tidak menghalang saya untuk berjihad di jalan
Allah S.W.T, di mana saya telah diletakkan tugas-tugas dan tanggungjawab
sebagai mujahidin di dalam harakah ini. Janganlah engkau bertanya apa yang
akan saya buat, tetapi hendaklah engkau yakin dan percaya sepenuhnya akan
tindakan saya."

Dia memperingatkan suaminya lagi, "Sekiranya berlaku pertembungan
di antara perkahwinan dengan dakwah, akan berakhir perkahwinan dan
kekal dakwah kepada Allah S.W.T. Saya minta kepada engkau supaya
menunaikan janji engkau. Janganlah engkau tanya siapakah saya akan
berjumpa. Saya berdoa kepada Allah S.W.T supaya Allah jadikan balasan jihad
yang saya lakukan ini sebahagiannya untuk engkau, sekiranya amal saya ini
diterima oleh Allah S.W.T."

Apakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Zainab Ghazali dan
rakan-rakannya untuk harakah Islamiah?

Zainab Al Ghazali Al-Zubaili nama sepenuhnya. la dilahirkan di sekitar
tahun 1917, di awal abad dua puluh ini, 65 tahun usianya ketika ini. Mula
ditahan dalam tahun 1965, ketika itu usianya sekitar 44 tahun. Akibat dari
penyiksaan yang dahsyat yang ditanggungnya dalam tahanan ketika diambil
statement oleh pendakwa, mereka menyangka umurnya lebih 90 tahun, pada
hal umurnya ketika itu 44 tahun . menunjukkan betapa beratnya seksaan
yang dilakukan oleh rejim Jamal Abdel Nasser.

Zainab Al-Ghazali mengasaskan penubuhan "Jamaah Saidatina
Muslimah". Satu gerakan wanita yang selari dengan Ikhwan Muslimin yang
mempunyai method cara dan matlamat yang sama dengan Ikhwan Muslimin.
Meski pun beliau dipilih menjadi ketua pertama Jamaah itu, namum beliau
telah berbai'ah dengan Mursyidul Ikhwan Muslimin, Hassan Al-Banna, pada
penghujung abad 14 hijrah beliau ditugaskan memimpin Jemaah Saidatina
Muslimah.

Tujuan jamaah ini ialah untuk memimpin wanita Islam dan
menyedarkan mereka serta mengangkat darjat mereka untuk menyebarkan
panji-panji Islam, agar memahami Islam, agar wanita-wanita Islam dapat
menjalankan peranan wanita dengan mengikut contoh wanita salafus soleh.

Dengan itu mereka berkeyakinan umat Islam akan dapat dibangunkan
semula dan negara Islam akan dapat ditegakkan dengan lelaki yang dididik
oleh wanita yang bernaung di bawah Al-Quran dan As-Sunnah. la berjuang
meletakkan wanita sebagai ibu yang dapat mendidik rijal (pejuang) untuk
membangunkan Islam.

Ketika itu proses pembaratan sedang hebat berlaku di Mesir.
Kemasukkan sosial budaya barat sedang berlaku dan terus melanda budaya
umat Islam . pakaian , tingkah laku dan pemikiran mereka sedang hanyut
dalam budaya Barat yang menunju ke arah kehancuran. Inilah dia belenggu
sekularisma. Zainab Al-Ghazali berjuang membebaskan belenggu sekularisma
ini.

Beliau sangat yakin bahawa masa depan umat ini bergantung kepada
peranan ibu-ibu, oleh kerana itu gerakan beliau ini antaranya untuk memberi
pimpinan yang wajar pimpinan Islam kepada wanita Islam. Untuk melahirkan
rijal, tenaga lelaki yang bersedia menjualkan dirinya untuk Islam.

Tanggungjawab umat hari ini, sangat berat iaitu membebaskan diri dari
kongkongan dan cengkaman sekularisma yang meuguasai negara mereka,
membebaskan diri mereka daripada jahiliyah yang sedang mengongkong hati
dan pemikiran mereka. Tanggungjawab ini sangat berat. Sekularisma bukan
sahaja wujud sebagai teori semata-mata bahkan ia wujud sebagai institusi yang
mengikat teguh sesamanya.

