Friday, September 9, 2005

Kematian Hati

oleh: KH. Rahmat Abdullah
dari al-da'wah.org
http://aldakwah.org/modules.php?name=News&file=article&sid=476

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.
Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan
kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera
pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang
sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa
penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya
pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa
itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap
ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut
karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu
tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik
orang-orang berhati jernih. Bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid
lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH,
jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka. Janganlah Engkau hukum
aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka",
ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,
lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang
beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat
banyak.

Ada juga orang yang sama sekali tak pernah beramal tetapi merasa banyak
amal dan menyalahkan orang yang beramal karena kekurangan atau
ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah
dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan
kata. Dimana kau letakkan dirimu ?

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu
kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin
bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa
gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga
getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya
?
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia
berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada
ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka
lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung.

Ini potret negerimu: 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden
usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju
remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis
perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau
berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu
yang tak diperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh".
Betapa jamaknya 'dosa-2 kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat 'TV Thaghut'
menyiarkan segala 'kesombongan jahiliyah dan maksiat' ? Saat engkau muntah
melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung
ustadzmu yang mengatakan "Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan
dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting
mereka tidak dilaknat ?"

Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling
lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami. Sesudah itu urusan
tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana ?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justru
engkau akan dihadang tantangan sangat malu untuk menahan tanganmu dari
jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang
berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah
pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus
mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.

Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka
pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya
inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah
melangkah lebih dulu. Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya
membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit
sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang.
Lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu
saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai. Berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang
perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena
kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah
kandung dan ayah mertua". Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan
ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau
fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh
ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinahi teman sekolahnya dengan seorang alim
yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan
penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka
yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir?
Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini?

Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mall. Betapa besar sumbangan mereka kepada
modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food,
semata-mata karena nuansa "westernnya".

Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman
halal itu, dengan perasaan "Lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau
punya harga diri.

(penulis adalah Ketua MPP Partai Keadilan/Ketua Yayasan Iqro' Bekasi)

posted by Djito @ 8:37 PM |