Saturday, September 24, 2005

Meninggalkan Sholat

Sumber Artikel dari sini

Pria_fantasia menulis "Diriwayatkan bahawa pada suatu hari Rasulullah saw sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis. Apabila Rasulullah saw melihat pemuda itu menangis maka baginda pun berkata, "Wahai orang muda kenapa kamu menangis?" Maka berkata orang muda itu, "Ya Rasulullah saw,ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya."! Lalu Rasulullah saw memerintahkan Abu Bakar ra dan Umar ra ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya.Setelah mengikut orang itu, maka Abu Bakar ra dan Umar ra mendapati ayah orang muda itu telah bertukar rupa menjadi babi yang berwarna hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah saw, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi babi hutan yang hitam." Kemudian Rasulullah saw dan para sahabat pun pergi kerumah orang muda dan baginda pun berdoa kepada Allah SWT kemudian mayat itu pun tukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Rasulullah SAW dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut.Ketika mayat itu hendak dikebumikan,maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah saw pun bertanya kepada pemuda itu,"Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?" Berkata orang muda itu, "Sebenarnya ayahku ini tidak mau mengerjakan solat."Kemudian Rasulullah saw bersabda, "Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam."

Di zaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak. Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap darah mayat. Lalu mereka cuba membunuh ular itu. Apabila mereka cuba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut, "Laa ilaaha illallahu Muhammadu Rasulullah, mengapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan kepadaku supaya menyiksanya sehingga sampai
hari kiamat." Lalu para sahabat bertanya, "Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?" Berkata ular, "Dia telah melakukan tiga kesalahan, di antaranya:
1. Apabila dia mendengar azan, dia tidak mahu datang untuk sembahyang berjamaah.
2. Dia tidak mahu keluarkan zakat hartanya.
3. Dia tidak mahu mendengar nasihat para ulama.

MAKA INILAH BALASANNYA.....

Thursday, September 22, 2005

Belajar Syukur dari Asma Allah

Salah satu asma Allah yang berkaitan dengan kesyukuran adalah Asy-Syakur yang artinya Maha Pembalas Budi (Menghargai), demikian menurut terjemahan wikipedia.

Dalam Al-Qur’an, keMaha-syukuran Allah dibuktikan dalam surat dan ayat berikut:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. (QS Al-Baqarah [2]: 261)
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS Al-Zalzalah [99]: 7).


Dan banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan bagaimana Allah menjanjikan serta menyebut-nyebut balasan kebaikan bagi hambaNya yang beramal sholeh. Hal itu karena sifat kemaha Pembalas budi-an Allah SWT.

Dan terhadap ni`mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.(Qs.Dhuha [93] : 11)

Demikianlah Allah SWT, disamping memberi suatu perintah namun juga disertai dengan mengajarkannya.
Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan salah satu makna dasar dari kata syukur adalah Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Dan selanjutnya mengatakan bahwa hakikat kata syukur adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun.

Hal ini bila dikaitkan lagi dengan Asma Allah Asy-Syakur, bahwa Allah akan membalas kebaikan walau itu sebesar biji dzarrahpun maka artinya sekecil apapun kebaikan yang telah diperbuat hambaNya, Allah membalasnya dalam jumlah yang jauh lebih banyak, baik dalam pujian dan dalam janji-janji serta tentu saja dalam bentuk karunia langsung atau tidak langsung.

Berdasarkan janji Allah Ta’ala dalam QS.Ibrahim [14]:7, ……`Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu,……” maka "syukur" mengisyaratkan "Siapa yang merasa puas atau mampu mensyukuri dari yang kecil atau sedikit, maka ia akan memperoleh banyak kebaikan, kelebatan dan kesuburan karenanya", atau istilah yang lazimnya adalah berkah.
Dalam istilah arab, syakur bermakna bahwa seekor keledai dapat gemuk dengan rumput yang sedikit, dan setangkai tanaman dapat tumbuh hanya dengan awan yang menggantung sajapun.
Jadi seandainya seseorang senantiasa sibuk mensyukuri apa-apa yang telah dikaruniakanNya, maka sesungguhnya ia sedang mengoptimalkan manfaat dan hatur terimakasih atas karunia dari dan kepada Allah, kemudian Allah melengkapi kesyukurannya itu berupa menambahkan karuniaNya karena sifat keMaha-syukuran Allah SWT. Oleh karena itu kesyukuran yang cukup itu mencukupkan kebutuhan hawa nafsu yang seringkali mengajak manusia untuk melampaui batas.

Bila Allah saja mencontohkan bagaimana membalas amal sholeh hambanya walau sebesar dzarrah, maka seperti itu pula syukur seorang hamba terhadap Zat yang telah memberi banyak karunia pada dirinya.

Jadi, sudah cukupkah ucap terimakasih dan syukur kita (dari lubuk hati paling dalam) melalui dzikir harian kepadaNya(?!)
Seberapa banyak pula kita telah apresiasikan kesyukuran kita (atas karuniaNya) dalam sujud-sujud panjang keseharian kita(?!)
Lalu, masih beratkah berbagi setelah disadari bahwa pemberianNya tlah begitu melimpah(?!)

Ayoo maya! tingkatkan syukurmu, aktualisasikan dalam amal dan berbagilah dengan apa yang kau punya!

Wednesday, September 14, 2005

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

KH. Rahmat Abdullah (alm)
AlDakwah.org.

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling
mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya
saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan
yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW :

"Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan
menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara
proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau
cintai." (Hadist Sahih Riwayat Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani,
Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal.

Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i
yang menggariskan aqidah "La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l
Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat
kepada Alkhaliq. (Hadist Sahih Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan
Hakim).

Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya
pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu
adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke
bawah garis rahabatus'shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak
(upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas
kepentingan diri).

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya,
maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan
da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun
pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan
mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka
ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi
seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang
sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah
terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau
oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang
bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'wah dan
menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang
membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.

Ada seorang ikhwah, Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah
dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau
alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan
iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak
sederhana. "Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung
di wajah pengantinku tercinta", tuturnya.

Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung,
seakan doktrin da'wah telah mengelupas. Kala itu jarang da'i dan
murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa
pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij
sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya
terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?"
Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau
da'wahku ?".

Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu
nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya
pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas
24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah
dan kita menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah
mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da'wah. Saya cinta kamu dan
kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala
hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih
mendung, namun membaik setelah beberapa hari.

Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan
menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan,
mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini
keluarga da'wah tersebut sudah menikmati berkah da'wah.

Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah.
Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap
ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia
absent dalam pertemuan rutin. Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai
menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna
waahluna": "kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs.
48:11).

Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa
saya harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat
keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang.
"Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin
kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan di muhasabah lagi sampai
dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi,
mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan
begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang
kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah.

Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki
komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki
kelezatan duduk cukup lama dalam forum da'wah, yang penuh berkah.
Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain
pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati
ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in
lam takun bihim falan takuna bighoirihim".

Di Titik Lemah Ujian Datang

Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu
simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163:
"Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka
melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan
buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka
tidak ber-sabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji
mereka karena kefasikan mereka".

Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma'ruf
nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan
kita. Ini terkait dengan ujian.

Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari
belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan
sepanjang hari hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian
kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit
waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan.

Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari
belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari
ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan,
alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin
lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya
sedang dibawah.

Seorang Ustadz, ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah,
mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan
alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan
kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka
bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Ustadz tersebut.

Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena
sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada
titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang
seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam
11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang
menyibukkan mereka dengan berbagai cara.

Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti
kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan menyingkir, tetapi
ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus
menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa,
mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan
kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan
cobaan sepanjang hari.

Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam
berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban
liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu,
pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari
kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan.

Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan: "Seandainya para
raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam
dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi
kita dengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan
diikuti, dihayati dan diperjuangkan. Berda'wah adalah nikmat,
berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika
da'wah bersama ikhwah adalah nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh
mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia
yang menipu dan impian yang tak kunjung putus.

Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang
lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji
di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang
keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu
lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi
popularitas, riya' mungkin -dimasa ujian- akan menemukan orang yang
terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin
diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun
(klarifikasi).Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak
perkara yang membuat dia hanya 'selamat' dengan berdusta lagi. Dan itu
arti pembesaran bencana.

Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah
(dahulu Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis
bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu
nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat,
dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan
Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan
harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu,
gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab
dan penyesalan.

Seni Membuat Alasan

Perlu kehati-hatian -sesudah syukur- karena kita hidup di masyarakat
Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang
cerdas tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada
sangkaan baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat faham
bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu.

Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. "Ya ALLAH, jadikan daku
lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan
mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya
lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ?
"Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu,
padahal engkau tahu betapa diri kamu jauh dari kebaikan itu", demikian
kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.

Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para
hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu
mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan
lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman
maaf, "Afwan ya Akhi".

Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar

Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita 'menyumbangkan' karya kecil kita,
memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan
kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita,
tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah. "Mereka
membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan :
'Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi
kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu
karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang
jujur" (Qs. 49;17).

ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah
karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu
-karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan
manusia yang tidak maksum dan sempurna- menunggu musibah dan
kegagalan, untuk kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya
bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah
kebahagiaan ini?.

Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi
mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak
motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya
dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak
seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah
dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling
mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan
cinta fi'Llah.

Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu
dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.

Friday, September 9, 2005

Mengenang Guru: Rahmat Abdullah (alm)

Perginya Syaikhut Tarbiyah

USTADZ RAHMAT ABDULLAH DALAM KENANGAN / Berita
Tanggal: 16 Jun 2005 - 12:19 AM
Oleh Herry Nurdi
http://www.pk-sejahtera.nl/print.php?sid=382

PKS.NL-Online.- Apakah ini bukti dari kata-kata yang selama ini beredar di masyarakat kita. Bahwa orang-orang shalih lebih cepat meninggal dunia dan mendahului orang-orang yang mencintainya.


ore menjelang malam itu (14/06), belum lagi rasa penat saya hilang setelah pulang dari perjalanan,
kabar yang mengagetkan saya terima setelahdering telepon surut.

"Ustadz Rahmat Abdullah, meninggal dunia," begitu seorang teman dengan nada bergetar diujung sambungan.

Tak percaya dengan apa yang saya dengar, saya mencobamenelepon beberapa teman lain, menanyakan hal ini. Dan jawabannya membuat saya kian lemas,

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Semoga Allah memberikan tempat yang terbaik, sebagai balasan atas segala jerih payah dalam jalan dakwah yang pernah Ustadz Rahmat Abdullah lakukan.

Beberapa menit berlalu, saya masih gamang menerima kabar ini. Sebab, beberapa hari lagi, beliau dijadwal untuk mengisi daurah yang tadinya akan saya ikuti. Saya masih berharap bisa bertemu beliau, dan sekadar iseng, berniat menanyakan kata pengantar yang hendak beliau tulis untuk buku saya. Buku tentang perkembangan dakwah dan situasi agama Islam secara internasional. Tapi Allah berkehendak lain, rindu saya untuk bertemu beliau tak pernah tersampaikan.

Yang saya ingat dari beliau tentang buku itu adalah sepenggal kalimat permintaan maaf.

"Afwan ya akhi, belum sempat-sempat juga memberikan pengantar. Tapi buku antum akan sangat berguna, insya Allah," begitu ujar beliau dalam sebuah pertemuan.

Terlebih dulu saya memohon maaf kepada pembaca. Tulisan ini dibuat dengan sangat terburu-buru. Mesin cetak yang sudah berputar terpaksa kami hentikan. Sebagai tanda rasa hormat dan berkabung kami, keluarga besar SABILI, yang mendalam atas wafatnya Ustadz Rahmat Abdullah.

Saya juga harus mengakui, bahwa tulisan ini sama sekali tak sempurna. Saya tak tahu detil riwayat hidup beliau, itu semua hanya karena satu hal. Kami tak menduga waktunya akan datang secepat ini.

Padahal, tentang maut berkali-kali beliau ingatkan kepada kami. Saya teringat sebuah artikel yang beliau tulis, beberapa waktu lalu. Judul tulisan itu cukup singkat, "Kematian Hati."

Dalam paragrap pertama, seolah hendak mengingatkan dirinya sendiri, Ustadz Rahmat Abdullah menuliskan kalimat seperti ini,

"Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi."

Itulah yang diisyaratkan oleh beliau. Sebuah isyarat yang mengajak kita semua, untuk terus mengingat maut yang memutuskan segalanya. Ustadz Rahmat Abdullah, ia adalah putra Betawi yang lahir di Jakarta pada 3 Juli 1953. Dan semua yang ditinggalkan, sama sekali tak menyangka menjelang ulang tahunnya yang ke 52 tahun bulan depan.

Sore itu, Selasa, 14 Juni 2005, Ustadz Rahmat Abdullah diundang Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera untuk memberikan masukan dan saran-saran pada pejabat baru.

Tak ada tanda-tanda beliau kurang sehat atau mengalami gangguan kesehatan. Beliau rapat dengan gayanya yang khas, ceria dan humoris, tapi selalu penuh makna. Dari Ashar sampai waktu shalat Maghrib tiba, Ustadz Rahmat tetap ceria.