Beliau berkeyakinan bahawa Daulah Islam akan tetap ditegakkan
kembali dengan izin Allah S.W.T dengan syarat melalui satu jalan iaitu JALAN
ISLAM. Negara Islam tidak dapat ditegakkan dengan lain-lain jalan kecuali
JALAN ISLAM. Menurut beliau lagi, cara utama untuk kembali kepada JALAN
UTAMA ini ialah Revolusi Pemikiran (Thaurah Fikriyah) . satu revolusi yang
dapat mengubah pemikiran Jahiliyah kepada pemikiran Islam, berdasarkan
'aqidah Islam. Ini memerlukan Tarbiyah . pendidikan amali untuk
membentuk sikap, tindakan-tindakan dan tingkah laku serta pemikiran
Muslim dan Muslimah menjadi pemikiran Islam.

Beliau menyebutkan ini sebagai langkah awal dalam pembentukkan
Daulah Islam. Beliau fahami ini daripada Al-Quran tentang sunnah perubahan.
Sebagaimana firman Allah S.W.T. yang maksudnya

"Sesunguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu kaum itu kecuali mereka mengubah
apa yang ada pada diri mereka."

Bahawa perubahan itu tidak akan berlaku kecuali adanya perubahan
diri itu yang difokuskan kepada jiwa dan hati manusia. Ini merupakan satu
macam ketentuan - sunnatul llah dalam mengatur perubahan sejarah. Bahawa
perubahan diri ini bermula dengan perubahan pemikiran, peribadi dan
tingkah laku diri manusia. Inilah fahaman beliau yang mendalam ten-tang
Islam. Beliau menganjurkan untuk menuju kepada Daulah Islam, hendaklah
mengadakan revolusi pemikiran perubahan yang pantas seperti sikap para
sahabat.

Beliau memetik kata-kata Syed Qutb dalam memperkatakan Jilun -
Quraanun - Fariid, satu generasi Quran Yang Unik, bila mereka memeluk
Islam, mereka sekali gus meningggalkan ciri-ciri Jahiliyah secara menyeluruh.
Perubahan atau Revolusi yang pantas dan cergas ini dila-kukan dan seluruh
pandangan mereka tentang nilai-nilai hidup dilihat mengikut neraca Islam,
bukan neraca dunia atau Jahiliyah.
Semasa beliau memimpin Jamaah Saidatina Muslimah, beliau telah
dapat membawa masuk ramai wanita-wanita Islam di Mesir dan mereka telah
dibentuk dan dididik mengikut model Tarbiyah Madrasah Rasulullah S.A.W.
Di antara mereka yang rapat hubungan dengan Zainab Al-Gahazali ialah dua
saudara Syed Qutb, Aminah Qutb dan Hamidah Qutb,; Halidah Hassan Al-
Hudaibi, Al-Hayah Sulaiman Al-Zubair, Fatiraah A!-Fath, Aminah Al-Jauhati.
Al-Waliyah Al-Hudaibi dan Al-Afdah. Mereka inilah yang beliau sitatkan
sebahagian dari mereka sebagai sebahagian anak-anaknya, sebahagian dari
mereka sebagai adik-adiknya, sebahagian dari mereka sebagai kakak-kakaknya,
dan sebahagian dari mereka sebagai ibu-ibunya. Kerana di antara mereka ada
yang berumur 85 tahun, Ummi Ahmad namanya, ia telah di tangkap oleh
rejim Jamal Nasser ketika ia berusia 85 tahun, ketika Zainab mendengar berita
itu, ia memperkatakan bahwa ini adalah pertanda baik bagi Islam. Musuh-musuh Islam telah gentar kepada wanita Islam yang telah tua lagi uzur. Ini
menunjukkan hasrat dan minat terhadap Islam terlalu tinggi. Musuh-musuh
Islam telah gentar, mereka tidak dapat membezakan antara yang bertenaga
dan tidak bertenaga, antara wanita dan lelaki, antara tua dan muda, semuanya
sama sebagai musuh mereka.

