Friday, September 9, 2005

Mengenang Guru: Rahmat Abdullah (alm)

Perginya Syaikhut Tarbiyah

USTADZ RAHMAT ABDULLAH DALAM KENANGAN / Berita
Tanggal: 16 Jun 2005 - 12:19 AM
Oleh Herry Nurdi
http://www.pk-sejahtera.nl/print.php?sid=382

PKS.NL-Online.- Apakah ini bukti dari kata-kata yang selama ini beredar di masyarakat kita. Bahwa orang-orang shalih lebih cepat meninggal dunia dan mendahului orang-orang yang mencintainya.


ore menjelang malam itu (14/06), belum lagi rasa penat saya hilang setelah pulang dari perjalanan,
kabar yang mengagetkan saya terima setelahdering telepon surut.

"Ustadz Rahmat Abdullah, meninggal dunia," begitu seorang teman dengan nada bergetar diujung sambungan.

Tak percaya dengan apa yang saya dengar, saya mencobamenelepon beberapa teman lain, menanyakan hal ini. Dan jawabannya membuat saya kian lemas,

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Semoga Allah memberikan tempat yang terbaik, sebagai balasan atas segala jerih payah dalam jalan dakwah yang pernah Ustadz Rahmat Abdullah lakukan.

Beberapa menit berlalu, saya masih gamang menerima kabar ini. Sebab, beberapa hari lagi, beliau dijadwal untuk mengisi daurah yang tadinya akan saya ikuti. Saya masih berharap bisa bertemu beliau, dan sekadar iseng, berniat menanyakan kata pengantar yang hendak beliau tulis untuk buku saya. Buku tentang perkembangan dakwah dan situasi agama Islam secara internasional. Tapi Allah berkehendak lain, rindu saya untuk bertemu beliau tak pernah tersampaikan.

Yang saya ingat dari beliau tentang buku itu adalah sepenggal kalimat permintaan maaf.

"Afwan ya akhi, belum sempat-sempat juga memberikan pengantar. Tapi buku antum akan sangat berguna, insya Allah," begitu ujar beliau dalam sebuah pertemuan.

Terlebih dulu saya memohon maaf kepada pembaca. Tulisan ini dibuat dengan sangat terburu-buru. Mesin cetak yang sudah berputar terpaksa kami hentikan. Sebagai tanda rasa hormat dan berkabung kami, keluarga besar SABILI, yang mendalam atas wafatnya Ustadz Rahmat Abdullah.

Saya juga harus mengakui, bahwa tulisan ini sama sekali tak sempurna. Saya tak tahu detil riwayat hidup beliau, itu semua hanya karena satu hal. Kami tak menduga waktunya akan datang secepat ini.

Padahal, tentang maut berkali-kali beliau ingatkan kepada kami. Saya teringat sebuah artikel yang beliau tulis, beberapa waktu lalu. Judul tulisan itu cukup singkat, "Kematian Hati."

Dalam paragrap pertama, seolah hendak mengingatkan dirinya sendiri, Ustadz Rahmat Abdullah menuliskan kalimat seperti ini,

"Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi."

Itulah yang diisyaratkan oleh beliau. Sebuah isyarat yang mengajak kita semua, untuk terus mengingat maut yang memutuskan segalanya. Ustadz Rahmat Abdullah, ia adalah putra Betawi yang lahir di Jakarta pada 3 Juli 1953. Dan semua yang ditinggalkan, sama sekali tak menyangka menjelang ulang tahunnya yang ke 52 tahun bulan depan.

Sore itu, Selasa, 14 Juni 2005, Ustadz Rahmat Abdullah diundang Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera untuk memberikan masukan dan saran-saran pada pejabat baru.

Tak ada tanda-tanda beliau kurang sehat atau mengalami gangguan kesehatan. Beliau rapat dengan gayanya yang khas, ceria dan humoris, tapi selalu penuh makna. Dari Ashar sampai waktu shalat Maghrib tiba, Ustadz Rahmat tetap ceria.

Sampai saat beliau mengambil wudhu, lalu berkata agak aneh. Pada Tifatul Sembiring, Presiden
PKS, Ustadz Rahmat bertanya, "Apa ada gempa?" Karena sifat Ustadz Rahmat Abdullah yang humoris, semua menganggap pertanyaan beliau hanya kelakar belaka. Tapi tak lama, beliau limbung dan terjatuh.

Beberapa orang langsung menidurkan beliau dan mengukur tekanan darah yang menunjukkan angka 210. Tapi Ustadz Rahmat meminta duduk dan diantarkan ke RSI Cempaka Putih. Ketika sampai di rumah sakit, dokter yang memeriksa menyampaikan, Ustadz Rahmat telah meninggal
dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Ustadz ramah dengan peci putih khas yang selalu bertengger di kepalanya itu telah pergi meninggalkan kita semua, untuk selamanya.

Tanggal 1 Juni 2005 lalu, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, berlangsung rapat penyusunan struktur Partai Keadilan Sejahtera. Di ruang Bima, hasil pengumuman disampaikan pada wartawan yang telah berjubel menanti berita.

Tifatul Sembiring, yang sebelumnya menjadi Pjs dikukuhkan sebagai Presiden Partai. Dan Ustadz Rahmat Abdullah, yang sebelumnya diamanahi sebagai Ketua MPP,digantikan oleh Ustadz Suharna. Ustadz Rahmat tampak tersenyum lebar, lebar sekali.Beliau sambil berkata, "Freedom."

Ya, Ustadz Rahmat memang telah freedom. Telah merdeka. Telah dibebaskan dari kewajiban dakwah yang mulia.

Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk beliau, sebagai pahala, sebagai ganti atas peluh yang dicucurkan, perasaan yang dicurahkan, pikiran yang ditetaskan di jalan dakwah. Jalan yang telah beliau rintis, jalan yang harus kita teruskan bersama. Sebagai tanda terima kasih kepada beliau. Sebagai tanda meneruskan cita-cita beliau, menegakkan agama Allah.

Sumber : dari sebuah milis