Sampai saat beliau mengambil wudhu, lalu berkata agak aneh. Pada Tifatul Sembiring, Presiden
PKS, Ustadz Rahmat bertanya, "Apa ada gempa?" Karena sifat Ustadz Rahmat Abdullah yang humoris, semua menganggap pertanyaan beliau hanya kelakar belaka. Tapi tak lama, beliau limbung dan terjatuh.

Beberapa orang langsung menidurkan beliau dan mengukur tekanan darah yang menunjukkan angka 210. Tapi Ustadz Rahmat meminta duduk dan diantarkan ke RSI Cempaka Putih. Ketika sampai di rumah sakit, dokter yang memeriksa menyampaikan, Ustadz Rahmat telah meninggal
dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Ustadz ramah dengan peci putih khas yang selalu bertengger di kepalanya itu telah pergi meninggalkan kita semua, untuk selamanya.

Tanggal 1 Juni 2005 lalu, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, berlangsung rapat penyusunan struktur Partai Keadilan Sejahtera. Di ruang Bima, hasil pengumuman disampaikan pada wartawan yang telah berjubel menanti berita.

Tifatul Sembiring, yang sebelumnya menjadi Pjs dikukuhkan sebagai Presiden Partai. Dan Ustadz Rahmat Abdullah, yang sebelumnya diamanahi sebagai Ketua MPP,digantikan oleh Ustadz Suharna. Ustadz Rahmat tampak tersenyum lebar, lebar sekali.Beliau sambil berkata, "Freedom."

Ya, Ustadz Rahmat memang telah freedom. Telah merdeka. Telah dibebaskan dari kewajiban dakwah yang mulia.

Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk beliau, sebagai pahala, sebagai ganti atas peluh yang dicucurkan, perasaan yang dicurahkan, pikiran yang ditetaskan di jalan dakwah. Jalan yang telah beliau rintis, jalan yang harus kita teruskan bersama. Sebagai tanda terima kasih kepada beliau. Sebagai tanda meneruskan cita-cita beliau, menegakkan agama Allah.

Sumber : dari sebuah milis

Kematian Hati

oleh: KH. Rahmat Abdullah
dari al-da'wah.org
http://aldakwah.org/modules.php?name=News&file=article&sid=476

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.
Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan
kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera
pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang
sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa
penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya
pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa
itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap
ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut
karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu
tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik
orang-orang berhati jernih. Bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid
lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH,
jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka. Janganlah Engkau hukum
aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka",
ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,
lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang
beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat
banyak.

Ada juga orang yang sama sekali tak pernah beramal tetapi merasa banyak
amal dan menyalahkan orang yang beramal karena kekurangan atau
ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah
dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan
kata. Dimana kau letakkan dirimu ?

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu
kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin
bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa
gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga
getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya
?
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia
berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada
ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka
lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung.

Ini potret negerimu: 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden
usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju
remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis
perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau
berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu
yang tak diperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh".
Betapa jamaknya 'dosa-2 kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat 'TV Thaghut'
menyiarkan segala 'kesombongan jahiliyah dan maksiat' ? Saat engkau muntah
melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung
ustadzmu yang mengatakan "Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan
dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting
mereka tidak dilaknat ?"

Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling
lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami. Sesudah itu urusan
tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana ?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justru
engkau akan dihadang tantangan sangat malu untuk menahan tanganmu dari
jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang
berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah
pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus
mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.

Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka
pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya
inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah
melangkah lebih dulu. Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya
membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit
sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang.
Lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu
saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai. Berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang
perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena
kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah
kandung dan ayah mertua". Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan
ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau
fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh
ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinahi teman sekolahnya dengan seorang alim
yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan
penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka
yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir?
Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini?

Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mall. Betapa besar sumbangan mereka kepada
modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food,
semata-mata karena nuansa "westernnya".

Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman
halal itu, dengan perasaan "Lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau
punya harga diri.

(penulis adalah Ketua MPP Partai Keadilan/Ketua Yayasan Iqro' Bekasi)

posted by Djito @ 8:37 PM |

Tuesday, September 6, 2005

Wisata Hati

Kisah Luqman

siapakah yang masih mengingat cerita yang menarik dan menyejukan itu?
Ketika Luqman diperintahkan oleh majikannya untuk mengambil
'bagian terbaik' dari hewan kurban, ia mengambilkan 'hati dan lisan' hewan
tersebut untuk tuannya. Dan ketika ia disuruh untuk mengambil bagian terburuk,
ia kembali membawa bagian yang sama. Tuannya heran dan bertanya: "Ketika aku
menyuruhmu mengambilkan bagian terbaik dari orang hewan kurban, engkau
membawakanku 'hati dan lidah'. Sekarang, engkau juga memberikan kepadaku organ
yang sama. Kenapa?" Dengan sangat bijak Luqman menjelaskan bahwa tidak ada yang
paling baik dari orang makhluk, kecuali hati dan lisannya. Dan sebaliknya:
tidak ada yang paling jelek dan kotor dari hamba selain 'hati dan lisannya'.

Kanjeng Nabi secara detil menjelaskan kepada kita: "Ketahuilah bahwa di dalam
jasad itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka jasad akan baik seluruhnya.
Namun jika ia rusak, maka jasad (juga) rusak seluruhnya. Itulah 'hati'".

Hati adalah raja dalam tubuh. Ia penguasa. Perintah dan larangannya ditaati
oleh seluruh prajuritnya: anggota badan. Namun, jika raja tidak pernah "dijamu"
dan diberi "masukan", ia akan lemah dan tidak dapat memerintah dengan baik dan
berwibawa. Kalau 'sang raja' sudah tidak berwibawa lagi, otomatis rakyatnya
akan rusak.

Oleh karenanya, 'sang raja' harus selalu diajak berjalan-jalan. "Wisata Hati".
Ia harus dibawa melintasi lautan hikmah. Agar ia tidak lelah dan lesu. Imam Ali
ibn Abi Thalib menjelaskan: "Rehatkanlah hati itu dan carikan untuknya sentuhan
hikmah. Karena ia merasa bosan, sebagaimana halnya tubuh."

Hikmah. Ya, hikmah. Ada apa dengan hikmah? Hikmah adalah "mutiara yang hilang"
dari setiap Muslim. Barangsiapa yang menemukannya, ia lebih berhak untuk
memungutnya kembali, demikian bunyi sebuah adagium hikmah. Saking berharganya
'hikmah' itu, Allah menyatakan: "Barangsiapa yang diberi hikmah, ia telah
dikarunia kebaikan yang banyak...
(Qs. Al-Baqarah [2]: 269).