Setelah Mursyidul 'Am Hassan Al-Banna syahid dimamah peluru
durjana yang tidak mengenal insan beriman atau tidak, Zainab Al-Ghazali
terus berbai'ah kepada Hassan Al-Hudhaibi, Mursyidul 'Am penganti Hassan
Al-Banna. Ia terus mengadakan pertemuan dan perbincangan dengan
pimpinan Ikhwan Muslimin. la mendengar pandangan mereka dan
mengambil pengajaran daripada mereka.

Thursday, August 4, 2005

Ayat Kursi menjelang tidur

Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya. "Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," gertak Abu Hurairah. Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : "Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan."



Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru. Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : "Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?"
Ia mengeluh, "Ya Rasulullah, bahwa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan," jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahwa ia kasihan kepada pencuri itu,lalu dilepaskannya.

"Bohong dia," kata Nabi : "Padahal nanti malam ia akan datang lagi. "karena Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan. Dan,benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kelmarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.
"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," ancam Abu Hurairah, sama seperti kelmarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun : "Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi."

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawaban yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : "Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi."
Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kelmarin itu dilepaskan begitu saja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ? "Awas!" katanya dalam hati. "Kali ini tidak akan kuberikan ampun."

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. "Nah, benar juga, ia datang lagi," katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.
"Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga. Lepaskan saya," pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahwa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : "Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna."

"Kalimat-kalimat apakah itu?" Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. "Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi."
Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.
Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

"Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?" tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.
"Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan," jawab Abu Hurairah.
"Kalimat apakah itu?" tanya Nabi.
Katanya : "Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula : "Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari."

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, "Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta." Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : "Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang ertemu denganmu tiap malam itu?"
"Entahlah." Jawab Abu Hurairah.
"Itulah syaitan."
Perempuan rawan diganggu syetan?

Indah (25 tahun) nama panggilannya, seorang mahasiswi yang tinggal di
bogor. Ia tadinya adalah perempuan yang rajin beribadah, shalat lima
waktu setiap hari tidak pernah dilalaikan. Hanya beberapa bulan ini,
ia mera aberat dan malas. Kalau pun rasa malas itu berhasil di
tanggulangi, muncul gangguan lain yang membuat shalatnya tidak
khusyu'. Saat takbiratul ikhram dimulai, ia merasa dadanya sesak
sehingga susah bernapas. Ketika dilakukan terapi ruqyah oleh tim
ruqyah majalah ghoib, ia mengamuk dan mengomel-ngomel, omongannya
kacau. Dan setelah ia sadar, ia bercerita bahwa di saat masih di
bangku SD, ia sering di beri minuman oleh ayahnya. Katanya minuman
itu bertuah. Ia disuruh minum agar menjadi wanita penurut dan tidak
badung.
NE (36 tahun) inisialnya, seorang wanita karir tinggal di bekasi. Ia
datang ke Majalah ghoib untuk berkonsultasi ttg penyakitnya yang
sudah 15 tahun di derita. Entah sudah berapa dokter yang dikunjungi
juga pengobatan altrenatif dilakukan, tapi sama sekali tidak ada
perubahan. Hingga general check up pun dilakukan dan dinyatakan sehat
dan normal. Indikasi penyakitnya adalah badannya yang menjadi panas
(demam) setiap hari. Panas ini terasa mulai pukul 16.00 sampai
datangnya shalat maghrib. Setelah itu suhu tubuhnya akan kembali
normal.
Cerita-cerita di atas hanya sebagian kecil dari cerita-cerita aneh
tapi nyata, yang sempat disampaikan oleh para pasien perempuan
sebelum menjalani terapi ruqyah di kantor majalah ghoib. Dalam kajian
ini, akan dibahas tentang masalah ganngguan syetan pada kaum hawa.

Berikut ini akan dijelaskan saat-saat tertentu, dimana gangguan atau
kejahatan bisa lebih menguat pada para perempuan. Inilah momentum-
momentum tersebut :

