Wednesday, May 27, 2009

SABAR

Sabar: Keajaiban Seorang Mukmin
Syarah Hadits
2/6/2007 | 17 Jumadil Awal 1428 H | Hits: 13.431
Oleh: Tim dakwatuna.com

Dari Suhaib r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits :

Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh:

· Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.

· Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.

· Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

Makna Hadits Secara Umum

Setiap mukmin digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’. Pesona berpangkal dari adanya positif thinking seorang mukmin. Ketika mendapatkan kebaikan, ia refleksikan dalam bentuk syukur terhadap Allah swt. Karena ia paham, hal tersebut merupakan anugerah Allah. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya. Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, ia akan bersabar. Karena ia yakin, hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang ada rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah swt.

Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan: seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menggambarkan ciri dan keutamaan orang beriman sebagaimana hadits di atas.

Makna Sabar

Sabar merupakan istilah dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “shabara”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran“. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)

Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah swt.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Al-Khawas, “Sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidakmampuan. Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang).”

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri, terdapat 103 kali disebut dalam Al-Qur’an, baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah swt.

1. Sabar merupakan perintah Allah. “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153). Ayat-ayat yang serupa Ali Imran: 200, An-Nahl: 127, Al-Anfal: 46, Yunus: 109, Hud: 115.

2. Larangan isti’jal (tergesa-gesa). “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…” (Al-Ahqaf: 35)

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar: “…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqarah: 177)

4. Allah akan mencintai orang-orang yang sabar. “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. (Ar-Ra’d: 23 - 24)

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar:

1. Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik. Rasulullah mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya’.” (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata”Seakan-akan aku memandang Rasulullah saw. menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari)

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)

8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullan saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah saw. mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga:

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, dan memandang sesuatu yang haram.

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta dan kehilangan orang yang dicintai.

Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang harus diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif pada amal. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan melaksanakan ibadah. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat guna meningkatkan kesabaran. Di antaranya:

1. Mengikhlaskan niat kepada Allah swt.

2. Memperbanyak tilawah (membaca) Al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Puasa merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat untuk mengalahkan nafsu yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, dan kikir.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna.

6. Perlu mengadakan latihan-latihan sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi, misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya.

Tuesday, May 12, 2009

ketik : REG(spasi)HARTA kirim ke N.E.R.A.K.A

dikirim: Wahyu Hamzah
pada grup: Ayo Baca Al-Qur'an

Celakalah kedua belah tangan Abu Lahab dan celakalah dia. Harta bendanya dan apa yang dia usahakan, tidak berguna bagi dirinya. Dia akan masuk api yang menyala-nyala. (QS AL-LAHAB : 1-3)

Tahukah kamu orang yang mendustakan hari Pembalasan. Itulah orang yang menolak hak anak yatim. Dan tidak menganjurkan member makan terhadap orang-orang miskin. (QS AL-MA’UN : 1-3)

Kecelakaanlah bagi setiap orang yang mengumpat dan mengejek. Yaitu orang yang mengumpulkan hartanya dan menghitung-hitungnya. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Jangan demikian, sungguh ia akan dicampakkan dalam Huthamah (neraka). (QS AL-HUMAZAH : 1-4)

Kamu telah dilalaikan oleh kemewahan. Hingga kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, nanti kamu akan mengetahui. (QS AT-TAKASUR : 1-3)

Sesungguhnya manusia itu sangat tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya ia menyaksikan hal itu. Dan sesungguhnya ia sangat cinta pada harta. (QS AL-‘ADIYAT : 6-8)

Jangan demikian (wahai orang yang ingkar) sesungguhnya manusia itu sungguh melampaui batas. Karena ia melihat dirinya kaya. Sesungguhnya kembali(mu) itu kepada Tuhanmu. (QS AL-‘ALAQ : 6-8)

Dan adapun orang yang kikir dan memandang dirinya kaya. Dan mendustakan terhadap kebaikan. Maka segera Kami permudah dia pada kesukaran. (QS AL-LAIL : 8-11)

Adapun manusia apabila dia diuji Tuhannya dan dimuliakan-Nya serta dia dikaruniai kenikmatan oleh-Nya, maka dia berkata : “Tuhanku memuliakanku”. Adapun apabila dia diuji oleh-Nya dan disempitkan-Nya rezekinya, maka dia berkata : “Tuhanku menghinakanku”. Janganlah demikian, bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak menganjurkan untuk member makan kepada orang miskin. Dan kamu memakan harta pusaka secara campur baur. Dan kamu mencintai harta dengan cinta yang berlebihan. (QS AL-FAJR : 15-20)

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain minta disempurnakan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka merugikan (mengurangi). (QS AL-MUTAFFIFIN : 1-3)

Sesungguhnya neraka Jahanam adalah tempat penantian (orang-orang kafir). Lagi (pula) menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang durhaka. Mereka tinggal di dalamnya dalam waktu yang lama. Di dalamnya mereka tidak merasakan kesejukan dan tidak ada minuman. Kecuali air panas dan nanah. (QS AN-NABA’ : 21-25)

Sunday, May 10, 2009

Dikirim: Nawawi Muhammad
di "NGAJI,BIKIN KEREN"

Istiqamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16). Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan" (institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan. Lihat saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi microchip (harfiah: kerupuk kecil) dalam teknologi elektronika.

Siapa saja yang mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen, pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang statis. Memang istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan. Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat.

Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri. Lebih-lebih lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan "cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu sendiri.

Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas. (afzan. m. wahab*)

Islam Iltizam

dikirim: Nawawi Muhammad
di "NGAJI, BIKIN KEREN"

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Rabb kami ialah Allah,' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka [dengan mengatakan], 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan [memperoleh] surga yang telah dijanjikan Allah 'kepadamu.' [Fushshilat: 30]

Rasulullah saw dan para sahabat adalah orang-orang yang memiliki jiwa militansi sangat tinggi, mereka patut untuk kita jadikan panutan dalam hal iltizam. Apakah pantas orang-orang yang mengikuti jalan mereka selaku umat terbaik justru dicap negatif sebagaimana yang sering terjadi sekarang ini?

Iltizam adalah suatu kata yang umum yang menunjukkan makna menetapi dan sungguh-sungguh terhadap syariat atau selainnya. Akan tetapi, dalam konteks sekarang ini lebih cenderung banyak dipakai untuk istilah orang yang berpegang teguh terhadap syariat dan termasuk [memegang erat] agama [Islam]. Dari sini kita katakan bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam agama [iltizam] adalah seorang lurus dan istiqamah [mustaqim], memagang syariat [al mutamassik bisy syari'ah], taat kepada Allah [al muthi' lillah], atau menjalankan syariat Allah dan ittiba kepada Rasulullah saw ['amilan bisyari'atillah wa muttabi'an lirasulillah].

Dari definisi [ta'rif] di atas, iltizam pada prinsipnya adalah memegang teguh syariat, mengamalkannya dan ittiba kepada sunah Rasulullah saw: inilah hakikat iltizam. Kita akan melihat bahwa seorang yang multazim aktivitas kesehariannya akan berkisar pada amalan-amalan wajib, ataupun sunah, mungkin juga tambahan [nawafil] dari bentuk-bentuk ibadah dan ketaatan, bisa juga fardu kifayah. Demikianlah tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan memposisikan dirinya sebagai orang yang multazim.
Allah SWT berfirman yang artinya, 'Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali [agama] Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.' [Ali Imran: 103]. Dalam konteks ini iltizam bermakna menetapi sesuatu dan berpegang teguh kepadanya [I'tisham].
'Maka wajib atas kalian semua berpegang teguh dengan sunahku dan sunah khulafaur rasidin yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham.' [maksudnya berpegang teguhlah dengan sunah sekuat tenaga, red] [HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad Darimi].

Apa yang dilakukan seorang multazim? Seorang yang benar-benar multazim harus melakukan amalan-amalan yang menjadi bukti konkrit atas kesungguhan dan komitmennya terhadap Islam.

Pertama, Berpegang teguh dengan as Sunah. Seorang yang multazim sudah barang tentu harus memegang as Sunah dengan sungguh-sungguh, atau dengan kata lain mereka adalah ahlus sunah dan ahlus syariah. Dia juga al jamaah [kelompoknya Nabi dan para sahabat], meskipun minoritas dalam umat manusia, tetapi mayoritas untuk pengikut Muhammad; akan tetapi, mereka yang benar-benar pengikut sejati yang kuat dan berada di baris terdepan adalah minoritas dari yang mayoritas pengikut Muhammad saw.

Kedua, seorang yang multazim giat menuntut ilmu. Muslim yang multazim haruslah selalu menuntut ilmu sehingga ia beribadah kepada Allah di atas dasar cahaya dan hujjah yang jelas, bukan di atas prasangka dan dugaan, meniru dan ikut-ikutan, kejahilan dan kesesatan. Masalah ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab seorang yang iltizam dengan ajaran Islam otomatis akan menjadi da'i yang menyeru ke jalan Allah. Ia akan mengajak orang lain untuk beristiqamah, iltizam dan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Dengan ilmu [syar'i] inilah, ia akan mengajak orang ke jalan Allah dengan berlandaskan hujah yang terang [bashirah].

Ketiga, multazim adalah seorang yang meninggalkan bid'ah, maksiat dan kesia-siaan [lahwu]. Seorang yang istikamah harus selalu bersemangat untuk senantiasa melakukan apa-apa yang disyariatkan Allah, belajar dan mengajarkan Islam. Ia selayaknya juga harus berusaha sekuat tenaga menjauhi segala bentuk yang bisa mencoreng harga dirinya, menodai keadilannya, dan apa saja yang bisa menuurunkan martabat dan kedudukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meninggalkan bid'ah, maksiat, dan segala bentuk kesia-siaan.

Keempat, ia berdakwah menyeru ke jalan Allah, juga berjihad menegakkan kalimatullah. Setelah seseorang diberi rahmat oleh Allah berupa kemampuan untuk beriltizam dan beristiqamah, maka ia tidak boleh berhenti sampai di sini. Akan tetapi, ia masih mempunyai kewajiban yang sangat penting, yaitu berdakwah mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak siapa saja, baik itu saudara, sahabat, teman kerja, keluarga, dan siapa saja yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya seiman, sebab jika ia tidak berdakwah kepada kebaikan tentu mereka yang buruk dan sesat akan mengajak kepada keburukan dan kesesatan yang mereka kerjakan. Bukankah kita akan senang jika banyak orang yang mengikuti jejak kebaikan yang kita lakukan? Bukankah kita senang jika banyak orang yang menolong dan membantu kita? Kita juga akan merasa senang jika banyak orang yang senantiasa berbuat kebajikan dan meniti agama yang lurus, baik itu kalangan pemuda, remaja, maupun anak-anak. (Abu Anas Ali bin Husani*) Abu Luz