Wisata hati adalah wisata yang sangat menyenangkan. Jika kita tahu arah dan
area wisata itu. Jika tidak, hasilnya juga tidak akan baik. Maka, ia harus
pergi ke lautan hikmah, seperti yang disebutkan Imam Ali ra. Agar ia jangan
cepat bosan, lelah dan lesu. Ibarat tubuh, hati juga harus "diberi makan" dan
"minum". Dengan demikian, ia akan tetap eksis dan fit.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan: "Barangsiapa yang menginginkan hati yang
bersih, hendaklah ia lebih mendahulukan Tuhannya ketimbang syahwatnya. Karena
hati yang 'terpaut' oleh syahwat tertutup dari Allah sesuai dengan kadar
'keterpautannya' dengan syahwat itu. Hati adalah 'wadah' Allah di atas
bumi-Nya. Maka hati yang paling dicintainya adalah yang lebih 'tinggi' (kadar
kesuciannya), lebih keras (kuat) dan lebih bersih. Jika hati itu diberi makan
dengan 'dzikir', disiram dengan tafakkur dan dibersihkan dari cela, ia akan
(mampu) melihat berbagai keajaiban dan akan diilhami oleh hikmah."

Subhanallah! Itulah daerah dan kawasan 'wisata hati'. Tidak banyak ternyata.
Cukup tiga saja: dzikir, tafakkur dan bersih dari cela. Adakah yang mengatakan
bahwa ketiga hal tersebut berat? Atau, ada yang mengatakan bahwa tiga kawasan
itu sulit ditempuh dan dilewati? Tentu, jawabannya lebih bijak jika disimpan di
dalam 'hati' masing-masing.

Dzikir. Mengingat. Mengingat apa saja. Terutama mengingat Allah. Allah
Mahamengetahui dan Mahabijaksana. Ia tidak pernah lalai dari apa yang
dikerjakan oleh makhluk-Nya. Ia juga tidak pernah lupa untuk membalas amal
hamba-Nya. Baik amalan itu saleh, maupun jelek. Dalam dzikrullah, Ia sendiri
berjanji akan mengingat orang yang mengingat dan menyebut-Nya: "Ingatlah Aku,
niscaya Aku akan mengingat kalian..." (Qs. Al-Baqarah [2]: 152). Tentunya
setiap yang melakukan 'perniagaan' dengan Allah tidak ada yang dirugikan
sedikitpun.

Tafakkur. Tafakkur adalah bagian dari ibadah. Bukankah nabi Ibrahim, bapak
monoteis, adalah contoh ideal dalam tafakkur? Dalam gelap gulita ia
ber-tafakkur: ia mengira 'bintang' sebagai Tuhannya. Ketika bintang itu
tenggelam, ia pun kecewa. Karena yang dapat tenggelam berarti bukan Tuhan. Ia
benci kepada 'Tuhan yang tenggelam'. Ketika ia melihat 'bulan' muncul. Ia
kembali mengira bahwa itu adalah 'Tuhannya'. Namun ketika bulan (juga)
tenggelam, ia kembali kecewa. Terakhir, ia melihat 'matahari' terbit. Ia
mengira (juga) bahwa itulah Tuhannya, karena dilihatnya lebih besar, lebih
terang. Namun matahari juga mengecewakannya.

Hasil dari kekecewaannya itu ia kabarkan kepada kaumnya: ia berlepas dari apa
yang mereka sembah dan persekutukan. Dan pada akhirnya, ia sampai kepada nilai
tafakkur-nya: Tuhan bukan bintang, bulan atau matahari. Tuhannya adalah yang
menciptakan langit dan bumi, termasuk isinya: bintang, bulan dan matahari.
Akhirnya, tafakkur-nya membuahkan gumpalan keyakinan yang tak tergoyahkan (Qs.
Al-An'am [6]: 75-79).

Baginda Nabi Muhammad saw juga demikian. Sebelum jadi Rasul, beliau adalah ahli
tafakkur. Beliau suka ber-tahannuts di Gua Hira. Hal ini diceritakan oleh
istrinya tercinta, Humaira Aisyah ra. "Beliau suka menyendiri kemudian
bertahannuts di dalam Gua Hira beberapa malam lamanya" (HR Bukhari-Muslim).
Kemudian beliau menyuruh umatnya agar ber-tafakkur: memikirkan ciptaan Allah,
"Tafakkaru fi khalqillah..." (Bertafakkurlah tentang ciptaan Allah...)
(Dikeluarkan oleh Dailamiy di dalam kitab al-Firdaus).

Ternyata kebiasaan ber-tafakkur sudah dilakukan oleh orang-orang terdahulu.
Ummu Darda sendiri ketika ditanya tentang perbuatan Abu Darda yang paling
afdhal, ia menjawab: tafakkur dan ber-iktibar. Hasan Al-Bashri menyatakan:
"Tafakkur saa'atan afdhalu min qiyami lailatin" (Bertafakkur satu saat lebih
baik dari shalat satu malam suntuk).

Umar ibn Abdul Aziz juga berkata: "Al-Ta'ammul fi ni'amillah min afdhal
al-'ibadat" (Memikirkan (secara jeli) nikmat Allah salah satu bentuk ibadah
yang paling baik). Maka ber-tafakkurlah!

Membersihkan hati dari 'cela'. Sebab hati itu seperti besi: bisa kotor dan
berkarat. Kalau sudah berkarat tentunya agak sulit untuk membersihkannya.
Meskipun bisa, biasanya tidak sebersih asalnya. Namun 'hati' bukanlah 'besi'.
Ia dapat bersih seperti sediakala: bersinar dan bercahaya kembali.

Yang membuat hati kita berkarat adalah 'debu modernisasi', kabut kemajuan yang
sudah tak terkontrol, belum lagi 'limbah pabrik kemaksiatan'. Semuanya menutup
mata hati. Membuatnya tidak lagi tajam dan jeli. Cahayanya "redup": tidak
bertenaga dan tidak memiliki pesona lagi. Hati harus dilatih (riyadhah) agar
dapat mengalahkan hawa nafsu. Cinta dunia, harta, sombong, congkah, pongah,
kikir (bakhil), ghibah, namimah, suka melirik kekayaan orang lain, dan
sebagainya adalah bentuk 'cela' yang dapat mengotori hati.

Kesemuanya akan bermuara dan berkumpul. Kemudian akan melahirkan apa yang
disebut dengan "hubb al-dunya" (cinta dunia). Dan pada gilirannya melahirkan
"karahiyah al-maut": takut dan enggan untuk mati. Oleh karena itu, Kanjeng Nabi
selalu mengingatkan agar hati selalu diarahkan untuk (selalu) mengingat maut.
"Aktsiru min dzikr hadzim al-ladzat" (Perbanyaklah mengingat pemutus segala
kenikmatan).

Aisyah bertanya kepada Nabi saw: "Wahai Rasulullah, adakah seseorang yang
dibangkitkan (pada hari kiamat) bersama para syuhada?" "Ya, ada." kata Rasul.
"Yaitu orang yang mengingat maut dalam sehari sebanyak dua puluh kali".