A.SAAT TENGAH MALAM
Pada suatu malam, Rasulullah SAW menyampaikan pesan khusus kepada
seorang perempuan. Ia adalah Aisyah, istrinya sendiri. Aisyah r.a
menuturkan, "pada suatu malam ketika Rasulullah SAW melihat bulan,
beliau berpesan,"Wahai Aisyah!berlindunglah kepada Allah SWT dari
kejahatan (malam) karena inilah yang disebut dengan ghasiqin idza
waqab." (HR. Tirmidzi dan dinyatakan hadits hasan shahih). Malam
yang gelap meyimpan banyak misteri, waktu yang kodusif untuk orang-
orang yang berniat jahat. Merampok, mencuri, membunuh, membakar rumah
atau tindakan criminal lainnya. Begitu juga aktifitas para duku dan
tukang sihir, mereka melakukan praktik perdukunannya pada malam hari.
Waktu malam banyak manusia yang tertidur, sehingga memudahkan mereka
para dukun untuk mengirimkan jin yang bersekongkol dengannya untuk
merasuk ke jasad yang terlelap. Memang kondisi orang tidur nyaris
tidak melawan. Bagi orang yang tidak berdo'a sebelum tidurnya, maka
ia akan menjadi mangsa dukun yang terlaknat. Maka beruntunglah orang
yang tidak lupa memohon perlindungan Allah sebelum matanya terpejam.
Waspadalah terhadap kejahatan yang tersembunyi dalam kegelapan malam,
berlindunglah kepada Allah SWT sebelum tidur dan saat memasuki tengah
malam. Ikutilah sunnah Rasulullah SAW, berwudhu sebelum tidur,
membaca surat Al-ikhlas, Al-Falaq, An-Nass, kemudian tiupkan kedua
telapak tangan untuk diusapkan keseluruh tubuh. Bacalah ayat kursi
dan dua ayat terakhir surat al-Baqarah. Rasulullah SAW dalam
haditsnya," apabila kamu hendak tidur di pembaringan, bacalah ayat
kursi sampai tuntas, karena (dengan begitu) maka Allah akan
senantiasa menjagamu dan syetan tidak akan mendekatimu sampai pagi,"
(HR. Bukhari dari Abu Hurairah). Hanya kepada Allahlah kita memohon
perlindungan.

B.SAAT HAID ATAU NIFAS
Banyak wanita yang beranggapan bahwa saat haidh datang adalah saat
kebebasan. Karena Islam melarang mereka untuk shalat dan berpuasa.
Banyak wanita yang menghabiskan waktu di masa haidh untuk menonton
tanyangan televise seharian, mendengarkan musik atau jalan-jalan
dipertokoan hingga larut malam dan bermalas-malasan. Disamping itu
ada yang beranggapan bahwa bila sedang haidh maka wanita dilarang
menyentuh segala hal yang berhubungan dengan aktifitas keagamaan dan
berbai ibadah. Sehingga wanita yang sedang haidh sangat rawan dan
rentang akan gangguan syetan.
Ketahuilah bahwa membaca isti'adzah adalah bagian dari dzikrullah.
Dan itu dilakukan setiap saat dan setiap waktu. Imam Nawawi
berkata," Ketahuilah, bahwa dzikir dianjurkan dalam setiap kondisi,
kecuali kondisi yang dimakruhkan oleh syariat seperti buang hajat,
bersetubuh, saat mendengar khotbah atau ketika mengantuk berat."
(Kitab Al-Adzkar :12).
Rasulullah SAW bersabda, "…Dan aku perintahkan kalian untuk
berdzikir kepada Allah SWT yang banyak. Perumpamaan orang yang banyak
berdzikir itu seperti orang yang dicari-cari dan dikejar –kejar
musuh. Lalu ia mendapatkan benteng yang kokoh yang bisa melindungi
dirinya dari kejaran musuh. Begitulah seorang hamba, dia tidak akan
selamat dari gangguan syetan kecuali dengan dzikir kepada Allah
SWT." (HR Tirmidzi dengan sanad shahih).
Untuk itulah sekalipun dalam keadaan haidh atau nifas, tetaplah
berdzikir pagi dan sore, membaca do'a-do'a harian saat memulai
aktivitas, mendengarkan tilawah.

C.SAAT MENGHADAPI COBAAN
Cobaan akan selalu datang dan menghampiri sebagai suatu ketetapan
Allah SWT bagi makhlukNya, baik perempuan atau laki-laki. Maka
janganlah jadikan cobaan sebagai alasan berbuat dosa atau melakukan
hal-hal yang haram.
Jangan selalu menuruti hawa nafsu dan larut dalam kesedihan yang
berkepanjangan. Akhirnya ibadah menjadi tidak khusu' , sering
melamun, termenung. Kondisi inilah yang disukai oleh syetan, karena
dia akna mudah mencari sasaran. Bersabarlah menghadapi musibah,
bersyukurlah saat menerima anugrah. Agar Allah sennatiasa mengampuni
dan melindungi kita dari gangguan syetan. (di ambil dari Majalah
Ghoib Edisi 46, 8 agustus 2005

Wednesday, August 3, 2005

14 Butir Sikap Politik PKS di Munas I

PKS Online: PKS mengeluarkan 14 butir sikap politik
dalam Munas I PKS, 23 – 31 Juli 2005. Sikap itu
dibacakan oleh Tifatul Sembiring, Presiden PKS, dalam
acara penutupan Munas I PKS yang bertempat di Hall
Basket Senayan hari Ahad, 31 Juli 2005.

Beberapa Butir Penting
Sikap Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Dalam Munas I PKS, 23 – 31 Juli 2005 di Senayan
Jakarta


1. PKS dalam Musyawarah Nasional ini telah menegaskan
sikap politik partainya dalam kancah perpolitikan
Indonesia sebagaimana tercermin dalam Visi 2009 yakni
MENJADI PARTAI DAKWAH YANG KOKOH UNTUK MELAYANI DAN
MEMIMPIN BANGSA.

2. PKS menyeru kepada kader, simpatisan, konstituen
serta seluruh ummat Islam dan bangsa Indonesia untuk
berperan aktif dalam menjaga keutuhan bangsa dan
keharmonisan kehidupan masyarakat.

3. PKS mendorong pengelolaan negara yang merujuk
kepada semangat ketaqwaan dan prinsip-prinsip
kesalehan moral dan oleh kerenanya menyerukan kepada
semua pihak terutama penyelenggara negara dan
pemerintahan untuk melaksanakan gaya hidup hemat
sebagai bentuk pertanggung-jawaban terhadap dana
masyarakat, serta berempati terhadap penderitaan
kondisi masyarakat yang masih menderita dampak krisis
berkepanjangan.

4. PKS mendukung kenaikan gaji untuk PNS golongan I
dan II, serta TNI dan Polri berpangkat Bintara dan
Tamtama seraya mendorong mereka untuk meningkatkan
semangat dan kinerjanya. PKS memandang kenaikan gaji
untuk para pejabat negara baik legislatif maupun
eksekutif pada saat ini bukanlah sebuah momentum yang
tepat dan dapat melukai kebanyakan hati masyarakat
yang sedang bergulat dengan krisis.

5. PKS mendukung semua upaya yang dilakuakn seluruh
elemen bangsa untuk menyelesaikan masalah Aceh secara
bermartabat, berkeadilan dan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Terhadap pembicaraan
damai yang diselenggarakan di Helsinki, PKS berharap
secepatnya dapat membuahkan hasil yang positif
sebagaimana harapan masyarakat Aceh keseluruhannya.
Terkait dengan isu-isu persetujuan yang sensitif dan
menyangkut hak-hak DPR, seperti keberadaan partai
lokal, hendaknya pemerintah menempuh prosedur-prosedur
politik sebagaimana yang diatur dalam
perundang-undangan.

6. PKS berharap penyelesaian masalah Aceh dapat
terjadi secepatnya sebagai salah satu bagian
komprehensif dari penanggulangan bencana dan
pembangunan kembali Aceh setelah terjadinya gempa dan
tsunami. Kita berharap masyarakat Aceh dapat memasuki
kehidupan barunya dalam suasana yang benar-benar damai
dan sejahtera memasuki awal abad ke 21 ini.

7. PKS memandang kedudukan KPU maupun KPUD dalam
perundang-undangan yang ada sekarang, sangat potensial
untuk terjadinya penyimpangan baik dalam masalah
keuangan maupun penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh
karena itu, untuk penyehatan proses demokratisasi di
Indonesia, PKS memandang harus ada sebuah peninjauan
kritis terhadap aturan-aturan yang menyangkutKPU dan
KPUD melalui peninjauan Undang Undang dan juga
peninjauan terhadap Peraturan Pemerintah. Kasus-kasus
korupsi yang menimpa KPU dan KPUD dan juga kasus-kasus
kemarahan masyarakat akibat ketidakpuasan atas kinerja
KPUD dalam pilkada harus dicegah melalui penelaahan
kritis peratuaran perundangan.