Dengan mengingat mati, orang hanya akan ingat untuk berbuat kebaikan. Ia lupa
untuk 'menggunjingkan' kejelekan dan aib orang lain. Karena ia sadar bahwa
amalnya belum tentu lebih baik dari orang yang digunjingkannya. Bisa jadi orang
yang menurutnya buruk dan banyak dosa, ternyata lebih mulia di sisi Allah.

Orang yang sadar bahwa kematian itu dekat, ia tidak akan berani "korupsi" dan
memakan harta rakyat kecil. Ia sadar bahwa apa yang ia makan akan
dipertanggungjawabkan di pengadilan Tuhan yang Maha Adil. Tentunya "catatan"
dan "dokumen" Tuhan lebih rapi dan terjamin validitasnya.

Lahirnya kesadaran seperti itu akan menghilangkan 'cela' dan keburukan yang
bersemayam di dalam hati. Sehingga, karat hatinya dapat pudar. Hati adalah
cermin Allah. Ia tidak akan rela dan ikhlas jika cermin-Nya itu kotor: karena
ia tidak dapat ditembus oleh cahaya hidayah-Nya. Mari kita mulai "Wisata Hati"
ini.
Wallahu a'lamu bi al-shawab.

Ibnoe Dzulhadi
(Kairo, 4 April 2005)

Diambil dari Oase Iman- http://www.eramuslim.com

menuju Hati yang Bersih

PRIORITAS AMALAN HATI

"Yaitu hari dimana harta dan anak-anak tidak berguna.Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih"(qs.asy-syua'ro:88-89)

AlDakwah.org ---

Imam Ibnu Al Qayyim mengklasifikasikan ibadah dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. Amalan Hati, seperti : Tawakkal kepada Allah SWT., mahabatullah, tawadhu`, khusyû`, niat ikhlash, raja` dan lain sebagainya.

2. Amalan Lisan, seperti : Mengucapkan dua kalimat syahadatain, tasbîh, istighfar, bersumpah atas nama Allah SWT. , berdo`a dan lain sebagainya.

3. Amalan Anggota Badan, seperti : Shalat, puasa, jihad, menuntut ilmu, berdagang, berladang, dan lain sebagainya.

Amalan yang paling diprioritaskan atau paling afdhal di antara 3 (tiga) jenis amalan tersebut adalah amalan hati yang dilakukan oleh hati manusia beriman. Ada beberapa alasan asasi (dasar) yang menjadi dasar dari prioritas ini:

1. Amalan hati merupakan penentu sah atau tidaknya suatu amalan

Sesungguhnya amalan lahiriyah yang dilakukan oleh lisan dan anggota tubuh lainnya tidak akan diterima oleh Allah SWT., selama tidak disertai dengan amalan hati (niat) yang merupakan dasar bagi diterimanya suatu amal lahiriah. Sabda Rasûlullah SAW:

"Sesungguhnya seluruh amalan harus disertai dengan niat." (Muttafaqun `Alaihi dari Umar bin al-Khaththab ra.)

Karena itu suatu amal atau pekerjaan atau aktifitas (apapun bentuknya) sangat bergantung dan terkait dengan niatnya. Suatu amal tanpa disertai dengan suatu niat yang benar, seperti halnya badan tanpa ruh atau seperti pohon tanpa buah, tidak berfungsi, dan tidak menguntungkan sedikitpun.

Hatilah yang dinilai oleh Allah SWT, karena bila bersih niatnya, maka Allah SWT. akan menerima amalannya dan apabila kotor hatinya (niatnya tidak benar atau berbau syirik atau tidak ikhlash), maka dengan sendirinya amal tersebut akan ditolak, sabda Rasûlullah SAW:

"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk tubuh dan rupamu, tetapi Dia melihat kepada hatimu sambil Beliau mengarahkan jari-jariNya ke dadanya" (H.R. Muslim dari Abû Hurairah ra ).

2. Hati merupakan cerminan hakikat pemiliknya

Dalam shahîh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabî SAW bersabda:

"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah hati." (Muttafaqun `Alaihi, dari Nu`man bin Basyîr).

Untuk lebih memperjelas pemahaman hadîts di atas marilah kita mengingat kembali firman Allah SWT yang termuat dalam surat Asy-Syams, ayat 8 - 10 :

"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, (QS. 91:8) sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (QS. 91:9) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:10)."

Dalam hati manusia terdapat dua jenis "bibit penentu", yang satu kita sebut saja sebagai "bibit kebaikan" yang merangsang dan mendorong manusia untuk melakukan amal kebaikan atau perbuatan yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT., sedang yang lainnya kita sebut dengan "bibit kejahatan" yang merangsang manusia untuk melakukan melakukan perbuatan fahsya (keji) atau kemungkaran kepada Allah SWT.

Al-Fujûr merupakan "benih kejahatan" yang dengan istilah lainnya dikenal sebagai nafsu syahwat syaithaniyah yang senantiasa membisiki dan menghembusi manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tercela lagi berdosa yang akan mengantarkannya ke jalan kefasikan dan berhilir di neraka. Sedang at-Taqwa merupakan "benih kebaikan" yang senantiasa memotifasi dan memobilisasi manusia untuk melakukan amal kebajikan dan pekerjaan yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Dari sini kita dapat mengetahui bahwa pada hati manusia terdapat 2 (dua) kekuatan yaitu kekuatan "Fujur" dan "Taqwa" (sebagaimana yang dipaparkan dalam surat Asy-Syams di atas) yang selalu bertempur untuk saling mengalahkan satu dengan yang lainnya sehingga salah satu dari keduanya menjadi pemenang atau lebih mempunyai pengaruh dalam menentukan perilaku kehidupan "tuannya". Apabila setiap rangsangan "benih kebaikan (At-Taqwa)" ini yang timbul dalam diri manusia selalu direspon dalam bentuk amal shalih secara benar dan kontinue (berkesinambungan) maka dengan sendirinya "benih kebaikan" akan semakin berkembang dan akan mendominasi atau mengusai hati "tuannya". Sehingga ide, pola fikir, keperibadian dan seluruh anggota tubuhnya akan menjadi baik karena mengikuti instruksi-instruksi yang datang dari hati yang dipenuhi dengan "benih kebaikan". Maka jadilah "tuannya" ini termasuk orang-orang beruntung yang mampu membersihkan jiwanya dari nafsu syahwat syaithaniyah karena ia hanya mau merespon bisikan dan panggilan kebaikan (taqwa) saja. Sebagaimana firman Allah SWT:

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (QS. 91:9)

Dan sebaliknya bagi manusia yang lebih sering merespon tuntutan nafsu syahwat syaithaniyahnya maka tindakan tercela lagi berdosa itu dengan otomatis memberikan kontribusi dan mempercepat pertumbuhan serta peluasan "benih-benih kejahatan (fujûr)" sehingga benih ini akan mendominasi hatinya. Dari Abû Hurairah ra bahwa Rasûlullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya orang mukmin, ketika ia berbuat dosa maka (saat itu juga) akan menempel titik hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan mencabut (dirinya dari perbuatan dosa tersebut) dan memohon ampunan maka hatinya (kembali) bersih, jika ia menambahinya (dengan perbuatan dosa lagi) maka titik hitam itu bertambah pula di dalam hatinya. Selanjutnya itulah "ran" yang disebutkan dalam firman Allah SWT:

"(Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka)."