8. PKS berharap pemberantasan korupsi, kolusi,
nepotisme, kriminalitas, perjudian, narkoba, dan
kemaksiatan lainnya yang menganggu ketentraman dan
kesejahteraan kehidupan masyarakat menjadi agenda
utama kepala daerah terpilih yang berasal dari kader
PKS. Diharapkan basis kebijakan good governance di
atas dapat menjadi upaya awal mensejahterakan rakyat
melalui kebijakan-kebijakan pembangunan yang
berorientasi kepada keadilan kepada seluruh lapisan
masyarakat.

9. PKS mendukung kerja keras yang dilakukan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam
usaha mewujudkan Indonesia Yang Bebas Korupsi. PKS
memandang upaya itu harus terus ditingkatkan baik
terkait dengan kualitas perkara, kecepatan penanganan
maupun jumlah kasusnya sehingga masyarakat merasa
upaya-upaya tersebut bukan hanya sekedar pemanis bibir
belaka.

10. PKS mendesak pemerintah memperhatikan tindak
lanjut secara serius kebijakan kenaikan harga BBM,
agar dapat menjadi solusi terhadap kondisi terpuruknya
ekonomi nasional. Penyaluran dana kompensasi BBM harus
bisa sampai kepada masyarakatn yang membutuhkan,
disertai dengan kontrol terhadap implementasi
penyalurannya secara ketat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.

11. Mengenai kasus penyerangan terhadap kelompok
Ahmadiyah, PKS menghimbau agar masyarakat, khususnya
kaum muslimin menyikapinya dengan lebih arif dan
ertindak anarkis. Perbedaan pemahaman sebaiknya
diselesaikan dengan penyadaran-penyadaran yang
bersifat persuasif. PKS menghimbau kapada
lembaga-lembaga Islam seperti MUI yang telah
mengeluarkan fatwa tentang Ahmadiyah, mengikuti fatwa
tersebut dengan memberikan himbauan kepada masyarakat
luas agar tidak bertindak anarkis dan menghakimi
dengan cara-cara yang melanggar hukum dan
perundang-undangan.

12. PKS memandang pemerintah perlu mendayagunakan
secara optimal potensi tenaga kerja rakyat Indonesia
baik untuk keperluan dalam negeri maupun luar negeri.
Wilayah-wilayah perbatasan Indonesia yang masih
merupakan daerah-daerah kosong penduduk perlu
diberdayakan dengan program penempatan tenaga kerja
permanen. Selain itu, pemerintah harus membuat
langkah-langkah sistematis untuk memperbesar jumlah
tenaga kerja ke luar negeri dengan diikuti perkuatan
keterampilan (skill labour) dan advokasinya termasuk
pembuatan perjanjian bilateral antar negara terkait
dengan ketenaga-kerjaan. PKS dengan 47 perwakilannya
di luar negeri siap untuk menyukseskan program ini.

13. Secara umum PKS memandang kinerja pemerintahan
masih belum terlalu memuaskan. Namun demikian
kebijakan-kebijakan yang diambil masih dalam
batas-batas toleransi, mengingat kondisi ekonomi
bangsa belum pulih seperti semula. Kami berharap
pemerintah masih punya $B!H(Bpolitical will$B!I(B
yang kuat untuk memperbaiki kebijakan-kebijakannya dan
memenuhi harapan masyarakat akan terjadinya perubahan
yang lebih baik. Adapun evaluasi menyeluruh terhadap
kinerja pemerintahan SBY-JK akan disampaikan pada
bulan Oktober 2005, tepat setahun terbentuknya Kabinet
Indonesia Bersatu.

14. Dalam kebijakan politik luar negeri PKS tetap
berpegang kepada politik bebas aktif yang menjunjung
tinggi hak kemerdekaan setiap bangsa di dunia. Oleh
karena itu PKS mendukung seluruh perjuangan
bangsa-bangsa yang saat ini tengah berada dalam
cengkraman penjajahan, khususnya bangsa Palestina,
Iraq, Afganistan, dan lainnya.

(Novri)