Hadits hasan, dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam "Kitab Az-Zuhd, bab Dzikru Adz-Dzunûb.

Pada saat hati manusia dikuasai oleh "benih-benih kejahatan (fujûr)" maka ide, pola fikir, keperibadian dan seluruh anggota tubuhnya akan menjadi buruk karena mengikuti instruksi-instruksi yang datang dari hati yang dipenuhi dengan "benih kejahatan", sehingga jadilah ia termasuk orang-orang yang merugi karena ia telah mengotori dan mencemari jiwanya dengan selalu menuruti nafsu syahwat syaithani, sebagaimana firman Allah SWT:

"Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:10)."

Dalam kitab Minhajul Qashidîn dikatakan:

Bahwa sesuatu yang paling berharga, paling bernilai dan paling mulia pada diri manusia adalah hatinya. Sedang anggota tubuh hanya sekedar mengikuti dan menjadi pelayan hati, sebagaimana seorang tuan yang memerintahkan hamba sahayanya sebagai pelayannya.

Abu Faqih Rendusara

dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

Lowongan Pekerjaan

Sebuah lowongan istimewa telah dipersiapkan sebelum
alam ini diciptakan.
Lowongan ini terbuka bagi semua orang
tanpa pengecualian, tanpa melihat pengalaman kerja, tanpa ijazah, tanpa
koneksi.Lowongan ini terbuka bagi semua pengangguran maupun yang
sedang bekerja dengan latar belakang apapun, baik direktur, gubernur,
tukang becak, perampok, koruptor, pembunuh, pendeta, kyai, para
dermawan, orang bodoh, orang cerdas, dll. Setiap pelamar dijamin
pasti diterima di salah satu posisi yang disediakan, bahkan yang
tidak melamar sekalipun pasti diterima !


LOWONGAN DISEDIAKAN UNTUK 2 POSISI :
A. Penghuni Syurga
B. Penghuni Neraka

UNTUK POSISI A DISEDIAKAN FASILITAS DAN KOMPENSASI
SBB :

Sebelum kandidat diberi fasilitas final berupa
Syurga yang kekal
abadi, kandidat dijamin akan memperoleh training
outdoor dan indoor,
berupa :
1. Nikmat kubur.
2. Jaminan perlindungan di Padang Mahsyar.
3. Keselamatan meniti Sirath-al mustaqim.

Syurga memiliki berbagai kenikmatan yang tidak dapat
dibandingkan dengan kenikmatan dunia.
Rasulullah bersabda, "Demi Allah, dunia ini
dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan
jarinya ke laut;air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah
nilai dunia" (HR Muslim).
Nikmat yang lebih indah dari syurga adalah 'merasakan' ridha
Allah dan kesempatan merasakan 'wajah' Allah, inilah
puncak segala kenikmatan, inilah kenikmatan yang tak mampu
dibayangkan manusia,
yaitu keindahan menikmati sifat-sifat dan kalam
murni Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.

UNTUK POSISI B DIPASTIKAN AKAN MENIKMATI BERAGAM
KESEMPATAN DIBAWAH INI

Kandidat dipastikan mendapat berbagai fasilitas
Neraka berupa alam terbuka dengan fasilitas pemanas ruangan yang
bertemperatur sangat luar biasa panasnya. Bahkan bila sebutir pasir
neraka dijatuhkan ke muka bumi maka mengeringlah seluruh samudera di muka
bumi ini dan mendidihlah kutub es yang ada di muka bumi ini.

Bahkan bila seseorang dikeluarkan dari dalamnya sekejab kemudian
dipindahkan ke tumpukan api unggun yang menyala-nyala di muka bumi ini maka
iapun akan merasalega.
Neraka sangat luas, jadi para pelamar posisi ini
tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat. Para pelamar posisi ini juga
tak perlu khawatir segera mati kalau dibakar, karena tubuh
kita akan dibuat sedemikian rupa hingga mampu memuai kalau dibakar
(seperti kerupuk bila digoreng). Rasulullah saw bersabda, "Di
neraka gigi seorang kafir akan (memuai) hingga sebesar gunung Uhud, dan
(tebal) kulitnya membentang sejauh tiga hari perjalanan"
(diriwayatkan oleh Abu Hurairah, HR Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda,
"Neraka dipegang oleh tujuh puluh ribu tali, dan
setiap talinya di pegang oleh tujuhpuluh ribu malaikat" (HR Muslim).
Rasulullah saw
bersabda, "Allah mempunyai malaikat yang jarak
antara kedua belah matanya adalah sepanjang seratus tahun perjalanan"
(Abu Daud, Ibn Hanbal).

Oh, ya. Fasilitas ini juga meliputi makanan gratis
yang mampu membakar isi perut, minuman yang mampu membocorkan
usus serta fasilitas kolam renang gratis yang berisi nanah dan
darah. Beberapa pembantu gratis juga disiapkan untuk menyayat lidah
orang-orang yang suka menyakiti hati orang lain, maupun menyeterika
perut orang-orang yang tidak membayar zakat.

Selain fasilitas tersebut, para kandidat akan
melewati masa training yang lamanya mencapai ribuan tahun, yaitu :

1. Training indoor didalam kubur berupa siksa kubur
dan 'hidup' dalam kesengsaraan ditemani ular dan makhluk aneh lainnya
serta wajah-wajah buruk selama bertahun-tahun hingga ribuan tahun di
alam barzakh tergantung kualitas amal ibadahnya dan dosa-dosa
yang ia lakukan.
2. Training outdoor dilakukan di padang Mahsyar
selama ribuan tahun,dalam suasana kepanikan dan huru-hara yang luar
biasa. Bapak, ibu,anak dan saudara-saudara kita tak mampu menolong
kita karena setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.
Bahkan para nabipun tidak mampu menolong, kecuali nabi Muhammad SAW yang
akan menolong umatnya yang rajin bersholawat padanya.

SYARAT-SYARAT PELAMAR

- Tidak diperlukan ijazah
- Tidak diperlukan koneksi atau uang sogok.
- Tidak perlu bawa harta
- Tidak perlu berwajah cantik, ganteng, berbadan
tegap atau seksi.
Cukup membawa dokumen asli dari keimanan dan amal
karya Anda sendiri.

WAKTU WAWANCARA :

Wawancara tahap 1, dilakukan 7 langkah setelah
pelayat terakhir meninggalkan kuburan Anda. Sabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya bila jenazah seseorang diletakkan di dalam kubur,maka
jenazah itu mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ke
kuburan pada saat mereka meninggalkan tempat itu (hadist hasan yang
diriwayatkan oleh Ahmad Hanbal).
Perlu diketahui jadwal wawancara Anda ini sudah ditentukan
sejak roh ditiupkan ke tubuh Anda semasa dalam kandungan ibu.
Wawancara tahap 2 : Hanya Allah lah yang tahu.


LOKASI DAN LAMA WAWANCARA

Wawancara tahap I, dilakukan di dalam kubur (alam barzakh) selama
beberapa menit hingga ribuan tahun tergantung posisi
yang dilamarnya.
Wawancara tahap II, dilakukan pada hari penghisaban
(hariperhitungan) selama beberapa hari hingga ribuan
tahun tergantung posisi yang dilamarnya. Dalam salah satu haditsnya
Rasulullah pernah bersabda bahwa jarak waktu masa pengadilan antara
orang-orang kaya dan orang-orang miskin adalah 500 tahun. Berbahagialah
Anda yang miskin selama di dunia, yang memiliki sedikit harta untuk
diminta pertanggungjawabannya (karena sebutir nasi yang Anda
buang akan diminta pertanggungjawabannya).


PEWAWANCARA:

Wawancara tahap I, dilakukan oleh Malaikat Mungkar
dan Nakir.
Wawancara tahap II, dilakukan langsung oleh sang
Penguasa Hari Kemudian

WAWANCARA HANYA BERISI 6 PERTANYAAN :
1. Siapa Tuhanmu ?
2. Apa agamamu ?
3. Siapa nabimu?
4. Apa kitabmu?
5. Dimana kiblatmu ?
6. Siapa saudaramu?
Sungguh 6 pertanyaan yang sangat mudah, tapi
sayangnya tidak bisa
dihapal dari sekarang karena keimanan dan amal
kitalah yang akan
menjawabnya.


CARA MELAMAR:

Sekalilagi, ini benar-benar rekrutmen yang sangat
istimewa, tidak perlu melamar, siapa saja dijamin diterima, bahkan
untuk melamarpun Anda akan dijemput secara khusus. Dijemput oleh
makhluk sekaliber malaikat yang bernama Izroil. Ia akan menjemput
anda kapan dan dimana saja (bisa jadi sebentar lagi).


BENARKAH LOWONGAN INI ?

Simaklah hadits dibawah ini, sesungguhnya terlalu
banyak rahasia alam ini yang tidak mampu kita ketahui, apalagi mengenai
akhirat.
Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya aku mampu
melihat apa yang tak sanggup kalian lihat. Kudengar suara gesekan
dilangit (berkriut-kriut), langit sedemikian padatnya, tak
ada tempat kosong bahkan seluas empat jari sekalipun karena langit
dipenuhi para malaikat yang sedang bersujud kepada Allah SWT.
Demi Allah !
Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui
(tentang akhirat),
niscaya kalian tidak akan pernah tertawa sedikitpun,
bahkan kalian pasti akan banyak menangis (karena takut). Dan
niscaya kalian tidak akan pernah bisa bersenang-senang dengan istri-istri
kalian, dan niscaya kalian akan keluar berhamburan ke
jalan-jalan (berteriak) untuk memohon (ampun) dan memanjatkan doa kepada
Allah (meminta perlindungan dari bencana akhirat) yang akan Dia
timpakan" ( HR Tirmidzi & Al-Bukhari)

Sementara jutaan Malaikat dengan penuh rasa takut dan hormat sedang
bersujud kepada Allah, dan sementara Malaikat peniup
Sangkakala sudah siap di depan trompetnya sejak alam ini diciptakan,
sementara itu pula masih banyak diantara kita yang masih terlena dengan
dunia ini dan bergelimang dalam alam pikirannya sendiri. Tidak
sadar ia bahwa dirinya sedang masuk dalam program penerimaan
lowongan yang ada di akhirat.

MAU MELAMAR KE POSISI B ?
Mudah saja, hiduplah sesuka anda...
--
Sumedi P. Nugraha
snugraha@fastmail.fm

Monday, September 5, 2005

Mi'raj: Pejalanan 'bertemu' Allah

*Renungan dalam hati maya

Adalah Isra Mi'raj, karunia besar yang Allah berikan untuk umat islam, sebagai awal diperintahkannya sholat 5 waktu yang telah ada dalam ukuranNya.

Untuk mendapatkan wahyu itu, rasululloh saw diperjalankan Allah yang maha Kuasa beserta jasadnya. Sungguh suatu perjalanan 'indah' karena kemudian beliau saw bertemu Allah dan menerima wahyuNya tanpa jibril sebagai perantara.

Kemudian, perintah sholat itu sampai kepada umat muhammad saw yang disebut-sebut sebagai umat yang akan mendapat syafaat dari kecintaan nabinya...

Segala puji bagi Allah yang terlampau banyak hendak, sedang dan telah memberikan kelezatan yang dapat dinikmati jasad kasar dan ruhi ini.

Aktifitas makan sehari tiga kali dengan porsi bervariasi dan seimbang adalah puncak pemenuhan kebutuhan jasadiyah hingga organ tubuh dapat menjalankan metabolisme didalamnya.

Belajar dan menimba ilmu adalah sarana pembuka wawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan modifikasi beramal, menebar manfaat untuk sesama atau dalam rangka mendekatkan diri kepada Rabbnya.

Pemenuhan kebutuhan syahwat adalah puncak mengaktualisasikan seluruh perasaan dan emotion^-^ dalam rangka mereduksi hawa nafsu manusia dewasa agar tidak melebihi kodratinya sebagai makhluk nista dalam frame pernikahan.

Dan sholat adalah puncak penghambaan seorang makhluk rendah kepada Rabbnya yang maha Tinggi, maha Perkasa, maha memenuhi seluruh hajat hidupnya, maha berkehendak, maha ..., maha ..., maha ... dan maha Penyayang setiap saat serta Pengasih kepada siapa saja yang dikehendakiNya sesuai dengan kehendakNya.

Dengan sholat, seorang hamba melakukan perjalanan ruhiyah seperti juga yang dilakukan rasululloh saw dulu. Yaitu perjalanan sang ruh menemui rabbnya tanpa perantaraan siapapun. Hanya tingkat keimanan yang dapat merasakan 'pertemuan' dengan rabbnya itu. Bila mi'raj rasululloh saw pada 27 rajab dulu hingga mendapatkan wahyu yang kemudian begitu bermanfaat bagi seluruh umatnya, maka bagaimana dengan mi'raj kita yang setiap hari diberi kesempatan berulang sebanyak 5 kali? adakah pengalaman ruhiyah yang luar biasa hingga sholat-sholat itu demikian membawa manfaat untuk diri utamanya dan lingkungan pada umumnya? lagi-lagi hanya 'keimanan' yang dapat menterjemahkan kualitas 'pertemuan' kita dengan Allah.

Ya Rabb, sesungguhnya Engkau maha setia menanti hambaMu 'hadir'
walau dengan diri berlumur nista dan nestapa..

Sedetikpun tak membuatMu jemu menanti dan memperhatikan gerak gerikku...
namun cinta dunia telah melalaikanku
hingga mengurangi dari banyak menyebut namaMU

Ya Rabb, sesungguhnya Engkaulah yang paling berhak atas diriku,
bukan dunia yang hina ini ..
karenanya tuntunlah senantiasa hamba untuk selalu mengutamakan 'pertemuan' denganMu hingga dunia hanya menjadi sarana menujuMu dan bukan jadi tujuan.

Ya Rabb, begitu dzolimnya diri ini membiarkanMu menanti 'pertemuan' dalam sholat...
saat Engkau ingin segera memberikan hidayah padaku...
Sungguh hamba telah mengabaikan kesempatan itu, manakala 'pertemuan' tidak tercapai...

Ya Rabb.. hamba datang, bersegera akan karunia dan hidayah yang hendak Engkau berikan.

Engkau tlah sediakan banyak pintu
dari pintu fardhu
hingga pintu rakaat satu
masihkah ada waktu
tidak segera mengobat rindu
padahal Engkau tetap menunggu
walau sedetik tiada jemu
malu..malu aku malu
padahal setiap saat perlu Engkau Bantu
ampuni diriku segeraku datang menghampiriMu

Postingan lalu terkait:
- Menemui Kekasih ruh
-
Manfaat sholat
-
Sholat khusu

Thursday, September 1, 2005

Isra mi'raj 2005

Republika,Jumat 26 Agustus 2005

Perjalanan Menuju Kesempurnaan

Bila perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi "puncak" perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.

Di sebuah kebun anggur terlihat seorang lelaki dengan kedua kaki penuh luka. Ia tampak begitu kelelahan. Dari wajah tampannya terpancar gurat-gurat kesedihan yang mendalam. Dengan mata berkaca-kaca ia berguman, "Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah Pelindung bagi orang lemah, dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan?

Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka itu semua tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apapun melainkan atas perkenan-Mu".

Siapakah lelaki itu? Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Fragmen ini terjadi tatkala Beliau bersembunyi di sebuah kebun anggur milik Uthbah bin Rabi'ah untuk menghindari kejaran orang-orang Bani Tsaqif. Mereka mengejar-ngejar dan melempari Rasul setelah beliau mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah. Peristiwa ini terjadi pada tahun-tahun terakhir dakwah Rasulullah SAW di Mekah.

Beberapa buku Shirah Nabawiyah mengungkapkan bahwa masa itu adalah masa paling sulit dan menyedihkan dalam kehidupan beliau. Betapa tidak, orang-orang kafir Quraisy semakin menampakkan permusuhannya pada Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka pun telah menghalalkan segala macam cara untuk menghentikan dakwah beliau.

Sebelum peristiwa Tha'if, ada beberapa rangkaian peristiwa menyedihkan yang dialami Rasulullah SAW. Pertama, pemboikotan total yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib. Pemboikotan ini, yang hampir membuat kaum Muslimin mati kelaparan, berlangsung selama tiga tahun. Setelah nestapa itu berlalu terjadi peristiwa kedua, yaitu meninggalnya dua "pelindung" Rasulullah SAW dari kalangan manusia. Mereka adalah Abu Thalib; paman yang selalu melindungi dan menjaga beliau dari intimidasi kaum kafir Quraisy, serta Siti Khadijah; seorang wanita mulia tempat Rasul bersandar, serta berbagi suka dan duka.

Meninggalnya Abu Thalib dan Siti Khadijah tak pelak menjadi pukulan bagi Rasulullah SAW. Perlawanan dan penolakan orang-orang kafir semakin keras. Salah satunya adalah peristiwa pengusiran yang dilakukan penduduk Tha'if. Demikian beratnya beban yang dipikul, Rasul pun harus "curhat" kepada Allah karena merasa tidak mampu membimbing mereka menuju cahaya Islam.

Hiburan dari Allah SWT
Dalam situasi tertekan ini, Allah SWT "menghibur" Rasulullah SAW dengan memperjalankannya ke langit melalui peristiwa Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan spektakuler yang pernah dilakukan manusia. Betapa tidak, Rasulullah SAW melakukan perjalanan malam hari dan dalam waktu yang amat singkat dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina. Dari Al-Aqsa, Beliau naik ke langit melalui beberapa tingkat, menuju Baitul Makmur, Sidratul Muntaha (tempat tiada berbatas), Arasy (takhta Allah), hingga Beliau menerima wahyu langsung dari Allah SWT tanpa perantaraan Jibril.

Isra Mi'raj terjadi pada 27 Rajab, tepatnya satu tahun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Dalam QS Al-Isra [17] ayat pertama difirmankan, "Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Isra Mi'raj tidak sekadar perjalanan "hiburan" bagi Rasul. Isra Mi'raj adalah perjalanan bersejarah yang akan menjadi titik balik kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience, seperti dikutip Azyumardi Azra, mengungkapkan bahwa Isra Mi'raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. "Isra Mi'raj," tulisnya, "Benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh dunia gaib".

Bila perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba menuju Al-Khalik. Isra Mi'raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Perjalanan ini, menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf.

Menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting peristiwa Isra Mi'raj terjadi tatkala Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah"; "Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah SWT pun berfirman, "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh". Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Ungkapan bersejarah ini kemudian diabadikan sebagai bacaan shalat.

Sebagai pribadi berakhlak mulia, Rasulullah SAW sangat menjauhi sikap egois. Beliau ingin ucapan salam dan "undangan" Allah tersebut dirasakan segenap umatnya. Beliau kembali ke bumi dengan membawa salam keselamatan dari Allah SWT lewat perintah shalat. Inilah kado spesial dari Allah SWT bagi orang-orang beriman.

Prof Seyyed Hussein Nasr dalam buku Muhammad Kekasih Allah (Mizan, 1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi'raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang kita lakukan sehari-hari. "Shalat adalah mi'raj-nya orang-orang beriman," demikian ungkapan sebuah hadis.

Sabar dan shalat

Andai kita tarik garis merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi'raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan.

Ketiga hal ini terangkum dengan sangat indah dalam Alquran, "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (QS Al-Baqarah [2]: 45-46). Wallahu a'lam bish-shawab. (Ems)